21 Mei 2021

Kala Tuhan Berkata Tidak

11:40 AM 0 Comments
Kamu pernah kesal nggak ketika keinginanmu nggak terwujud? 

Apa kamu pernah berpikir kalau Tuhan jahat karena nggak pernah mendengar doa kita?

Setiap manusia selalu punya banyak keinginan. Setiap satu keinginan terwujud, kita bakal punya keinginan yang lain. Betul begitu? Iya, karena manusia punya sifat yang nggak pernah puas. Itu sudah menjadi naluri seorang manusia. Akan tetapi, kalau sifat itu dibiarkan terus-menerus, hal itu akan melahirkan jutaan makhluk yang tamak. Jelas, dampaknya akan sangat berbahaya bagi setiap manusia dan lingkungannya.

Namun, Tuhan tahu bagaimana cara menghentikan ketamakan manusia yang sudah pasti akan menghancurkan dunia dan dirinya sendiri, yaitu dengan berkata tidak. Tuhan punya alasan untuk berkata tidak pada setiap permintaan manusia. Aku bisa menuliskan alasan-alasan mengapa Tuhan berkata "tidak". Aku bukan Tuhan, tapi aku belajar banyak dari segala keputusanNya.

1. Penundaan

Tuhan adalah Zat Yang Maha Tahu. Tuhan tahu jalan hidup yang akan kita lalui. Dia tahu kapan waktu yang tepat untuk mengabulkan permintaan manusia. Dia tahu hal yang berhak kita peroleh dan hal yang bukan hak kita.

Hanya saja, kalau permintaan kita nggak kunjung dikabulkan, bukan berarti Tuhan menolaknya. Bisa saja, permintaan kita akan dikabulkan beberapa hari kemudian, beberapa bulan kemudian, atau bahkan beberapa tahun kemudian. Tujuannya adalah menguji kesabaran dan usaha kita. Sejauh apa sih usaha kita untuk mendapatkannya? Apakah kita layak mendapatkan itu dengan usaha yang kita lakukan? Apakah doa kita sudah cukup imbang dengan usaha yang kita lakukan?

Baca kiat dalam berdoa: Zutto Oinorishimashou

2. Melindungi kita dari bahaya

Nggak semua yang kita inginkan akan terwujud. Memang, rasanya sedih banget ketika kita nggak bisa memiliki apa yang kita inginkan. Itu tandanya naluri ketamakan kita sedang meronta karena dikurung oleh keputusanNya.

Padahal, bisa jadi kalau keinginan kita terwujud bukanlah kebaikan yang kita dapatkan tapi justru bahaya. Maka, Tuhan berkata tidak untuk melindungi kita dari keinginan yang berpotensi menjerumuskan kita ke dalam keburukan.

Pelajari tentang ketamakan yang membawa petaka di postingan Belajar Tentang Keserakahan dari Buku Aroma Karsa Karya Dee Lestari

3. Memberi hal yang jauh lebih baik

Tuhan itu Maha Baik. Jika kita tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, setidaknya Dia akan memberi yang jauh lebih baik dari apa yang kita inginkan. Bisa jadi hal yang kita dapatkan lebih baik manfaatnya. Bisa jadi hal yang kita dapatkan lebih banyak pelajarannya. Bisa jadi hal yang kita dapatkan lebih baik maknanya. Bisa jadi pula hal yang kita dapatkan lebih baik hikmahnya. Jelas, Tuhan tahu yang terbaik untuk hambaNya.

4. Memberikan pelajaran

Setiap kesedihan atau hal-hal yang tidak kita inginkan terjadi, semua itu selalu ada hikmahnya. Kita bisa belajar dari kesedihan yang kita alami. Kita bisa paham dan memaknai hikmahnya saat kita tidak bisa mendapatkan sesuatu yang kita kehendaki. Semua itu terjadi karena ada alasannya. Semua itu akan selalu berbuah hikmah yang bisa kita pelajari. 

Baca cara memaknai kegagalan kala Tuhan berkata tidak

5. Tuhan sayang kita

Dari semua yang telah aku sebutkan, satu alasan yang paling utama; Tuhan sayang kita. Tuhan ingin yang terbaik untuk hambaNya.

Kala Tuhan Berkata Tidak
Itulah lima alasan yang aku pahami kala Tuhan berkata tidak pada apa yang aku kehendaki. Bagaimana dengan pendapat kamu? Menurutmu, apa alasan Tuhan belum mengabulkan permintaanmu? 

Sekian renungan untuk hari ini. Selamat beraktivitas.

Have a nice day,


Michiko ♡

Picture design by nadhishafa

14 Mei 2021

Anti Sosial Karena Pandemi

6:13 PM 0 Comments
Hari ini aku lagi bingung nih, mau menulis tapi kok kayaknya aku lagi kehabisan topik untuk ditulis ya. 

Eh, tapi kalau dipikir-pikir nggak juga sih. Bukan kehabisan topik, lebih tepatnya malas untuk menulis topik yang berat dan panjang. Itu mah aku cuma cari alasan aja. Aku tuh lagi pengen cerita dan menulis topik yang ringan supaya nggak perlu pakai riset atau berpikir berat gitu. Kira-kira enaknya cerita tentang apa ya?

Oh iya, mumpung masih musim lebaran nih, aku mau mengucapkan, Selamat Hari Raya Idul Fitri 1442 H, mohon maaf lahir dan batin ya. 

Bagaimana lebaran tahun ini? Seru nggak? Banyak yang datang ke rumah? Bertemu banyak saudara nggak?

Ini lebaran kedua bersama pandemi COVID-19 ya. Ternyata nggak terasa, kita sudah dua kali menjalankan ibadah puasa berdampingan dengan virus Corona. Lama juga ya. 

Simak juga artikel tentang virus Corona: Corona Virus World Tour 

Aku sudah kangen kumpul-kumpul, jalan-jalan, jalan kaki keliling kota tanpa masker sambil sedekah senyum. Selama pandemi, aku nggak pernah lagi jalan kaki jauh-jauh, soalnya rasanya pengap banget kalau jalan kaki harus pakai masker. Bahkan, belum jalan aja rasanya tercekik dan mual setiap masker nempel ke lubang hidung. Kalian ada yang gitu juga nggak sih?

Banyak banget perubahan yang terjadi di banyak sisi selama pandemi, termasuk diriku sendiri. Kalau kamu merasakan perubahan di hidupmu juga nggak setelah pandemi hadir?

Aku banyak banget sih, salah satunya masalah dalam bersosialisasi. Dulu aku anaknya tukang nongkrong, kumpul sama teman terus ngegosip, atau belajar bareng. Semenjak pandemi, aku jarang ketemu orang dan kemampuan komunikasiku yang minim ini semakin terkikis, sampai aku lupa caranya bersosialisasi sama orang lain. Alhasil, kalau ketemu orang aku suka bingung mau ngomong apa. 

Nggak tahu kenapa, selama setahun lebih aku diam melulu di rumah malah membuat aku semakin ansos alias anti sosial. Aku malu banget kalau ketemu orang lain. Sebenarnya aku nggak mau kayak gini sih, pengen bisa diajak ngobrol dengan asik sama orang lain tapi nggak tahu kenapa aku suka tiba-tiba jadi malu sendiri dan lebih banyak diam kalau ketemu orang apalagi orang baru, kayak ada tombol auto-switch kepribadian gitu. Aneh banget sih.

Selain itu beberapa dari targetku juga belum tercapai karena adanya pandemi. Baca juga hal yang belum bisa aku wujudkan: Thank You Card for 2020

Anti Sosial Karena Pandemi

Terus, selama pandemi ini aku juga jadi nggak pernah olahraga. Soalnya, aku lebih suka olahraga outdoor kayak berenang atau jalan kaki berkilo-kilo meter jauhnya sedangkan pandemi ini seolah tidak mengizinkan aku untuk beraktivitas di luar. Aku kurang enjoy kalau olahraga indoor dan bakalan berujung malas, apalagi pemandangannya karpet, TV, dan kasur, bawaannya pengen rebahan melulu nggak sih? Karena... Rebahan Adalah Passion.

Netizen be like: "Alasan, terima kasih."

Alhasil, selama aku di rumah, berat badanku naik drastis dan of course jadi insecure maksimal buat ketemu orang lain karena takut dapat komentar tentang perubahanku yang semakin menurun, takut dibilang gendut, walaupun emang kenyataannya gitu. Tapi ya... rasanya lebih sakit nggak sih kalau orang lain yang bilang padahal kita sudah sadar diri tentang kekurangan yang kita punya.

Eh, malah curhat. Sudah ah, ternyata aku lagi malas menulis itu karena lagi pengen mengeluh aja makanya kena writer block. Aku pernah mengalaminya sampai hiatus hampir setengah tahun tapi kali ini aku paksain menulis.  Baca alasan hiatusku: Bangun dari Hibernasi

Jadi, itu sih salah satu perubahan di dalam diriku yang terjadi karena pandemi. Sebenarnya, memang bukan salah pandemi sepenuhnya karena aku memang dasarnya punya bibit-bibit nggak bisa bersosialisasi sama orang lain, tapi dengan hadirnya pandemi menyebabkan bibit-bibit itu bertunas lebih cepat.

Kamu punya cerita perubahan yang terjadi selama pandemi juga? Sharing yuk!

Sekian cerita hari ini, kapan-kapan kita ngobrol lagi. 

Have a nice day,


Michiko ♡

Picture by Anthony Tran on Unsplash

6 Mei 2021

Belajar Tentang Keserakahan dari Buku Aroma Karsa Karya Dee Lestari

6:09 PM 0 Comments
Buku merupakan jendela dunia bagi semua orang. Dengan membaca buku, kita bisa mendapatkan manfaat untuk membuka mata dan pikiran terkait fenomena yang terjadi di dalam hidup. Buku jenis apa pun itu, baik fiksi maupun non-fiksi, tentu akan membuka pikiran kita tentang dunia dan mendorong kita untuk melihat dunia dari berbagai sudut pandang.

Kali ini, sudut pandang kehidupanku kembali terbuka setelah membaca buku novel fiksi karya Dee Lestari yang berjudul Aroma Karsa. Setelah berbagai pelajaran hidup aku dapatkan dari dalam buku ini, aku pun tergugah untuk mencatatnya dan mengabadikannya sekaligus membaginya dengan kamu dalam bentuk review novel Aroma Karsa.

Sebelum aku memaparkan pengalamanku dalam membaca buku ini, ayo kenali terlebih dahulu identitas buku yang telah aku baca kali ini.

Identitas Buku

Ulasan Novel Aroma Karsa Karya Dee Lestari
  • Judul: Aroma Karsa
  • Penulis: Dee Lestari
  • Tahun: 2018
  • Penerbit: Bentang Pustaka
  • ISBN: 978-602-291-463
  • Jumlah halaman: 710 hlm
  • Bahasa: Bahasa Indonesia
  • Genre: Fiksi, Romansa, Misteri, Fantasi, Petualangan, Sejarah
  • Harga: Rp. 125.000 (Pulau Jawa)

Sinopsis Aroma Karsa

Raras Prayagung, seorang presiden direktur sebuah perusahaan parfum, mendapatkan mandat dari neneknya untuk mencari Puspa Karsa. Puspa Karsa dipercaya sebagai sebuah bunga yang dapat mengubah dunia dan hanya menunjukkan diri pada orang-orang pilihan melalui aroma.

Raras Prayagung menduga aroma Puspa Karsa dapat dicium oleh anak perempuannya, Tanaya Suma, yang punya kemampuan indera penciuman yang tajam. Akan tetapi, Suma terlalu sensitif dengan bebauan sehingga Raras Prayagung harus menunda ekspedisi pencarian Puspa Karsa sampai anaknya siap mempersiapkan indera penciumannya.   

Kemudian, Raras Prayagung bertemu dengan Jati Wesi yang memiliki kemampuan penciuman yang serupa dengan anaknya. Raras Prayagung meyakini bahwa Jati Wesi dapat mencium aroma Puspa Karsa karena ia dapat membaui berbagai jenis aroma dan bertahan di segala situasi, baik aroma nikmat atau busuk sekali pun karena ia berasal dari Bantar Gebang. 

Dengan ambisi yang kuat, Raras Prayagung mulai merekrut orang-orang untuk melakukan ekspedisi pencarian Puspa Karsa, bunga yang dapat mengubah tatanan kehidupan dunia.

Kesan Pertama pada Buku Aroma Karsa

Waktu pertama kali aku melihat buku ini di etalase Gramedia, aku langsung jatuh hati saat melihat sampulnya. Fun fact, aku membeli buku ini waktu sedang mengantre di depan kasir sambil melihat-lihat sampul buku, aku pun terpikat dengan sebuah buku yang berjudul Aroma Karsa. Aku sampai rela menukar buku yang mau aku beli dengan buku tebal bersampul akar-akaran dan serangga ini. Seolah buku ini bagai bunga yang menarik serangga (aku) untuk membeli buku itu.

Saat aku pegang buku itu, tebal banget dan berat. Awalnya tuh kaget, wow novel ini tebal banget ya? Aku sempat ragu, apalagi aku orang yang nggak begitu suka membaca alias gampang bosan. Akan tetapi, begitu aku membaca blurp di belakang bukunya, aku langsung memutuskan untuk mengambil buku ini. Sebab, aku punya ketertarikan terhadap buku-buku misteri atau fantasi. 

Pertama kali dibuka, bukunya menguarkan aroma yang khas, aromanya agak beda lah dengan aroma novel-novelku yang sebelumnya. Seolah aroma bukunya saja sudah bisa mengantarkan tema buku pada kesan pertama.

Gaya Bahasa yang Menyihir Pembaca

Gaya bahasa yang dipakai Dee Lestari itu benar-benar puitis dan rinci banget dalam mendeskripsikan suasana. Racikan kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf, mengalir tanpa hambatan dan nggak disadari aku sudah baca beberapa bab dari buku itu. Gaya bahasanya itu sangat memikat dan membuat aku sebagai pembaca tersihir dengan pembawaan Dee Lestari dalam bercerita.

Cuman, sebagai seorang pembaca buku pemula, aku merasa bahasa yang digunakan oleh Dee Lestari itu berat. Banyak banget kata-kata arkais dan majas di dalam buku ini, kosa kataku nggak sebanyak itu untuk memahami buku ini tanpa bantuan KBBI. Ditambah lagi, aku perlu baca berulang kalimat-kalimat bermajas di dalam catatan Jati Wesi untuk memahami maknanya. Hitung-hitung, baca buku ini sambil latihan memperluas pengetahuan kosa kata.

Penggambaran Suasana yang Detail dan Mewah

Aku suka banget cara Dee Lestari menggambarkan suasana dalam novel Aroma Karsa. Saat membaca novel ini, aku merasa seperti diajak tour di rumah Raras Prayagung yang mewah. Penggambaran rumah Raras Prayagung tergambarkan dengan jelas dari mulai halaman rumahnya yang luas, bentuk teras dan pintu rumahnya, isi rumahnya, rumah kaca tempat tanaman, paviliun, dan satu lagi yang paling menarik: olfaktorium. 

Aku suka banget dengan penggambaran olfaktorium yang rinci, sampai aku membayangkan kalau bangunan itu punya interior sederhana dan nyaman. Olfaktorium yang berupa bangunan kubus, di dalamnya memiliki rak-rak yang penuh dengan botol-botol parfum dipajang di setiap raknya, sofa yang diletakkan di dalam ruangan, meja untuk meracik parfum yang ada di tengah ruangan, penggambaran itu membuat aku bisa memvisualisasikan bentuk olfaktorium.

Selain itu, penggambaran Gunung Lawu dan Desa Dwarapala juga begitu jelas digambarkan oleh Dee Lestari. Visualisasi hutan tergambarkan dengan jelas sampai aku merasa seperti sedang ikut ekspedisi ke Gunung Lawu, rumah-rumah penduduk Desa Dwarapala yang menggantung di atas pohon, juga Goa tempat Puspa Karsa berada, bisa aku bayangkan semua dengan jelas. Semua penggambaran latar dijelaskan secara rinci dan mencengangkan. 

Ditambah lagi, penggambaran emosi dan aktivitas karakternya dijelaskan dengan sangat detail. Aku seperti bisa merasakan apa yang tokoh-tokoh Aroma Karsa alami. Bahkan, aku bisa membayangkan apa yang sedang mereka lakukan. 

Plot yang Penuh Kejutan

Awalnya, aku mengira kalau plot yang ada di novel ini bakalan biasa aja seperti halnya genre romance biasa, kisah cinta yang berawal dari kebencian. Plot itu mainstream banget kan ya, rasanya pasti ketebak lah apa yang bakalan terjadi. Walaupun begitu, tetapi ada plot lain yang membuat aku terkejut. Ternyata, di belakang kisah cinta itu ada kisah misteri dan teka-teki yang mengikuti. Kisah itu bercerita tentang jati diri Jati Wesi dan juga dosa-dosa masa lalu yang pernah dilakukan Raras Prayagung.

Aku tercengang waktu baca plot twist-nya. Aku nggak kepikiran sama sekali tentang alur ceritanya yang bakalan dibawa melenceng jauh dari dugaanku sendiri. Dee Lestari berhasil membuat aku terkecoh dengan ekspektasi plot yang aku bayangkan. 

Belum selesai aku tercengang karena plot twist-nya, Dee Lestari membuat aku berdecak kagum dengan cara dia menyambungkan timeline dari zaman dahulu yang serba kuno dengan zaman sekarang yang serba modern. Alurnya mengalir dengan halus banget sampai aku nggak sadar kalau sedang diajak flashback ke masa lalu. 

Kemudian nggak cuma itu aja, aku kagum banget sih dengan cara Dee Lestari menyatukan dua dunia, antara realitas dan fantasi. Seolah di antara dunia itu nggak ada batasnya, bahkan batasnya jadi saru, nggak bisa dibedakan. Begitu mengikuti alur ceritanya, aku merasa seperti dibawa ke Desa Dwarapala dengan penduduk yang punya super power dan ternyata kehadirannya berada di dunia fantasi.

Saat dibawa berpetualang dalam ekspedisi pencarian Puspa Karsa, aku mulai bisa menyatukan kepingan-kepingan puzzle yang aku baca di bab sebelumnya dan menyimpulkan apa yang terjadi pada setiap karakternya. Pada saat itu pula, aku bisa melihat perkembangan karakternya, ketulusan cinta sepasang kekasih, ketulusan cinta antara orang tua dan anak, juga keserakahan dan kelicikan seorang manusia.

Nggak terasa, usai petualangan ekspedisi Puspa Karsa, aku mengira akhir cerita akan menjadi sebuah kisah bahagia. Akan tetapi, Dee Lestari rupanya ingin mempermainkan rasa penasaran pembaca dan membuat akhir ceritanya menggantung alias open-ending.

Karakter yang Membuat Jatuh Cinta dan Unik

Ada tiga pemeran utama dalam kisah ini, Jati Wesi, Tanaya Suma, dan Raras Prayagung.

Jati Wesi

Jati Wesi digambarkan sebagai seorang pria yang punya tubuh "atletis" karena suka bersepeda dan angkat "beban", beban berupa pupuk dan perkakas untuk berkebun. Dia punya sifat yang pendiam dan cenderung digambarkan sebagai seorang introvert karena dia lebih suka bercerita pada buku catatannya ketimbang mengobrol dengan orang lain. Hal ini membuat dia menjadi orang yang sulit untuk diajak bekerja sama dan kikuk saat bertemu orang baru.

Walaupun begitu, Jati Wesi memiliki sifat yang hangat. Aku jatuh cinta banget dengan satu karakter ini, rasanya ingin aku pacarin, eh hahaha. Jati Wesi itu sosok yang sangat romantis, apalagi waktu dia diam-diam menulis surat untuk Tanaya Suma dalam buku catatannya. Pokoknya, aku meleleh waktu membaca aktivitas Jati Wesi yang menunjukkan sisi romantismenya.

Perkembangan karakter Jati Wesi juga cukup membuatku kagum. Dia yang semula orang pendiam dan dingin seiring waktu berubah menjadi seorang pria pemberani dan romantis.

Tanaya Suma

Tanaya Suma digambarkan sebagai seorang wanita yang memiliki paras cantik dan tubuh yang molek. Suma punya sifat sensitif dan cenderung pemarah, juga punya ambisi yang kuat seperti ibunya, Raras Prayagung. Menurutku, Suma ini sebenarnya adalah seorang ekstrovert tapi dia jarang bergaul karena hambatan indera penciumannya yang terlalu peka. Hal ini membuat Suma hanya punya satu teman saja, yaitu Arya. 

Awalnya, aku sebal banget sama Suma karena menurutku dia itu aneh. Dia memusuhi Jati, padahal Jati nggak ngapa-ngapain. Dia bawaannya kesal terus kalau melihat Jati bahkan sampai membuka rahasia Jati untuk menjatuhkan Jati demi ambisinya.

Perkembangan karakter Suma nggak terlalu banyak mengalami perubahan. Perubahan yang dialami cuma perlakuan dia terhadap Jati, yang semula benci banget dengan Jati malah ujungnya nggak mau jauh-jauh dari Jati.

Raras Prayagung

Raras Prayagung digambarkan sebagai seorang wanita tua yang masih sehat dan kuat. Raras punya sifat peduli, sangat ambisius, dan digambarkan sebagai karakter yang sempurna karena berhasil menjadi wanita yang kaya dan berpengaruh di usia muda.  

Kepedulian Raras Prayagung terhadap hal-hal kecil, ternyata ia gunakan untuk melancarkan ambisinya. Seolah kepeduliannya itu menjadi sebuah alasan untuk memaksa orang lain melakukan hal sesuai kehendaknya. Menurutku, Raras ini sering melakukan gaslighting kepada mereka yang lemah untuk mengikuti keinginannya.

Perkembangan karakter Raras sebenarnya nggak terlalu kentara tetapi Raras dibuat sebagai orang yang baik dan lemah lembut di awal cerita sehingga memberikan kesan pertama yang bagus. Padahal sejak sebelum ekspedisi dimulai, Raras memang sudah punya sifat serakah dan punya ambisi yang kuat.

Keunikan Karakter Lainnya

Selain penggambaran tiga karakter utama yang rinci, Dee Lestari memberikan keunikan masing-masing bagi setiap karakternya agar mudah diingat oleh pembaca. Misalnya:
  • Anung sebagai pria tua yang linglung dan nggak nyambung kalau diajak berbicara.
  • Sarip dengan logat Betawi yang kental.
  • Khalil dengan ciri khas kumis dan pecinya.
  • Nurdin dengan perut buncit dan keegoisannya.

Keserakahan Menjadi Sebuah Pelajaran Utama

Setelah membaca buku Aroma Karsa secara keseluruhan, aku mendapatkan pelajaran baru. Bahwa:
Jika kita menghalalkan segala cara untuk mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, maka bukan keberhasilan yang akan kita dapatkan melainkan petaka dan kesengsaraan. 

Amanat yang disisipkan oleh Dee Lestari dalam buku Aroma Karsa ini membuka pemikiran kita bahwa apa yang pernah kita tabur akan kita tuai di masa mendatang. Apa yang kita lakukan di masa lalu akan mendapatkan balasannya di kemudian hari. Karma.

Kutipan Favorit dalam Buku Aroma Karsa

Kutipan tentang rezeki:
Jika rezeki adalah satuan, di mata Nurdin waktu adalah mistar yang dibagi oleh garis-garis rezeki.
— Dee Lestari, Aroma Karsa Bab 3
Kutipan tentang memaknai kekurangan:
Saya percaya, apa yang terlahir bersama kita adalah anugerah.
— Komandan Mada dalam Aroma Karsa Bab 4

Kesan Setelah Membaca Buku Aroma Karsa

Setelah membaca buku Aroma Karsa secara keseluruhan dan tiba pada halaman Tentang Penulis, rasanya aku nggak rela buku itu tamat. Walaupun drama banget, tapi rasanya sesak waktu baca halaman Tentang Penulis dan membuat aku meneteskan air mata. Belum mau pisah dengan Dee Lestari dan Jati Wesi huhuhu.

Buku ini berhasil membuat aku gagal move on! Aku sampai baca ulang buku ini hanya untuk melihat sosok Jati Wesi. 

Penilaianku terhadap buku ini: ⭐⭐⭐⭐⭐ (Recommended and I love it!)

Aku rekomendasikan buku ini untuk kamu yang suka membaca kisah fantasi dan misteri. Buku ini cocok untuk dibaca oleh remaja dewasa yang berusia 18 tahun ke atas. Jadi, hati-hati untuk pembaca di bawah umur karena terdapat bagian cerita yang melibatkan erotisme di dalam karya sastra ini. 

Sekian ulasan yang aku paparkan untuk novel Aroma Karsa karya Dee Lestari. Aku berharap Dee Lestari bisa menghasilkan novel-novel misteri seperti buku Aroma Karsa lebih banyak lagi.

Sekarang, kamu sedang baca buku apa? Bisikin dong di kolom komentar! 

Sampai jumpa di lain waktu. Selamat membaca!

Have a nice day,


Michiko ♡

Picture by nadhishafa