Tampilkan postingan dengan label Friendship. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Friendship. Tampilkan semua postingan

25 September 2022

Duri Mawar Sengat Asmara

10:39 AM 1 Comments
Pernahkah kamu berteman dengan seseorang demi mendapatkan hatinya? Atau justru kamu hanya menjadi bagian kehidupannya tapi tak pernah mendapatkan hatinya? Kalau kamu pernah merasakan hal itu, mungkin kita ada di posisi yang sama saat ini.

Aku seorang perempuan—yang bisa dibilang bodoh atau mungkin beruntung—yang saat ini sedang berteman dengan seseorang yang sudah kusukai sejak dua tahun silam. Usia pertemanan kita belum genap dua tahun, tetapi perasaanku padanya justru usianya lebih tua dari itu.

Enam bulan sebelum aku berteman dengannya, muncul rasa yang bersemi di hatiku. Dia menarik perhatianku dan selalu membuat jantungku berdebar-debar setiap ada di dekatnya. Memasuki bulan ke-tujuh, aku memutuskan untuk memberanikan diri menampakkan diri di hadapannya. Menunjukkan eksistensiku sebagai seorang penggemar rahasianya. Dan aku... berhasil menembus pintu hatinya dan ditempatkan sebagai seorang kawan. 

Menurutmu itu tindakan waras? Tidak. Dia bak setangkai mawar, indah kupandangi dari jauh. Namun, saat aku mendekatinya dia justru melukaiku. Semakin aku mengenalnya, semakin banyak pula nama-nama wanita cantik yang ia sebutkan dalam kisahnya. Aku hanya berperan sebagai wadah. Hatiku yang bolong, harus tetap bisa menampungnya dan menambal lubang itu sendirian. Sakit, apalagi tidak pernah ada namaku disebut selama dua tahun kami berteman. 

Entah siapa—atau apa—yang dia cari dari wanita, tapi berulang kali dia bergonta-ganti pasangan dan itu selalu tak bertahan lama. Alasannya putus cinta pun bermacam-macam, ada yang karena wanitanya terlalu manja, terlalu mandiri, terlalu tinggi untuk dicapai, terlalu posesif, terlalu overprotektif. Dan aku hanya bisa tertawa mendengar spesifikasi yang dia cari. Terlalu sempurna. Mana ada di dunia? Toh kalau aku jadi wanitanya pun, pasti ada kekuranganku sendiri yang akan membuat dia meninggalkan aku—jika dia tak mau menerimanya.

"Mana ada yang kayak gitu?" sanggahku. "Kalau kamu mau cari orang yang bisa terima kekurangan kamu, kamu juga harus bisa terima kekurangan dia. Jangan egois. Maunya dimengerti terus tapi nggak mau belajar buat mengerti orang lain."

Setelah itu, dia tak banyak bertingkah lagi. Dia tidak mencari wanita lagi. Penampilan dan sikapnya, tidak seperti biasanya saat dia sedang gencar mencari wanita. Kupikir, dia sudah lelah mencari orang yang cocok untuk bersanding. Padahal, saat itu pula aku masih menunggu namaku disebut sebagai wanita selanjutnya—atau bahkan mungkin berharap menjadi wanita terakhir. Konyol memang. Kenapa aku tak mengungkapkan perasaanku kepadanya ya? 

Aku terlalu banyak pertimbangan, lebih tepatnya takut dengan penolakan. Aku takut sikapnya tak akan sama lagi setelah aku mengungkapkan perasaanku. Bagiku, berada di sisinya, mencoba menguatkannya saat ia goyah adalah hal yang indah. Dan aku tak ingin kehilangan momen ini. Namun, sepertinya strategiku salah. Semua yang kudapat hanyalah luka. Aku terlalu banyak diam. Mereka yang menyatakan perasaannya lebih dulu justru yang berhasil mendapatkan dia. Apakah sistem kerja romansa di dunia ini adalah siapa cepat dia yang dapat? 

Beberapa bulan, aku tak mendengar kabar dia jatuh cinta lagi. Usia pertemanan kita pun terus bertambah. Aku heran tapi tak mau tahu. Aku cuma mau tahu, kapan namaku akan terpatri di hatinya.

"Nggak ada cerita baru nih?" tanyaku saat ia sedang sibuk dengan laptop dan kursor yang berkedip.

"Cerita apaan?" 

"Cewek baru... mungkin?" ucapku ragu. 

"Nggak ada," singkatnya. "Lagi sibuk proyek dulu. Urusan cewek nanti lagi."

Lantas, ia kembali sibuk dengan pekerjaannya. Aku hanya duduk termenung. Setan apa yang sedang merasuki dia? Kenapa tujuannya tiba-tiba berubah haluan?

Hari demi hari berlalu. Satu minggu. Dua minggu. Tiga minggu. Satu bulan. Dua bulan. Aku sudah lupa dengan tujuan utama dia, manusia pencari cinta sejati. Aku pun menganggap perjalanan ini sudah usai. Garis finish-ku adalah seorang teman cerita. Hari terus berjalan. Usia pertemanan kami pun genap menginjak usia dua tahun. Dia sudah vakum selama enam bulan. 

Suatu hari, dia tiba-tiba berbeda. Si Pencari Cinta Sejati sudah kembali. Parfum satu botol dia guyurkan ke seluruh badannya. Rambutnya yang biasanya tak ditata rapi pun tiba-tiba berubah. Wajahnya terlihat sumringah. Semua gelagat enam bulan yang lalu pun kembali. Jelas, dia sudah kembali. Namun, ada satu hal yang mengganjal. Dia tidak cerita apa pun tentang wanita yang ini. Sama sekali. 

Berhari-hari dia terlihat seperti orang yang berbunga-bunga. Seolah kebahagiaan selalu menyertai langkahnya. Aku turut bahagia melihatnya. Walaupun ada sedikit kekhawatiran dan rasa iri terbesit dalam dada. Yang pertama, aku iri karena ada wanita yang bisa membuat dia bahagia setiap hari. Yang kedua, aku khawatir dia diam-diam menyebar undangan. Hal yang kedua, hanya asumsiku saja tapi cukup membuatku sakit. Pikiran yang nakal, berani-beraninya menyakiti hati yang rapuh. Daripada hatiku terus digerus asumsiku, aku pun mencoba bertanya langsung padanya.

"Kamu lagi jatuh cinta ya?"

"Hah?" Dia menghentikan aktivitasnya sejenak. Ia melirik sejenak, lalu melemparkan pandangan lagi. "Nggak usah ngarang."

"Aku peka kok. Aku bisa merasakan perbedaan orang yang waras dan orang yang bodoh karena cinta."

"Jatuh cinta sama siapa sih? Emangnya kamu tahu? Kok tiba-tiba tuduh orang lagi jatuh cinta?"

"Nggak. Tapi kamu benar lagi jatuh cinta, kan?" Aku menilik wajahnya mencari jawaban serta kejujurannya yang barangkali tersimpan dibalik matanya. "Aku nggak tahu ke hati mana lagi kamu berlabuh, yang aku tahu kamu lagi jatuh cinta. Kamu lagi rela bodoh demi seseorang. Iya, kan?"

"Dih, sok tahu," ucapnya dengan tawa ledekannya.

"Heh! Kita berteman nggak cuma dua hari doang ya. Dua tahun, sudah dua tahun, Raffi!"

"Iya deh...." Ia mengalah dan mengakuinya. Namun, tak ada rasa senang atau penasaran yang menghinggapiku. Sebab, aku tahu, pekerjaan utamaku akan kembali setelah ini. Menampung kisah cinta dia dan wanita barunya di hati yang bolong.

"Pantesan beda," celetukku. Aku membuang pandanganku setelah menemukan jawaban yang aku cari. "On the way jadi orang bodoh lagi."

Dia tiba-tiba duduk di sampingku. Lengannya yang bertumpu di atas meja hanya berjarak beberapa milimeter dari lenganku dan bahunya hampir menyentuh bahuku. 

"Kamu mau tahu nggak, siapa yang kali ini bikin aku rela menjadi bodoh?"

Aku sudah tahu itu bukan aku. Hatiku baru saja remuk kembali oleh fakta dia sedang jatuh cinta—lagi. Aku terlalu terbiasa dengan dia yang sedang tidak menjadi bunga mawar. Jadi, demi melindungi diriku dari tusukan duri itu, aku akan menanyakan tentang itu lain kali.

"Kalau orang itu bukan aku, aku nggak peduli sih."

Entah mengapa, justru kalimat itu yang keluar dari mulutku. Aku sendiri justru kaget setelah sepersekian detik mendengar ucapanku sendiri. 

Dia menahan tawanya agar tidak lepas di tempat umum. Lantas, tangannya menyentuh kepalaku dan ia mengusapnya sembari mengacak-acak rambutku. "Kalau gitu, mulai sekarang waktunya kamu buat peduli tentang itu."

Alamak, duri itu melunak. Duri itu bukan membuatku berdarah, tapi kini menyengatku dengan kejutan asmara. 

Baca juga cerita pendek lainnya di sini

Duri Mawar Sengat Asmara by Nadhishafa

Michiko ♡

20 September 2022

Beautiful Soul Has Gone

12:29 PM 0 Comments
Bunga yang paling indah selalu dipetik lebih dulu. Begitulah orang-orang di sekelilingku berkata.

Beautiful Soul Has Gone 

Hal ini aku akui saat orang-orang terkasihku pergi. Beberapa hari yang lalu, aku mendapatkan kabar kepergian salah satu temanku saat SMA. Kalau kamu tahu dia pernah ada di kisah-kisah SMA yang pernah kutulis di sini.

Di sini, aku bermaksud untuk mengabadikan dia dalam tulisanku sehingga suatu hari nanti aku bisa mengenang dia dengan segala tingkah laku dan keceriaannya.

Namanya Farah. Kalau kamu pernah baca tulisanku seharusnya kamu tahu seakrab apa dulu aku dengan dia semasa SMA. Aku pernah mengucapkan ulang tahun dan menceritakan sepenggal kegilaanku dengan dia di tulisan Kado Ulang Tahun Farah. Dia teman sekelasku. Sebenarnya, aku nggak tahu kenapa kita bisa menjadi dekat tapi semua berawal dari kami yang sama-sama mengambil jurusan bahasa Mandarin. Aku pernah menceritakan momen itu di kisah D'trebbles di tulisan berjudul Trouble Maker. Dia salah satu di antara para trouble maker kala itu. Seringkali, aku dan dia belajar bersama. Kami lulus ujian bersama, remidi juga bersama.

Selama SMA, aku nggak punya circle untuk bergaul. Aku ngobrol dengan siapa pun, berteman juga dengan siapa pun. Namun, ada kalanya saat itu aku juga merasa kesepian dan berjalan sendiri. Namun, kehadiran Farah justru menghapus itu semua.

Dia yang selalu menemani ketika aku sedang sendirian. Dia yang selalu mencariku saat aku nggak ada di dekatnya. Dia juga yang selalu merangkulku saat aku sedang sedih. Dia anak yang baik dan sangat ceria, hobinya adalah tertawa. Seperti yang pernah aku bilang, dia si Hitam Manis, kala tertawa matanya menyipit dan ada lekuk kecil lesung pipit di atas tulang pipinya. Orangnya amat tulus berteman dengan siapa pun.

Pernah suatu hari, aku mau mengikuti ujian tulis di Yogyakarta, aku sempat mencari tempat untuk singgah semalam. Akan tetapi, Farah dengan senang hati menawarkan, "Nad, kamu nginep di tempatku aja!"

Sore harinya, sehari sebelum ujian, dia menjemputku ke terminal. Kami makan di sebuah restoran cepat saji sambil mengobrol tentang persiapanku untuk ujian. Malamnya, dia mengajakku untuk survey tempat ujian yang mana jaraknya sangat jauh bahkan ditempuh sekitar 20 menitan. Awalnya, kami mau cari hotel penginapan saja di dekat situ—mengingat jarak tempat Farah dan tempat ujian jauh banget—tapi akhirnya nggak jadi. Kami kembali ke tempat Farah, di sana aku belajar buat ujian.

Farah sudah jadi mahasiswa UGM kala itu, sedangkan aku masih berusaha untuk bergabung ke sana. Saat aku belajar, Farah ada di sampingku. Dia membantuku belajar juga, katanya dia sudah lupa dengan semua rumus dan hafalan yang setumpuk itu. Akhirnya, saat kutinggal menghitung dia tertidur di sampingku. Malam itu aku hanya tidur 2 jam—dan Farah masih ada di tempatnya saat aku membuka mata. Farah ikut tidur di karpet bersamaku.

Pagi itu, dia juga mengantarku padahal aku sempat bilang kalau aku akan naik ojek online. Akhirnya, tetap saja dia mengantarku bahkan menunggu sampai aku selesai ujian. Ya Tuhan, ada orang sebaik ini ya?

Kalau aku ingat-ingat kebaikan dia, banyak banget! Momen kami bersama juga nggak bisa kuceritakan satu per satu. Namun, itu semua pasti akan selalu aku ingat.

Seperti yang orang bilang, bunga terindah selalu dipetik terlebih dahulu—dan kamu lah yang terindah saat ini, Farah.

Rest in peace beautiful soul. See you in eternity. 🥀❤️
Good bye, Farah! You're beautiful until the end 
Love,

Michiko ♡

1 Oktober 2019

Kawan Lama

2:30 PM 1 Comments
Siapa kawan lama yang kau rindukan?
Apa kau masih berkomunikasi dengan mereka?
Atau... mereka terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing sampai melupakanmu?

Waktu terus berjalan mengikis segala cerita. Kisahku dan kawan-kawan lama berakhir begitu saja. Selepas berpisah, kami semua berpencar. Ada yang kuliah di jurusan teknik, pendidikan, kedokteran, teknologi, dan ilmu yang lainnya. Ada pula yang membanting tulang untuk mandiri dalam menjalani kehidupan atau mungkin memang tuntutan hidup yang mengharuskan. Bahkan mungkin, ada pula yang telah berpulang ke pangkuan Sang Pencipta.

Kawan apa yang sedang kau lakukan sekarang?
Kawan, apakah kau merindukanku?
Ataukah kau masih mengingatku? Atau justru melupakanku?

Malam itu, aku termenung di atas tempat tidurku. Tidur berbantal lengan dengan mata yang terbuka menatap ke arah dinding polos yang hapa seperti hidupku kala ini tanpa dirimu, Kawan. Pikiranku melayang mengingat kala itu aku masih bisa tertawa bersamamu. Semakin lama tawa itu semakin jauh dan samar kemudian menghilang. Guratan wajahmu masih kuingat. Lengkungan senyumanmu masih dapat kubayangkan. Matamu yang melengkung bak bulan sabit ketika kau tersenyum pun masih dapat kukagumi walau aku hanya melihatmu dalam anganku. Ingatkah kau pada masa-masa itu wahai kawan? Atau... itu hanyalah fase kehidupanmu yang tidak begitu berarti hingga saat ini kau tinggalkan? 

Saat ini, telepon genggam sudah menjadi primadona di seluruh kalangan umat manusia. Semua yang memilikinya bahkan tidak bisa hidup tanpanya. Namun, mengapa sampai saat ini namamu tidak pernah muncul pada notifikasiku? Padahal aku tahu, kau tidak pernah meniggalkan telepon genggammu dalam jangka waktu yang lama. Bahkan kini, yang dapat kulihat hanyalah potongan namamu yang tertulis pada sebuah kotak pesandengan tanda centang berwarna biru. Pesan itu sudah beberapa hari--atau bahkan beberapa bulan yang lalu belum kau balas sampai saat ini.

Ingatkah kau pada masa-masa itu wahai kawan? Kala itu kau sering bertanya apakah aku sampai di rumah dengan selamat. Kau juga sering bertanya apakah tugas sudah aku selesaikan. Kau juga selalu bertanya, "Lagi apa? Sibuk gak? Aku kesepian."

Rupanya, semua keadaan itu berbalik. Kini, kau tak pernah tahu bagaimana kehidupanku dan apa saja yang telah kulalui tanpa dirimu. Kini, aku yang sering bertanya-tanya di dalam benakku, "Lagi apa di sana? ? Apa tidak rindu kepadaku? Sibuk ya? Aku sedang kesepian tapi aku tak bisa mengganggu waktumu. Kamu terlalu sibuk."


Kehidupanku dan kehidupamu saat ini amat berbeda. Aku sibuk dengan kehidupanku dan kamu sibuk dengan kehidupan barumu. Aku paham, bahwa setiap manusia memiliki waktunya tersendiri. Tetapi... bisakah kau luangkan sedikit waktumu agar kita dapat mengenang kisah kehidupan masa lalu yang pernah kita lalui bersama? Mari kita ingat kembali bahwa kau pernah menjadi bagian hidupku dan aku juga pernah menjadi bagian dari hidupmu walau kau anggap hanya sebuah angin lalu. Kawan, aku rindu.

6 Februari 2018

Pesta Kebahagiaan Curut Raksasa

11:59 PM 0 Comments
Halo! 
Di postingan ini aku mau memberikan kado. Seperti biasanya, memberi kado abadi untuk kawan-kawan yang ada di sekelilingku sebagai bentuk apresiasi terhadap mereka yang bersedia untuk berada di sampingku.

Hari ini, tanggal 6 Februari, siapa yang ulang tahun ya? 

Hari ini adalah ulang tahunnya, Curut Raksasa! Dia adalah pejantan yang memiliki potongan gaya rambut unik. Rambutnya ada buntutnya kayak tikus. Makanya, kali ini aku menyebutnya Curut Raksasa. Dia berbadan pendek untuk seukuran laki-laki, badannya gempal, dan matanya sipit dengan kacamata membuat matanya jadi tinggal berbentuk garis macam tanda setrip. Dia adalah salah satu teman kampusku yang dekat denganku juga. Panggil saja dia Aldo.


Aldo adalah salah satu kawan sekaligus "bestfriend" yang aku punya. Dia suka menemani aku jalan ke mana-mana. Pokoknya kami macam partner in crime lah. Mau jalan, gas aja. Mau nonton, hayuk! Mau adu bacot, diladenin sampai mulut berbusa. Mau berbagi cerita, didengarkan walaupun diulang-ulang kayak kaset rusak. 

Pertama kali berkenalan dengan dia adalah saat semester dua. Sebenarnya kami satu kelas sih di semester satu, tetapi dia ansos, guys. Benar-benar nggak pernah kelihatan di kampus kalau nggak ada kelas. Orangnya juga judes dan sinis banget. Mentang-mentang matanya sipit jadi demen banget sinis sama orang. 

Awalnya, kami kenal lewat chat di LINE. Saat itu, pertama kali memasukkan KRS, maklum maba masih agak bego dan awam tentang dunia perkuliahan. Aku saat itu sedang pulang kampung, meninggalkan perantauan. Kebetulan, ada satu kelas yang mengharuskan aku untuk chat dia, yaitu menanyakan kelas bahasa Mandarin. Wah, ngomong-ngomong kelas bahasa Mandarin, jadi rindu Laoshi dan D'trebbles. 

Baca kisah D'trebbles di sini: Trouble Maker 

Aku tipe orang yang kalau chat dengan orang lain merasa nggak nyaman kalau dicuekin. Sedangkan, saat itu dia balasnya jutek banget. Seadanya gitu. Singkat, padat, jelas. Cuma aku pura-pura haha-hihi aja karena butuh. Nggak disangka, ternyata chat itu berlanjut terus sampai perkuliahan dimulai. 

Saat liburan, aku pernah bercanda buat minta dijajanin. Eh ternyata ada waktu masuk kuliah, aku betulan dibeliin makanan masa. Saat itu sedang jeda antar mata kuliah, aku dipanggil Aldo ke tempat persemayamannya, kursi sofa yang terdapat di depan kipas angin. Sekalian ngadem. Aku dikasih Pocari Sweat yang botol satu liter dan Pocky empat kotak. Sejujurnya, aku nggak enak banget menerimanya. Apalagi itu pertama kalinya aku bertemu dan berkomunikasi langsung dengan dia tetapi dia terlanjur beliin makanan itu buatku. Jadi, aku terima saja. Itu lah interaksi aku dengan dia setelah kami menjadi teman satu kelas selama setengah tahun. Parah gila.

Setelah pertemuan itu, kami jadi lebih dekat. Kami sering hang out bareng, jalan-jalan keliling kota, atau main ke mana aja. Sering juga curhat dan bertukar cerita kalau nongkrong. Kendalanya, dia kalau ngomong suka belibet. Jadi, aku harus berpikir keras sampai otak kopong karena mencerna kalimatnya. Walaupun hasilnya kadang nyambung kadang ngebul tapi sia-sia. 

Aldo ini orang yang baik, tapi gak tahu tuh baik sama semua orang apa cuma pencitraan aja. Eh. Pandanganku sih, dia orang yang cukup setia, katanya dia pernah nggak bisa move on dari mantan gebetannya selama kurang lebih empat tahunan. Terlepas dari umurnya yang lebih muda daripada aku, dia ini punya pemikiran bapak-bapak alias dewasa. Beda jauh dengan sifatku yang manja. Semenjak berteman dekat dengan dia, aku merasa seperti punya seorang kakak, padahal aku anak sulung. Kalau ada masalah, biasanya aku curhat kepada dia dan dia sukarela bantu untuk mencari solusi. Dia juga suka menolong. Kalau ada orang kesulitan, semuanya dia tolongin. Waktu kami sedang mencari makan di luar, ada anak alay yang jatuh dari motornya. Motornya nyungsep ke parit. Temannya malah ketawain doang, tetapi Aldo langsung berhenti makan dan beranjak dari tempat duduk buat tolongin dia. Dia juga orang yang peka. Cemberut sedikit, ditanya. Diam sedikit, ditanya. Kedip sedikit, ditanya. Nafas sedikit juga ditanya.

Kelihatannya sempurna, ya? Eits, nggak juga. Nggak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan yang seimbang, termasuk Aldo. Dia juga memiliki kekurangan. Sifatnya yang kurang aku suka sih dia orangnya jutek dan judes, sinis, pelit, posesif, dan kepo kebangetan. Orangnya sebenarnya ramah kalau diajak bertegur sapa tetapi dia seperti membatasi lingkaran pergaulannya. Dia juga suka marah kalau aku nakal. Saat yang menyebalkan pasti dia selalu bertanya aku di mana, dengan siapa, semalam berbuat apa? 

Banyak perbedaan di antara kami seperti ras, suku, bangsa, agama, tetapi itulah kegunaannya kami berteman, yaitu untuk saling melengkapi. Inilah contohnya Bhineka Tunggal Ika.

Hari ini adalah hari di mana ia menetas. Nggak banyak yang bisa aku berikan untuknya. Soal kado dalam bentuk barang, anak kos mohon dimaklumi ya. Jadi, aku hanya bisa memberikan secercah doa dan harapan.

Teruntuk Aldo,
Selamat hari brojol. Tuhan memberkatimu. Semoga semua angan dan cita-citamu tercapai. Mudah-mudahan diberi umur yang panjang, sehat selalu, selalu bahagia dan sejahtera dalam hidupnya. 

Baca kado-kado abadi yang lainnya klik di sini

Maaf ya, baru ucapin selamat hari ulang tahun jam 23.59 WIB. Biar jadi orang yang terakhir ucapin ulang tahun. Karena aku suka jadi yang terakhir bagimu. EAAAA APA SIH. 

Oke, sekian kado abadi ini aku berikan untukmu. Jangan lupa, setiap kali ulang tahun datang ke sini ya. Baca ini sebagai kado dari aku kalau aku nggak sempat memberikan kado bentuk fisik untukmu.

Have a nice day, 

Michiko ♡ 

22 Februari 2017

Hari Menetas Momo

12:00 AM 0 Comments
Coba tebak, hari ini aku mau menulis apa? Eh harusnya sudah bisa ketebak ya, aku mau membuat kado abadi untuk seseorang yang berulang tahun pada tanggal 22 Februari. Siapa tuh? Orangnya ada di postingan yang sebelumnya lho. ( Dia ada di postingan Surat Kecil Untuk Lord )

Ciri khas orang yang berulang tahun adalah matahari mini alias si rambut pirang. Rambutnya yang berwarna cerah kayak matahari kalau terkena sinarnya, jadi oranye bagai lembayung senja gitu. Dia  ini adalah teman kampusku, teman sekelasku dan teman sebangkuku. Perempuan ini adalah manusia yang paling cuek dan dingin juga. Pendiam dan menanggapi obrolan seadanya aja. Akan tetapi, selama berteman dengan dia nyambung aja sih dan sekarang dia sedang berulang tahun.

Balon online untuk Momo

Pertama kali bertemu dengannya adalah saat kami masih maba alias mahasiswa baru. Kami masih terasa asing dengan lingkungan kampus sehingga saat mau bertemu dosen doang harus janjian dulu biar datangnya ramai-ramai. Maklum masih awam, takut dilabrak kating. 

Aku kenal lewat grup chat LINE karena dia ini kalau lewat chat rusuh abis, sama sih aku juga. Kami berdiskusi tuh mau pergi ke kampus bareng dengan janjian di tengah jalan, kami sama-sama anak kos yang belum tahu lingkungan sekitar. Mencari titik untuk bertemu tetapi dua-duanya nggak paham arah. Setelah panjang berdiskusi, grup chat terasa seperti chat privat, hasil keputusannya adalah kita bertemu di kampus saja hahahaha. Emang ini freak banget sih asli. Sudah berisikin notifikasi grup, ujungnya malah ketemu di kampus.

Nah, saat hari H itu kami bertemu di depan rektorat. Dia sedang duduk termenung menunggu pujaan hatinya. Nggak deng, dia bilang itu temannya. Kemudian dia menyuruh aku duluan. Tetapi aku kan takut ya, nggak tahu jalan gitu. Aku pun menunggui dia saja dan temannya itu. Lagipula dia juga sendirian daripada melamun mendingan mengobrol sama aku.

Setelah beberapa lama menunggu, temannya pun datang. Eh cowok ternyata, pujaan hatinya kali ya. Uhuk. Kami pun naik ke lantai tiga dan pergi menemui dosen. Setelah meminta tanda tangan, kami duduk di sofa yang terletak di lobi lantai tiga dan mengobrol sebentar, kenalan gitu deh.

Pertama kali masuk kelas, dia ini duduk di bangku paling depan dan pojok kanan. Sendirian. Aku duduk saja di sebelahnya, mengisi ruangan yang kosong karena kalau di sekolah semua kursi pasti terisi penuh. Ternyata, kursinya sisa banyak banget dan baris depan selalu kosong dan hanya diisi oleh kami berdua. Sejak sering duduk bersebelahan, kami jadi lebih dekat dan mengenal lebih jauh satu sama lain. Kami juga sering pulang jalan kaki bersama kalau kelas selesai pukul 8 malam, berhubung kos kami searah. Sebelum pulang biasanya mampir di tukang nasi goreng depan kampus, kami sebut nasi goreng legend. Kami lebih mudah akrab sih, soalnya nasibnya sama, sama-sama anak kos yang budgetnya tipis. Hiks sedih banget.

Lama kelamaan, kami makin dekat. Kami sering cari makan bersama juga di sekitar kos atau kampus. Kadang-kadang kalau waktunya pulang kampung kami juga pulang bareng naik bis karena searah. Selain itu, kami jadi sering curhat masa-masa semester satu saat masih polos, ngobrol ngalor ngidul nggak jelas. 

Momo ini orang yang pintar berbahasa. Bahasa Inggris dan Bahasa Jepangnya mantap. Dia juga rival akademik aku sih, patokan saja biar aku semangat untuk kuliah. Kami beda latar belakang, semasa SMA dia mengambil jurusan bahasa sedangkan aku mengambil jurusan IPA. Kadang, aku juga suka banyak bertanya sih kalau nggak paham tentang sesuatu ke dia. Dia juga nggak pelit ilmu sih soal bahasa Jepang. Jadi, kalau ada materi yang nggak aku pahami, aku biasanya tanya dengan dia.

Soal sifat dan sikapnya selama aku mengenalnya, mau tahu yang jelek dulu apa yang baik dulu? Mau yang awalnya manis, tetapi berujung pahit? Atau mau yang awalnya pahit, tetapi berujung manis? 

Momo ini orang yang baik. Walaupun dia anak kos, dia selalu ingin traktir orang yang makan bersamanya tetapi tahu diri saja woy masa anak kos mau dipalak. Momo juga orang yang dewasa, pemikirannya terbuka dan suka melihat suatu fenomena dari segala sisi. Saat aku mulai menyerah dan terpuruk dalam hidup, dia selalu memberikan solusi yang oke banget. Dia cukup dewasa untuk menghadapi aku yang cover-nya kekanak-kanakan. 

Orangnya juga pengertian, makanya aku suka curhat dengannya karena karena dia merupakan pendengar yang baik. Kalau aku sedang galau karena si doi atau karena masalah pribadi, dia mengerti apa yang aku rasakan. Asik. Dia juga suka menolong. Kalau aku sedang ada dalam kesulitan, seperti dompet ketinggalan atau sedang menghadapi kebingungan yang melanda dalam belajar, dia akan membantuku buat talangi makan atau belanjaan. Dia juga orang yang perhatian. Ketika aku sakit, dia bisa saja datang ke kosku dan membawakan obat untukku. So sweet ya.

Namun, nggak ada orang yang sempurna di dunia ini. Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan yang seimbang, termasuk Momo. Dia juga memiliki kekurangan. 

Momo ini orangnya jutek dan cuek, kalau melihat dia sebagai orang yang nggak pernah kenal sih bawaannya takut aja mendekati dia soalnya terasa dingin banget dan jutek. Aku pun pertama kali takut dengan dia. Dia pendiam dan gengsi untuk mengajak orang lain berkenalan duluan, makanya kelihatan seram. Cuma don't judge a book by its cover, setelah berkenalan juga nanti tahu sifat aslinya seperti apa.

Dia galak dan sentimental, dia orangnya sensitif banget. Ada yang salah sedikit nanti dia merasa bersalah dan banyak minta maaf. Kalau dengan laki-laki biasanya dia bersikap tegas dan galak sih. 

Selain itu dia tertutup dan perfeksionis, hal yang paling menyebalkan darinya. Ketika aku mengajaknya berbicara, dia malah melamun entah apa yang ia pikirkan. Mungkin, karena ada masalah tersembunyi yang ia pikirkan dan gak mau menceritakannya padaku. Suatu ketika, dia sedang gelisah galau merana dan aku nggak tahu penyebabnya. Kemudian, dia badmood seharian dan mengasingkan diri dari keramaian termasuk memisahkan diri dari aku dan merasa tidak ada yang peduli padanya. Padahal, dari jauh aku bertanya-tanya, dia kenapa tiba-tiba seperti itu bukannya bercerita padaku? Tetapi, aku biarkan saja dia sendiri dulu, mungkin dia butuh waktu untuk sendiri. Dia juga bakal kepikiran kalau nilainya kurang sedikit dari kata sempurna. Ketika aku melihat lembar jawabannya, angka yang tertulis adalah 98 dari 100. Please, it's almost perfect and better than me.

Walaupun begitu, dia termasuk orang yang aku sayangi. Ia mampu mengembalikan kepercayaanku yang sempat sirna dan tak mau lagi membuka hati untuk orang lain. Banyak perbedaan di antara kami seperti ras, suku, bangsa, agama, tetapi itulah kegunaannya kami berteman, yaitu untuk saling melengkapi. Inilah contohnya Bhineka Tunggal Ika.

Hari ini adalah hari di mana ia menetas. Nggak banyak sih yang bisa aku berikan untuknya. Kado bentuk fisik pun cuma bisa aku berikan kalau ada duit lebih, maklum ya anak kos gini tipis banget kantongnya. Jadi, aku akan mendoakan dia dulu saja. 

Teruntuk Momo.
Selamat hari menetas. Tuhan memberkatimu. Semoga semua angan dan cita-citamu tercapai. Mudah-mudahan diberi umur yang panjang, sehat selalu, selalu bahagia dan sejahtera dalam hidupnya, bisa merelakan doi bahagia bersamanya. 

Sudahlah segitu aja, mungkin suatu saat nanti kalau dia ulang tahun lagi, dia harus datang ke postingan ini untuk mengenang dan membaca doaku untuknya lagi! Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu. 

Have a nice day,


Michiko ♡

Photo by Morgan Lane on Unsplash

24 Oktober 2016

Surat Kecil untuk Lord

6:00 PM 0 Comments
Tanpa basa-basi mari kita langsung ke inti! Seperti biasanya, kalau ada kawan yang berulang tahun selalu aku buatkan kado abadi di blog ini. Persis seperti dua kawanku sebelumnya. Kali ini, aku akan memberikan kado ulang tahun untuk teman kuliahku. Iya, aku sudah kuliah gaes setelah menghadapi examination syndrome dan bermacam-macam tetek bengek ujian serta perpisahan.

Kawanku yang satu ini berulang tahun hari ini, 24 Oktober. Bertambah dari 18 tahun jadi 18+ tuh. Siapakah dia? 

Ceritanya ada efek suara. Traktak dung cess.

Mari berkenalan dengan orang yang hari ini berulang tahun. Sebelumnya, aku nggak pernah menceritakan dia. Lagipula kami juga baru kenal tiga bulanan sih. Panggil saja dia Lord, itu panggilan kawan-kawan kampus kepadanya. Nggak tahu sih asal-usulnya kenapa bisa dipanggil begitu. 

Lord adalah orang yang pertama kali aku jumpa sejak menginjakkan kaki di kampus. Saat itu aku hanya kenal dengan satu perempuan yang kurus dan tinggi, panggil saja Chaca. Saat duduk di depan rektorat, Lord datang menghampiri kami berdua dan itulah pertama kali aku mengenalnya. Saat itu kami mau mengambil buku panduan kampus, maklum masih maba alias mahasiswa baru.

Pertama kali jumpa, aku punya first impression kalau dia ini orang yang lugu dan kalem. Namun, langit berkata lain. Ekspektasi nggak selalu sama dengan realitanya. Ternyata, dia orang yang paling petakilan dan rusuh banget kelakuannya dari semua kawan satu angkatan. Nggak ngerti lagi deh. Apalagi kalau sudah membentuk trio dengan partner in crime-nya, Aaron dan Andrew.

Trio ini adalah makhluk paling rusuh, paling petakilan, paling humoris, ah pokoknya edan. Walaupun memang sih, dari tiga orang itu Lord yang paling kalem, tetapi tetap aja tingkat kekalemannya itu di batas KKM alias nggak lulus sensor.

Setelah mengenalnya lebih jauh, Lord ini orangnya penurut kayak peliharaan. Eh. Kalau dia dikerjain oleh temannya pun kok manut saja gitu. Rela tersakiti demi membahagiakan kawannya. Mengenaskan sekali. Dia orangnya bully-able, makanya orang tuh betah buat jahil sama dia dan dia pun selalu pasrah saja. Nanti kita bully Lord bareng-bareng, yuk! 

Bagaimanakah bentuknya Lord? Penasaran, nggak? Baiklah, aku akan mendeskripsikannya. Jadi, Lord itu seorang makhluk yang memiliki kromosom seks XY alias makhluk pejantan. Dia punya kulitnya sawo matang cenderung gelap, rambutnya ikal, punya mata empat alias berkacamata minus 3, punya hidung, punya mulut, punya telinga, punya dua tangan, dan punya dua kaki, serta jari-jarinya alhamdulillah lengkap. Nomor sepatunya 41, barangkali ada yang mau beliin dia sepatu.

Setelah mengetahui fisik dan psikis pada jenis spesies ini, mari kita lanjutkan ke pembahasan utama. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mempersembahkan beberapa wish dari makhluk-makhluk edan yang kelakuannya tidak berfaedah, anak-anak asuhannya Lord.

Aaron
n. Pipi bakpao. Badannya juga serupa sama bakpao. Kromosom seks XY. Biasanya dipanggil Cino.


Andrew
n. Cleaning service grup LINE. Manusia yang satu ini hobinya adalah mengirim stiker orang sedang mengepel di grup chat LINE. Kromosom seks XY. Sering dipanggil Pak Pel.

Mualif
n. Manusia dingin dan cuek. Hobi mengirim stiker kuda. Badannya paling kecil dari trio dan bermata empat. Kromosom seks XY. Hati-hati, dia galak.

Momo
n. Peliharaan kesayangan aku. Kromosom seks XX, berkaca mata, dan berambut pirang yang beregenerasi menjadi hitam. Mualif versi cewek, sama galaknya hahahaha.

Chacha
n. Perempuan kurus yang ditemukan pertama kali oleh Lord dan aku. Badannya kurus, tinggi, berkacamata. Kromosom seks XX. 

Vicky
n. Perempuan yang paling sengak dan kelihatan galak. Badannya tinggi dan gempal. Dia memiliki jumlah kromosom 44A+XX.

Upik
n. mamanya Choki. Demen banget sama kucing. Badannya paling mungil dari semua yang kasih wish. Dia berkromosom seks XX.


Dan yang terakhir adalah wish dari aku:

Semoga tambah cakep ya, Lord. Mancing banget ini mah biar ditabok rakyat. Oke, ini harapan yang sesungguhnya. Tambah ndut ya. Tambah bawel juga biar mommy-able. Tambah pasrahan juga biar bully-able. 

Bagaimana rasanya habis basah-basahan dengan air aqua? Mantap?

Tadinya sih mau dikerjain, sekalian dikasih hantu berhubung Lord penakut atau dibikin nangis gitu. Namun, rencana gagal semua karena chat bersama orang-orang di atas dipenuhi obrolan yang nggak berfaedah dan ngalor ngidul. 

Baca juga kado abadi untuk kedua kawanku: Kado Ulang Tahun Nonny dan Kado Ulang Tahun Farah 

Jadi, wish ini aku sampaikan sebagai perwakilan dari kami semua untuk Lord. Semoga panjang umur dan bahagia selalu. Happy birthday, Lord! 

Have a nice day,

Michiko ♡

1 Juli 2016

Aku dan Senja

12:01 PM 0 Comments
Hello!
Aku baru balik nih. Berapa lama nggak nulis? Gara-gara kebanyakan malasnya. Jadi, aku pos di blog semaunya aja hehehe. 

Sekarang ada pembahasan baru nih, gosip terhangat sehangat tahu bulat lima ratusan yang digoreng dadakan gurih nyoy. Ah, jadi pengen tahu bulat. 
Hari ini, aku mau cerita tentang si doi. Kode-kode sedikit lah ya. Hari ini dia ulang tahun. Sebenarnya tulisan ini jadi ajang kode keras gitu deh hahaha. Semoga dia gak baca, mau ditaruh di mana muka aku kalau dia tahu aku bercerita tentang dia? Haduh, malu.

Aku sudah pernah cerita tentang dia sedikit, dia dikisahkan dalam postingan Secret Admirer. Disebutkan bahwa, aku menjadi penggemar rahasianya selama lima tahun. Jadi panggil saja dia Senja karena dia ini sangat tampan di kala senja. Nggak deng, bercanda. Pokoknya, kalau urusan asal-usul nama samaran cuma aku doang yang tahu kisahnya deh, soalnya ini rahasia.

Baca rahasia seorang penggemar rahasia: Secret Admirer


Jadi begini awal mula ceritanya...

HEY AKU DEG-DEGAN.
Ini adalah kisah cintaku di zaman SMP, cinta monyet yang masih bertahan sampai saat ini. 

Aku adalah seorang murid baru di sebuah sekolah Islam terpadu yang cukup dikenal untuk kalangan sekolah yang baru berdiri. Yap, aku merupakan siswa pindahan. Aku masuk ke sekolah ini setelah tiga bulan dimulainya pembelajaran. Di sekolah ini, kelas perempuan dan laki-laki dipisah. Namanya juga sekolah Islam terpadu, harus ada sekat jarak antara perempuan dan laki-laki. 

Nah, dari sini lah dimulainya kisah itu. Kelas perempuan saat semester pertama ada di lantai dua, sedangkan kelas laki-laki ada di lantai satu. Awalnya, kami nggak saling kenal sama sekali. Benar-benar nggak kenal. Jangankan berkenalan, tatap mata atau melihat wajahnya sekali saja sudah malu banget. Semester pertama, aku sama sekali nggak mengenal laki-laki dan banyak sekali desas-desus yang berkata kalau aku ini jutek bin judes. Emang iya sih, soalnya aku memang agak kasar kalau berhadapan dengan laki-laki. Entah kenapa, tapi itu reaksi yang selalu aku berikan kalau berurusan dengan laki-laki.

Semester kedua, kelas perempuan dan kelas laki-laki ditukar. Kelas laki-laki di lantai dua, sedangkan kelas perempuan ada di lantai satu. Dikarenakan kelas perempuan bersebelahan dengan tangga, jadi nggak jarang para siswi duduk di anak tangga, sekadar untuk nongkrong saat istirahat. Tahu sendiri lah ya, jalan untuk lewat kalau dipakai sebagai tempat untuk duduk dan bersantai, nggak bisa dipakai sebagai jalur untuk lewat. Tangga itu menjadi salah satu akses yang bisa dilewati oleh kaum Adam yang mau pergi ke kantin. Biasanya kalau risih, mereka lebih memilih untuk menggunakan tangga di ujung gedung. Tetapi kadang ada juga yang nekat sih melangkahi para siswi yang sedang duduk di tangga. Biasanya, yang berani lewat itu cowok yang agak "bandel" dan kepedean dan sok ganteng walaupun beberapa emang ada yang ganteng. 

Ternyata, kebiasaan duduk di tangga, nggak cuma jadi kebiasaan para siswi tapi para siswa juga sama. Bedanya, mereka nongkrong di anak tangga yang bagian atas yang ada di sebelah kelasnya. Dari sini nih, aku mulai mengenal Senja. Nggak. Bukan berkenalan secara langsung. Lebih tepatnya, digodain oleh guru yang masih muda, yang bisa dibilang gaul lah sama para siswa. Guru ini biasanya ikut nongkrong di tangga atas bareng sama para siswa, sekadar bercanda atau curhat. 

Awal mulanya, saat sedang istirahat jam pertama. Aku baru selesai jajan dan mau kembali ke kelas. Aku sedang melepas sepatu karena di kelas memang nggak boleh pakai sepatu. Saat sedang sibuk lepas sepatu, aku dipanggil sama guru gaul yang lagi duduk di anak tangga atas. Lalu aku menoleh ke atas dengan jajanan yang penuh di kedua tangan. Aku menggubris panggilan guru itu, ya iyalah, masa dipanggil guru nggak menoleh.

Saat itu, aku melihat seorang laki-laki berambut ikal dengan baju biru motif kotak-kotak dan celana putih. Dia duduk tepat di sebelah guru yang memanggilku. Aku cuma sekadar tahu, nama dia Senja.  

Seperti biasa, laki-laki kalau iseng bagaimana sih? Guru itu tiba-tiba berceletuk, "Nad, ada salam dari Senja."

Nah, saat itu aku yang notabene adalah wanita kasar dan jutek, jelas nggak suka kalau digoda seperti itu. Aku mendengus, bibirku ditekuk, dan mendelik judes. Setelah itu, aku pun lewat aja tanpa peduli dengan perkataan guru yang hobinya memasang-masangkan siswa siswi. Aku sadar sih, emang reaksi aku itu agak kurang ajar. Hahaha. Tetapi sebenarnya, aku deg-degan, malu atau senang, entahlah. Bahkan sampai kepikiran juga. Namanya juga bocah, diciein sedikit bisa langsung baper [read: bawa perasaan]. Ternyata, setelah kejadian itu, perasaan aku jadi terasa ada yang beda. Nggak berhenti dalam waktu sehari dua hari saja. Perasaan itu malah berlanjut sampai aku naik kelas. 

Saat itu, sebenarnya aku sudah punya orang yang aku suka. Memang hanya sekadar suka aja, bukan pacar. Tetapi setelah kejadian itu, aku malah nggak bisa melupakannya. Jadi, hatiku terbagi dua. Aku menjadi fans berat seseorang dan--baru sadar--suka dengan Senja juga. Aku mencoba untuk memilih salah satu, Senja bukan pilihanku walaupun perasaan itu sebenarnya masih tersimpan di dalam. Aku nggak mengembangkan perasaanku pada Senja karena lebih fokus dengan orang satunya. Selama satu semester, aku nggak terlalu fokus terhadap perasaanku pada Senja. Jadi, aku nggak terlalu penasaran siapa orang yang dia suka, seperti apa latar belakangnya, atau apa saja hal-hal yang dia suka. 

Semester selanjutnya, aku merasakan hal yang berbeda. Perasaan yang aku simpan dalam-dalam, justru muncul lebih besar. Perasaan suka pada Senja tiba-tiba muncul, mungkin karena saat itu aku juga sedang berpikir realistis karena merasa nggak memungkinkan untuk suka dengan orang yang jauh lebih tua daripada aku apalagi jarak umur yang begitu jauh. Saat itu lah, aku mulai terfokus dengan Senja. Aku mulai penasaran tentang dia, latar belakangnya, siapa orang yang pernah dia suka dan siapa orang yang dia suka saat ini.

Setelah mengulik banyak fakta tentang Senja, ada suatu hal yang mengejutkan. Jelas, aku juga menyesal baru mengetahuinya. Aku mengetahuinya lewat Senja secara langsung melalui SMS. Iya, kami diam-diam kontakan, walaupun memang ada aturan bahwa siswa dan siswi nggak boleh berhubungan lewat mana pun. Tahu sendiri lah, label Islam terpadu dilarang berbicara hal tidak penting kepada yang bukan mahram. Tapi lupakan saja soal itu, kembali ke hal yang mengejutkan saja. Aku terkejut ketika mengetahui orang yang disukai Senja. Senja suka dengan sahabatku sendiri. Benar-benar sahabat dekatku, orang yang selalu pergi ke mana-mana dan mengobrol banyak hal denganku. Walaupun itu masa lalu, tetapi jelas itu cukup membuat aku terkejut. 

Fakta menarik lainnya, yang nggak kalah mengejutkan, ternyata sahabatku juga masih menyukai Senja. Kami baru dekat sejak semester tiga dan dia nggak pernah cerita apa pun tentang orang yang dia suka. Saat masih semester satu, dia pernah suka juga dengan Senja, lalu rasa itu ia kubur dan dia nggak pernah membicarakan tentang perasaannya pada Senja kepada siapa pun, termasuk aku. Ah, kisah cinta macam apa ini. Aku sepertinya memang ditakdirkan hanya menjadi seorang figuran dalam kisah romantis seseorang. Dengan keadaan yang seperti itu, mana mungkin aku bercerita tentang Senja, kan? Bisa-bisa aku dicap sebagai seorang pengkhianat, bahkan persahabatan kami bisa terancam hanya karena menyukai laki-laki yang sama. Sering banget sahabat aku ini menanyakan tentang orang yang aku suka, tetapi aku nggak berani mengungkapkan yang sebenarnya. Jadi, aku jawab orang yang suka adalah orang yang umurnya jauh lebih tua daripada aku, orang yang pernah aku suka sebelum aku menyukai Senja. Nama Senja jangan sampai disebut dalam keadaan ini. Orang-orang di kelasku pun, jadi tahu kalau aku suka dengan orang yang jauh lebih tua daripada aku, padahal saat itu sebenarnya aku sudah move on dan hatiku tertambat pada Senja. Walaupun sahabatku pernah bilang, nggak masalah kalau misalnya aku suka dengan Senja, tetapi untukku rasanya kurang etis saja sih apalagi dia belum melupakan Senja. 

Berbicara tentang SMS dengan lawan jenis, sebenarnya aku mendapatkan nomor Senja nggak mudah dan mencari topik untuk mempertahankan obrolan juga sulit. Apalagi di bawah ancaman peraturan kalau berhubungan dengan lawan jenis akan dipanggil ke ruang kepala sekolah. Ngeri juga. Tetapi dengan kedok kepentingan, aku menghubungi Senja lewat salah satu media sosial dan mendapatkan nomornya. Setelah mendapatkan nomornya, aku bimbang harus aku hubungi atau nggak, antara mau dan malu. Akhirnya, aku menghubungi dia. Awalnya, mengangkat topik tentang OSIS, saat itu kami tergabung dalam divisi OSIS yang sama. Semakin lama, semakin sering kami berkomunikasi. Awalnya penting, lama-lama jadi basa-basi nggak penting, bahkan sampai aku tahu siapa saja orang yang pernah disukai Senja karena kami sering berbalas SMS. Kadang, aku curi-curi pandang ke arah Senja ketika sedang rapat OSIS. 

Selama satu semester aku bertahan, berusaha menutupi semua. Aku pura-pura nggak tertarik kalau ada yang membicarakan Senja. Lama kelamaan, salah tingkah juga. Aku nggak bisa mengontrol reaksiku saat ada suatu hal yang berkaitan dengan Senja. Ternyata, rasa itu makin membuncah dan nggak mau disembunyikan lagi sehingga menimbulkan kecurigaan. Bukan Senja yang curiga, tetapi teman-teman satu kelasku. Senja sih mana peka soal begituan. Lagi pula, mustahil juga Senja akan membalas perasaanku kalau dia tahu tentang perasaanku. Toh saat itu aku juga jelek, sedangkan Senja... sulit membayangkannya kalau kami bersanding. Bisa jadi kisah Beauty and The Beast, tapi aku yang jadi beast.

Satu tahun jabatan berakhir, jabatan dalam organisasi pun harus berakhir. Saat-saat terakhir untuk menghubungi Senja dengan kedok mengoordinasikan laporan pertanggungjawaban. Kami makin asyik SMS-an, dia juga nggak seformal dulu dan lebih banyak curhat. Aduh jadi nyaman, bau-baunya aku berada di friendzone. Aku nggak masalah sih, lebih baik Senja nggak tahu perasaanku daripada dia menjaga jarak setelah mengetahuinya. Setelah pengumpulan laporan pertanggungjawaban, aku nggak pernah berhubungan dengan Senja lagi selama tiga bulan. Aku juga nggak galau atau sedih sih karena saat itu aku sibuk persiapan Ujian Nasional dan membuat novel. Aku jadi nggak terlalu sering memikirkan Senja, lagi pula aku masih bisa kok melirik Senja di ruangan sebelah kalau akan pergi ke kantin karena ruang kelas kami bersebelahan. Dasar mata nakal. Di semester itu pula, desas-desus menyebar ke penjuru kelas bahwa aku menyukai Senja. Saat itu pula, hubunganku dengan sahabatku menjadi renggang, mungkin karena dia tahu juga aku suka dengan Senja. Barangkali dia merasa terkhianati. Maafkan aku ya, perasaan aku nggak bisa berhenti untuk menyukai Senja. 

Menjelang Ujian Nasional, kelas sembilan diajak rekreasi dan doa bersama. Hitung-hitung sebagai ajang untuk refreshing setelah diserang try out bertubi-tubi. Saat itu aku sedang dekat dengan Big Mama dan si Tomboy. Mereka menemaniku yang sedang makan di bus pariwisata, sedangkan yang lain sedang menikmati makan siangnya di taman. Saat itu, rupanya Senja duduk di belakangku. Si Tomboy yang usil dan suka ceplas-ceplos, dengan entengnya berbicara dengan Senja.

"Senja, mau makan nggak?" 

"Mau. Mana makanannya?" Senja sih mau-mau saja kalau dikasih makanan.

Si Tomboy menunjukku dengan dagu. "Tuh, minta ke Nad."

Aku yang sedang menggigit ayam, melirik ke arah si Tomboy, melotot dengan galak. Sialan, bisa-bisanya si Tomboy usil begitu.

Si Tomboy tertawa. Dia malah memprovokasi. "Nggak apa-apa, Nad. Terakhir, sebelum kelulusan biar dia tahu."

"Mana?" Senja mencari makanan. Entah dia mendengar ucapan si Tomboy barusan atau nggak. Sepertinya sih kedengaran, tapi dia pura-pura nggak peka.

"Senja, mau makan bareng Nad, nggak?" Si Tomboy tersenyum usil sambil menunjukku. "Tuh, diajak makan bareng sama Nad."

Aku melotot, memandang si Tomboy dengan tatapan galak. Emang, ini orang minta digetok kayaknya.

Senja melirik ke arahku, lalu dia tersenyum. "Nggak ada makanannya hehehe."

Si Tomboy tiba-tiba merebut wadah makanan yang aku pegang, menyodorkannya kepada Senja. Senja mengintip ke dalam isi wadah. Aku hanya bisa mengerutkan alis, mulai kesal dijahili si Tomboy terus-terusan.

"Ayam, bukan?" Senja melirik si Tomboy. "Nggak mau ah, tadi sudah kenyang makan ayam. Kirain makanan yang lain." Senja berlenggang melintas dan pergi.

Dasar si Tomboy menyebalkan! Kejadian ini bikin aku merasa malu banget, tetapi ada sedikit rasa berbunga-bunga juga sih karena sudah lama aku nggak berkomunikasi dengan Senja. Kejadian itu, membuat aku menghindar setiap kali akan berpapasan dengan Senja. Melihat wajah Senja, membuat aku malah teringat kejadian di dalam bus.

Setelah pulang rekreasi, semester terakhir di sekolah itu, kami mulai fokus belajar untuk menghadapi Ujian Nasional. Satu angkatan dipecah menjadi beberapa kelas, kalau nggak salah lima kelas, diurutkan berdasarkan ranking try out berturut-turut. Saat itu, aku masuk ke kelas A bersama orang-orang yang hampir semua pintar. Ternyata, Senja juga termasuk di dalamnya. Aku satu kelas dengan Senja. Senang tapi malu, aku belum bisa melupakan kejadian itu dan pipiku selalu memanas setiap kali berpapasan dengan Senja. Kelas A seringkali dibiarkan belajar mandiri, dibebaskan juga menentukan lokasi belajar asalkan tidak berpecah. Namanya juga masih pelajar, surganya sudah pasti kantin, jadi kami memilih kantin untuk belajar. Kami belajar bersama, membentuk dua lingkaran, satu lingkaran untuk sekelompok laki-laki, satu lingkaran untuk sekelompok perempuan. Kadang kami saling diskusi menemukan jawaban bersama. Sejak saat itu, aku nggak canggung lagi untuk berkomunikasi dengan Senja--tampaknya dia juga sudah lupa. 

Setelah ujian berakhir, kelas sembilan latihan untuk pertunjukan acara perpisahan. Kabarnya, Senja akan mendaftar di sekolah yang sama denganku. Wah, kesempatan untuk SMS-an lagi dengan Senja. Basa-basi menanyakan pendaftaran sekolah. Sudah lama banget aku nggak menghubungi Senja, mungkin hampir satu tahun. Akhirnya, kami saling bertukar informasi sambil menyelipkan sedikit curhat dan canda. Sampai tiba waktunya untuk pergi. Aku kira pendaftaran sekolah akan ditutup sebelum digelarnya acara perpisahan sehingga aku nggak ikut perpisahan. Aku merantau sebelum waktunya.

Kamu tahu apa yang terjadi setelah itu?

Saat aku berhenti di perjalanan untuk mampir di sebuah restoran untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan yang panjang lagi, teleponku berbunyi. Nomor yang nggak dikenal muncul di layar. Sebenarnya, aku enggan mengangkatnya karena takut telepon jahil tetapi akhirnya aku angkat juga karena takut ada hal yang penting.

"Halo, assalamu'alaikum." Suara di ujung telepon menyapa, suaranya lembut dan adem.

"Wa'alaikum salam. Maaf, ini siapa?" Aku bertanya karena nggak mengenali suaranya. Aku yakin itu bukan suara teman sekelasku karena mereka kalau berbicara nyaring seperti monyet Ragunan.

"Ini ibunya Senja."

S H O C K!

K A G E T.

Aku menarik napas dalam dan menahannya. Aku nggak mau suara napasku mengganggu dan menyinggung ibunya Senja. Gugup.

"Kata Senja, Nad mau masuk ke sekolah yang sama juga, ya?"

Ih, Senja cerita tentang aku ke ibunya. Aku senyum-senyum malu, nggak jelas. 

"Iya, Tante."

"Boleh tanya, nggak? Pendaftaran sekolah sebenarnya sampai tanggal berapa?"

"Sampai tanggal sekian Mei, Tante." Anggaplah aku menyebutkan tanggal. Jujur, aku lupa. "Tapi nanti kayaknya ada gelombang yang kedua."

"Oh begitu." Ibunya Senja terdiam sejenak. "Katanya, Senja mau ikut perpisahan dulu. Kasihan masa-masa terakhir dengan teman-teman."

"Oh begitu ya, Tante." Aku mengangguk walaupun ibunya Senja nggak bisa melihat anggukanku. "Masih bisa kok nanti ikut gelombang kedua."

"Ya sudah, nanti Senja ikut yang gelombang dua saja. Sekarang Nad sudah berangkat?"

Aku mengangguk lagi. "Iya, sudah, Tante."

"Sudah sampai mana?"

Aku melirik papan reklame restoran. "Sudah sampai Pekalongan. Ini lagi istirahat buat makan."

"Oh gitu, kalau gitu hati-hati di jalan ya, Sayang." 

S-A-Y-A-N-G. Suara lembut ibunya Senja membuat aku meleleh. Aku tersenyum lebar. "Iya, Tante, terima kasih ya."

"Iya, Sayang, sama-sama. Tante tutup ya, assalamu'alaikum."

Telepon terputus. Aku melompat senang nggak karuan. Senyuman merekah dan wajah memerah. Ibuku sampai penasaran apa yang membuatku kegirangan.

"Telepon dari siapa?"

"Calon mertua."

Bodo amat. Aku keceplosan tiba-tiba bilang begitu di depan ibuku. Aku terlalu senang. Jantungku berdebar dengan kencang. Senang sekali dipanggil "sayang" oleh orang tuanya Senja. Aku semakin baper lah.

Itulah perjalananku menjadi penggemar rahasia Senja selama tiga tahun. Sebenarnya, aku masih bingung. Apakah aku masih menyukai Senja atau nggak? Karena aku masih menutup pintu hati dan nggak membiarkan orang lain masuk untuk mengisi. Setiap aku mau membuka hati, aku malah teringat Senja lagi. Bisa dibilang ini sudah tahun ke-lima aku menjadi penggemar rahasianya. 

Baca juga kisah-kisah bucin lainnya klik di sini

Sekian kisah tentang Senja. Sepertinya sepotong kisah ini sudah terlalu panjang. Jadi, kapan-kapan lagi aku menceritakannya.

Have a nice day,


Michiko ♡

27 Mei 2016

Kado Ulang Tahun Farah

9:43 PM 0 Comments
Tuuut... tuuut... tuuut....
Sisa pulsa Anda tidak cukup untuk melakukan panggilan. Rencananya, sekarang tanggal 27 Mei aku mau telepon seseorang yang bertambah tua. Akan tetapi, sisa pulsa nggak mendukung banget deh. Panggilan teleponnya malah dijawab oleh operator dengan jawaban sadis dan menyakitkan yang mencabik jiwa dan raga. Apa sih.

Hari ini, hari bertambah usianya dia dari tujuh belas tahun ke delapan belas tahun. Siapa tuh yang ulang tahun? Baca judulnya woy! Farah yang ulang tahun alias Qin Ai, salah satu karakter yang ada di postingan yang dulu itu lho. Salah satu spesies D'trebbles. 

Apa itu d'trebbles? Baca dulu deh: Trouble Maker 

Selamat ulang tahun, Farah! Hore, sudah bisa nonton film 18+ tuh. Nggak deng. Jangan ditonton, filmnya nanti merenggut kepolosan. 

Kue online untuk Farah

祝 你 生日 快乐 亲爱! (Harusnya sih dia bisa baca).
Zhù Nǐ Shēngrì Kuàilè Qīnài.
Selamat ulang tahun, Sayang.

Sebelum memberikan doa untuk ulang tahun, biar afdol putar lagunya JAMRUD dulu yang Selamat Ulang Tahun. Tarik mang! Semoga Tuhan melindungi kamu, tercapai semua angan dan cita-citamu. Mudah-mudahan diberi umur panjang. Sehat selama-lamanya.
Jangan minta kado ya, lagi kere nih hahahaha. Cukup didoain aja, ya? Supaya setannya keluar. 

Jadi inilah sepenggal kisah kita. Singkat aja deh ya, aku esia hidayah user soalnya. 

Farah
n. kembaran Nad.

Kenapa bisa disebut kembaran Nad padahal nggak ada mirip-miripnya? Karena kita lahir beda satu hari aja, bahkan mungkin cuma beberapa jam. Maka dari itu, aku dan Farah adalah kembaran yang perbedaan waktu brojolnya terpaut beberapa jam.

Dia ini adalah salah satu partner in crime, baik di kelas maupun di kelas Mandarin. Orangnya petakilan sih, nggak bisa diam kayak aku tetapi aku lebih kalem. Titik. Sudah terima saja apa adanya, jangan komplen.

Walaupun sekelas, aku dan dia nggak saling kenal. Aku baru mengenal dia saat kami bertemu di kelas bahasa Mandarin. Kalian tahu sendiri kan, untuk seukuran peserta didik baru, berbaur dengan teman sekelas itu agak sulit apalagi kalau berasal dari sekolah yang sama waktu SMP, pasti maunya bergaul dengan kawan SMP. Bagaimana cara aku bisa menjadi dekat dengan orang ini? Makanya baca dulu postingan Trouble Maker

Kalau di kelas, kami biasanya mengobrol atau bercanda sampai mengakak lebar seperti kudanil. Kadang kami juga iseng gosip sambil comblangin orang. Orang yang kita comblangin sih nggak pernah minta buat dicomblangin, tetapi kami peka saja gitu. Biarkan dunia ini milik mereka berdua. 

Tiga tahun berturut-turut, dia satu kelas dengan aku. Bosen woy. Jadi, aku sering melihat kelakuan dia yang... ah sudahlah, kalau diceritakan ini akan mejadi sebuah aib masyarakat. Eh, tetapi aku pengen cerita sih. Nggak apa-apa kali ya buka aib sedikit.

Jadi, saat kami masih duduk di bangku kelas 10, aku dan Farah kurang dekat. Walaupun kalau kami mengobrol, tetap nyambung sih tetapi kami cuma sekadar teman sekelas yang bertegur sapa. Kelas 10 ada ektrakurikuler wajib yaitu pramuka. Biasanya, hari Jumat jam satu siang. Sepulang sekolah pukul sebelas, biasanya banyak murid yang pulang terlebih dahulu ke rumahnya karena dekat. Aku yang rumahnya jauh lebih memilih untuk tinggal di sekolah saja bebersama beberapa orang di sana. Kebetulan, saat itu Farah juga ada di sekolah. 

Dua jam menunggu itu membosankan. Jadi, kami menghabiskan waktu istirahat itu dengan menyetel lagu girlband dan boyband Indonesia yang hits, seperti SM*SH, 7 Icon, Chibi, dan lain-lain. Di kelas itu terdapat panggung mini untuk guru mengajar. Kami bertiga menjadikannya panggung untuk pentas kami, saat itu aku dan Farah bersama satu laki-laki namanya Arga. Iya, kami bertiga joget di panggung itu. Yang nonton saat itu hanya ada beberapa orang tetapi mereka semua memandang kami aneh karena macam melihat orang gila kegirangan dengar lagu-lagu hits.

Saat naik ke kelas 11, kami lumayan lebih dekat. Karena saat kami kelas sebelas, kami sering banget ulangan Biologi tetapi gurunya kalau menjelaskan itu kayak lagi rap ala artis hiphop gitu. Cepat banget kalau ngomong, tinggal blablabla langsung rampung. Mana bisa mengerti ya? Beliau ngomong apa aja nggak paham. Murid-muridnya bukannya mudeng malah otaknya mubeng. Jadi, sebelum kelas biasanya kami bertukar tugas dan informasi dulu untuk ulangan. Kami lebih sering belajar bersama. Terlebih, kami lebih sering kumpul di laboratorium bahasa Mandarin juga bersama spesies D'trebbles yang lain. Karena sering bersama, kami jadi semakin dekat.

Nah, saat naik ke kelas 12 ini nih, duo in crime kelakuannya paling kriminal. Semakin lantang dan petakilan. Nggak jelas lah, orang kalau lihat kami bersatu kayaknya tuh bawaannya pengen pulang aja. Kejadian joget di depan kelas juga sering terulang, nggak tanggung yang nonton malah satu kelas. Kalau melihat ada cowok dan cewek berduaan juga, kami lebih suka mengasingkan diri dan memberikan tempat untuk mereka. Biar dunia serasa milik berdua gitu. Kalau kami ada di rumah pun, kami masih sering kontakan lewat media sosial atau SMS. Saat itu, kami juga bikin grup WhatsApp, nama grupnya clurit manicure, aku sih menyebutnya begitu karena nama grup itu Clurit dengan emote jari yang sedang diberi kutek. Anggota clurit manicure itu adalah orang-orang yang pernah pentas lagu-lagu hits girlband dan boyband di depan kelas saat kelas 10, aku, Farah, dan Arga.

Sekarang, kami sudah berpisah karena acara perpisahan sudah digelar beberapa hari yang lalu. Aku juga sudah pulang ke rumah dari perantauan. Kami jadi nggak bisa sering berjumpa lagi, apalagi kalau kami akan mulai sibuk di kampus masing-masing. Semoga setelah ini, nggak lost contact ya sehingga kami masih bisa mengenang masa-masa alay bersama. Oh iya, Farah sudah punya kampus tujuan, dia keterima SNMPTN di UGM. Keren ya, bahagia banget pastinya dan aku juga turut senang mendengarnya.

Oke, sepertinya kisah singkat ini cukup sampai di sini. Begitu lah kisah singkat antara aku dan Farah. Sekali lagi, selamat ulang tahun. Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu, Farah. Kalau ulang tahun lagi, mampir ke postingan ini ya. Anggap saja ini adalah kado abadi untukmu. Sekian sampai di sini, nanti kapan-kapan aku ceritakan lagi kisah-kisah yang lain. Kalau nggak lupa ya. 

Baca yuk kisah-kisah yang lainnya di sini

Have a nice day,


Michiko ♡

Picture source: Pinterest

26 April 2016

Kuto Solo Sing Dadi Kenangan, Mencari Keraton yang Hilang

1:46 PM 0 Comments
Halo, guys! Kembali bersama saya di channel ikan terbang. 
Kangen nggak nih sama aku? Perasaan setiap pembukaan pasti tanya kangen melulu ya. Maklum, nggak ada yang kangen sama aku. Aku kan jadi sedih setengah mengenaskan gitu. Eh malah curhat.

Hari ini, aku mau cerita aja deh. Beberapa hari setelah menghadapi ujian kelulusan dan bertahan melalui gejala-gejala examination syndrome, akhirnya aku bisa posting di blog lagi. Sekarang, aku tinggal menunggu hasil ujiannya aja sih. Doakan semoga hasilnya baik ya! 

Baca juga: Examination Syndrome 

Setelah menghadapi masa-masa stres dan edan, aku memutuskan untuk menghibur diri. Iya, aku pergi keluar kota bersama salah satu partner in crime selama masa SMA. Siapakah dia? Jeng jeng! Yup, si mungil Nonny. Aku sudah pernah cerita tentang dia di postingan sebelumnya, waktu itu aku kasih ucapan selamat ulang tahun. 

Kisah ini terjadi pada hari Rabu, 13 April 2016, persis setelah melaksakan Ujian Nasional. Jadi, sejak dahulu kala Nonny sering banget bilang ke aku, "Nad, ayo kapan-kapan kita jalan-jalan berdua lagi." 

Dulu, kelas sepuluh dan sebelas, aku sering banget jalan berdua dengan Nonny. Cuma jalan-jalan aja, keliling kota dengan jalan kaki berdua sambil curhat-curhat gitu. Namun, kelas dua belas kami lebih fokus untuk ujian dan belajar. Jadi, nggak sempat buat jalan-jalan sampai kaki lempoh. Akhirnya, kami janjian setelah Ujian Nasional berlangsung. Saat itu kami bingung, mau jalan ke Semarang atau ke Solo. Ujungnya sih jadinya ke Solo. Bentar, belum afdol kalau nggak setel lagunya Didi Kempot. Ayo tarik mang, Stasiun Balapan! 

Baca sekilas tentang Nonny: Kado Ulang Tahun Nonny 

Kisah perjalanan ke Solo

Oke, guys, anggaplah kita sekarang akan melakukan perjalanan. Let's go!

Jam tujuh pagi, aku berpamitan dengan Mbah. Kami janjian jam delapan pagi. Aku berdiri di terminal menanti Nonny. Sambil melihat kendaraan yang berlalu-lalang di jalan utama, aku berdiri sambil bersandar di dinding terminal. Nonny nggak datang juga, padahal sudah jam 8 lebih. Biasa, emang ya manusia-manusia Indonesia tuh hobinya ngaret. Aku merasa kayak anak hilang berdiri sendiri di dekat lampu merah perempatan jalan. Dikiranya nggak bisa menyeberang jalan kali dengan orang-orang yang ada di sana. Lama banget menunggu Nonny datang, untungnya pagi itu cerah. Langitnya biru dengan awan putih tipis yang mengambang, sinar matahari juga lumayan bisa menghangatkan tubuh yang kedinginan karena udara pagi. Aku menarik napas dalam-dalam, mumpung udara segar. Kalau udaranya nggak segar sih, aku kayaknya sudah emosi gara-gara penantian panjang.

Beberapa menit berlalu, demi apa, ini lama banget woy. Kami belum juga berangkat ke Solo. Aku mulai pegal menunggu si bocah cilik ini. Setiap angkutan kota yang lewat, aku awasi kayak mata-mata. Siapa tahu di dalamnya terdapat manusia yang aku cari tetapi tetap saja dia nggak ada di setiap angkot yang lewat. Bosan, aku main handphone saja biar sabar. Sebab, aku paling nggak suka kalau disuruh buat menunggu. Malahan, aku pernah nangis gara-gara kesal nunggu angkot yang nggak lewat juga. Pokoknya aku bukan orang yang sabar kalau disuruh menunggu. Beberapa lama kemudian, sebuah angkot tiba-tiba berhenti dan jalannya mundur. Padahal, aku nggak menghentikan angkot itu. Tiba-tiba muncul lah sebuah kepala manusia di balik pintu. Horor banget emang. Ternyata itu dia! Aku lari ke arah angkot itu. Kelamaan woy! 

Saat di angkot, Nonny izin dulu nanti mau berhenti di Bangsari. Katanya sih mau ketemuan dengan seseorang. Siapa tuh? Nggak tahu deh aku juga. Aku kira sih gebetannya. Setelah setengah jam perjalanan, akhirnya sampailah di Bangsari. Sebenarnya, jarak yang ditempuh nggak terlalu jauh sih cuman angkotnya aja yang lelet kebanyakan ngetem. Kayak yang nggak tahu aja manusia Indonesia penganut paham jam karet. Kami turun di pangkalan angkot pasar Bangsari. Lalu berdiri dan menunggu (lagi), hanya saja bedanya ini ada Nonny di sebelahku. Harus menunggu lagi, sabar ya. 

Saat menunggu orang yang dinanti Nonny, kebetulan bertemu dengan teman sekelasku, Rifa. Dia melambaikan tangan, menyapaku yang luntang-lantung di pinggir jalan. Dia mau mengantar ibunya ke pasar. Maklum, kalau liburan anak auto jadi babu. 

Tiba-tiba seorang perempuan menghampiri kami berdua dengan motornya. "Lagi nunggu orang, Neng?"

Aku kira dia siapa. Ternyata, itu orang yang mau ditemui oleh Nonny. Halah, aku kira laki-laki yang jadi gebetannya Nonny. Padahal aku membayangkan kalau aku akan jadi pemeran cameo di kisah cintanya. Sayang beribu sayang, perjalanan ini nggak ber-genre romance. 

Setelah bertemu dengan rekannya Nonny, kami harus menunggu bus yang lewat. Kayaknya hari ini emang edisi penantian panjang deh, dari awal cerita isinya nunggu melulu. Beberapa bus lewat tapi rutenya nggak searah dengan tempat yang kami tuju. Akhirnya, ada satu bus yang sejalur dengan kami. Kami melompat naik ke dalamnya. Wow, penuh. Nggak ada satu pun kursi yang tersisa. Bahkan orang yang naik sebelum kami aja banyak yang berdiri. Jadi, terpaksa kami juga harus berdiri sampai ada penumpang yang turun kalau mau mendapatkan tempat duduk. Seru juga sih, berdiri saat bus jalan. Kayak sedang berselancar di atas ombak yang menggulung, bedanya ini edisi di atas jalan aspal. Setelah kami berdua dapat tempat duduk, aku banyak cerita. Suara kami berdua mengisi langit-langit bus. Kayaknya sih kami jadi makhluk paling berisik di sana. Nggak apa-apa lah ya, busnya juga nggak berisik. Biarkan penumpang mendengarkan bacotan radio rusak ini. 

Setelah menempuh kurang lebih satu setengah jam perjalanan, dengan ekstra menunggu selama satu jam, akhirnya kami sampai di kota kenangan. Kami turun di daerah Kerten, dekat halte Batik Solo Trans atau yang biasa disingkat BST. Kami belum tahu rute untuk menjelajahi Kota Solo, modal nekat aja sih berangkat ke sana. Jadi, kami sering banget tanya ke si Mbah yang tahu segalanya, Mbah Google. Beginilah perjuangan kami untuk menjelajahi Kota Solo. 

Rute Batik Solo Trans

Setelah paham rute BST, kami menunggu (lagi) untuk kedatangan BST yang sejalur dengan tujuan kami. Kami masuk saat BST yang sejalur dengan tujuan kami datang. Wow, luas. Nggak seperti bus besar yang kami tumpangi tadi. Kami jalan ke bagian belakang bus, lalu duduk di sisi kiri yang dekat dengan jendela supaya memudahkan kami untuk mengakses jalan dan prediksi cuaca. Soalnya, takut nyasar. Maklum, ke sana modal nekat aja. 

Awan abu-abu mulai menutupi matahari, mungkinkah hujan? Kalau hujan bakal gawat sih, soalnya nggak ada yang bawa payung juga. Apalagi nggak ada yang tahu pasti di mana harus turun dari bus. Kami lihat lagi ke foto hasil screenshot barusan. Kami harus turun di antara Pasar Klewer dan Pasar Gadhag. Ternyata, akibat kesoktahuan itu, kami kebablasan. Kami turun di Pasar Ghadag. Jauh banget dari keraton. Ditambah lagi, nggak tahu tujuan dan arah. Nggak jelas juga sih mau ngapain di Solo dan juga nggak tahu mau ke mana, yang jelas jalan-jalan ke Solo. Akhirnya, kami jalan sampai ke alun-alun, ada monumen pahlawan dekat keraton. Kami nekat saja jalan ke sana sambil dipayungi teriknya matahari. Panas, ditambah lagi aku yang memakai pakaian hitam.

Arah lalu lintas Kota Solo dibuat sejalur sehingga perjalanan kami cukup memakan waktu karena nggak ada angkutan untuk kembali kalau kami kebablasan. Semua bangunan di Kota Solo unik. Setiap bangunan semacam perusahaan, bank, pokoknya bangunan gedung tinggi pasti ada tulisan menggunakan aksara Jawa. Kental banget budaya Jawanya. Kami berhenti dan melihat papan petunjuk arah yang menunjukkan arah letak keraton dan masjid berada. Akhirnya, kami memutuskan untuk mampir ke keraton saja daripada luntang-lantung nggak bertujuan. Kami lanjut berjalan. Tukang becak berjajar di sepanjang trotoar. Berapa kali kami papasan dan dihampiri tukang becak untuk diantar ke keraton atau tempat lain yang mungkin mau kami kunjungi. Akan tetapi, dengan kesoktahuan dan memikirkan tarif becak yang mahal, kami menolak. Padahal kami nggak tahu letak keraton tepatnya ada di mana. Emang bodoh banget sih ini. 

Kami berjalan lurus dan tiba di Pasar Klewer. Di dalam sana banyak penjual yang berjualan benda-benda khas Jawa: baju batik, tas batik, makanan Jawa. Kami mampir saja ke tempat-tempat dagangan itu dan melupakan tujuan utama kami, yaitu keraton. Aku mampir ke toko pakaian, melihat sebuah gaun yang bermotif batik. Harganya seratus lima puluh ribu. Aku coba untuk menawarnya dan mendapatkan 135 ribu. Masih tergolong mahal sih. 

Setelah itu, kami mampir ke toko tas. Aku dan Nonny bingung saat disuguhi tas-tas yang bagus. Terlalu banyak pilihan justru lebih membingungkan daripada hanya memiliki sebuah pilihan. Akhirnya, setelah mempertimbangkannya, Nonny membeli tas dengan harga 45 ribu dan aku membeli tas motif batik dengan harga 35 ribu. Kami berkeliling lagi. Entahlah, apa yang sebenarnya kami cari. 

Sebelum pulang, tiba-tiba mata aku jelalatan. Ada sebuah tas rajut berwarna biru. Bagus banget. Aku langsung jatuh hati ditempat. Harganya sampai 300 ribu, sedih banget sih lihat harganya mahal gitu. Soalnya tas sekolahku aja harganya nggak sampai segitu. Akhirnya, kalap juga sih. Aku beli tas itu untuk kuliah.

Setelah menghabiskan banyak uang, aku dan Nonny angkat tangan. Nggak sanggup lagi belanja di sana dan menuruti keinginan karena lapar mata. Kami pun keluar dari pasar lalu berjalan tanpa arah dan tujuan. Saat itu, sudah jam satu siang, kami mencari masjid. Kebetulan saat melewati masjid, ada sebuah papan penunjuk arah yang menunjukkan arah keraton. Akhirnya, kami jalan lurus terus. Lho, malah nyasar ke pemukiman warga. Akhirnya balik lagi ke papan penunjuk arah. Saat bertanya ke warga yang ada di sekitar malah disuruh jalan lurus terus. Kami ikutilah petunjuknya, ternyata kami malah sampai di mushola. Ya sudahlah, kami mampir dulu saja di masjid sekalian ibadah.

Sebelum masuk ke mushola, Nonny si bakul aksesoris menawarkan beberapa barang dagangannya.  Dagangan semacam kaos kaki dan juga manset. Kebetulan, saat itu aku nggak pakai kaos kaki dan kami sejak berangkat berjalan kaki sampai membuat kakiku lecet tergores sepatuku sendiri. Jadi, aku membelinya dan langsung memakainya. Saat itu, kaki pegal banget dan sakit gila. Padahal cuma mau cari satu bangunan, Keraton Solo.

Setelah beristirahat di depan masjid sejenak, kami jalan kaki lagi. Masih gigih mencari Keraton Solo yang hilang. Kami jalan lagi ke Pasar Klewer. Mungkin tukang becak yang ada di sana bingung kali melihat kami yang bolak-balik hampir setengah jam. Akhirnya, tukang becak yang mangkal di sana tanya, "Mbak, mau ke mana to?"

"Mau ke keraton." 

"Ayo tak anter wis."

"Berapa, Pak?" Bodohnya, nggak nanya pakai bahasa Jawa. Pasti dikira datang dari luar kota. Biasanya kalau begitu, pasti harganya mahal. 

"Dua puluh lima ribu."

Buset. Mahal banget. Akhirnya, kami menolak. Oke, ini kebodohan yang kedua kalinya. Padahal kami aja nggak tahu letak keraton ada di sebelah mana. Inisiatif lah jalan kaki lagi dengan gigih mencari keraton tetapi nggak ketemu juga. Sedih banget. Kaki sudah pegal-pegal masih aja nggak ketemu. Akhirnya, kami berdiskusi sejenak dan menyerah. Mau tanya tukang becak juga gengsi, nanti malah suruh naik. Masalahnya, tarifnya mahal banget. Nanti nggak bisa pulang naik bus kalau naik becak. Berhubung waktu juga nggak memungkinkan untuk tetap gigih mencari keraton Solo, ditambah lagi menyasar karena nggak tahu jalan, akhirnya kami memutuskan untuk mengakhiri pelancongan kami di Solo. 

Kami jalan meninggalkan alun-alun kota. Lagi, kami nggak tahu arah pulang jadi harus bertanya dulu kepada seorang pedagang yang kebetulan berada di sana. Saat mencari halte BST, aku sempat salah ngomong. Aku menyebut BST sebagai Trans Semarang. Jelas, pedagangnya bingung. Malu banget woy. Lalu kami pergi lah ke halte dan menanti BST datang. Setelah penantian panjang, BST pun datang. Saat kami masuk ke dalamnya, isi BST penuh. Sepertinya karena jam pulang sekolah dan pulang kerja. Bau badan, bau keringat, bau ketiak, bau AC, bau matahari, dan lengkap sudah waktu ada mas-mas masuk ke dalam BST dengan bau parfumnya. Campur aduk baunya. Pusing.

Seperti yang aku tuliskan sebelumnya, arah lalu lintas Kota Solo itu dibuat searah. Jadi, selama kurang lebih 45 menit, kami berada di dalam BST untuk melakukan perjalanan menuju Solo Square. Sesampainya di Solo Square, kami berburu ramen. Dulu, waktu mengikuti lomba di Solo, aku pernah makan ramen itu dan rasanya enak banget. Aku mau makan ramen itu lagi, tapi aku lupa di mana tempatnya. Lagi, kami berjalan mengitari Solo Square. Bolak-balik naik turun eskalator untuk mencari kedai ramen. Nihil, nggak ketemu. Foodcourt-nya kayak Atlantis, tiba-tiba menghilang. Gara-gara sudah kelaparan karena melancong dari jam tujuh pagi sampai jam tiga, akhirnya kami mampir saja ke Es Teler 77 si jagoan yang bikin teler karena makanannya mahal, bikin kantong pelajar bolong. 

Aku memesan mie ayam bakso dan Nonny memesan mie goreng. Lalu kami memilih minum yang paling murah aja dengan harga lima ribu rupiah. Saat mau bayar, kaget banget dong. Bukan kaget karena total pembayarannya, tapi kaget karena air mineral yang harganya lima ribu rupiah itu cuma dapat yang botol kecil. Kalau beli di warung sih mungkin seribu lima ratus juga sudah dapat. Untungnya, yang beli air mineral sih bukan aku, tapi Nonny hahahahaha.

Pukul setengah empat sore, kami selesai makan. Sebelum pulang, mampir dulu buat beli minum dulu, beli satu gelas teh poci buat dibawa pulang. Kami menunggu bus di halte yang ada di samping Solo Square. Sambil menunggu, aku dan Nonny mengobrol aja. Sekalian ambil foto candidnya Nonny. Soalnya bodoh aja gitu, tadi waktu jalan-jalan di alun-alun nggak foto bareng. Emang benar-benar bodoh dan aneh sih. Waktu sedang asyik jeprat-jepret, tiba-tiba aku terperanjat. Ada suara ledakan. Nggak tahu pasti itu suara ledakan dari mana. Pokoknya orang yang ada di halte juga sampai berkerumun mencari sumber suara. Setelah beberapa lama, bus pun datang. 

Kami sudah ada di dalam bus. Bus nggak penuh kayak tadi pagi. Jadi, kami kebagian tempat untuk duduk. Aku duduk di dekat jendela dan Nonny duduk di sebelah kiriku. Setelah itu, kami mengobrol, membuat bus yang senyap jadi berisik. Ketawa-ketawa nggak jelas, padahal cuma ngetawain air mineral cilik yang harganya lima ribu. Begitulah ketika orang gila yang pura-pura waras berkumpul. Di dalam bus, kami juga foto-foto dan merekam video untuk cerita kejadian hari itu, persis seperti yang aku lakukan di rumahku yang pernah aku ceritakan di pos sebelumnya. Pokoknya, di dalam bus kami berdua have fun. Ikut lipsync saat lagu-lagu hits diputar. Asyik lah, we're having fun.

Kisah rekam video bersama Nonny, baca dulu: Kado Ulang Tahun Nonny 

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Bus sudah sampai di kota tempat kami berasal. Kami harus berpisah. Aku turun lebih dulu di terminal tempatku menunggu Nonny tadi pagi. Saat aku mau turun, Nonny memanggilku. Aku menoleh dan dia berkata, "Nad, teefte!" [read: Thanks for today]

"Teefte juga. Hati-hati!" Aku pun melompat turun dari bus dan pulang.

Sudah kisahnya bersambung. Iya, bersambung. Sebab, masih banyak sebenarnya cerita perjalanan kami melancong berdua. Mungkin kapan-kapan akan aku ceritakan juga di blog ini, kalau nggak lupa. Perjalanan ini adalah pertama kalinya aku dan Nonny pergi jauh sampai ke luar kota. Jadi, sudah pasti ini bakal menjadi kenangan. Begitulah alasannya kenapa aku memberikan judul dengan lirik lagu Didi Kempot. Kenangan nyasar ini nggak akan terlupakan kayaknya hahahaha.

Baca juga kisah-kisah pertemanan kami klik di sini

Sekian cerita untuk hari ini. Sampai jumpa di cerita yang lainnya.
Have a nice day


Michiko ♡

Picture source on Google