Tampilkan postingan dengan label School Life. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label School Life. Tampilkan semua postingan

20 September 2022

Beautiful Soul Has Gone

12:29 PM 0 Comments
Bunga yang paling indah selalu dipetik lebih dulu. Begitulah orang-orang di sekelilingku berkata.

Beautiful Soul Has Gone 

Hal ini aku akui saat orang-orang terkasihku pergi. Beberapa hari yang lalu, aku mendapatkan kabar kepergian salah satu temanku saat SMA. Kalau kamu tahu dia pernah ada di kisah-kisah SMA yang pernah kutulis di sini.

Di sini, aku bermaksud untuk mengabadikan dia dalam tulisanku sehingga suatu hari nanti aku bisa mengenang dia dengan segala tingkah laku dan keceriaannya.

Namanya Farah. Kalau kamu pernah baca tulisanku seharusnya kamu tahu seakrab apa dulu aku dengan dia semasa SMA. Aku pernah mengucapkan ulang tahun dan menceritakan sepenggal kegilaanku dengan dia di tulisan Kado Ulang Tahun Farah. Dia teman sekelasku. Sebenarnya, aku nggak tahu kenapa kita bisa menjadi dekat tapi semua berawal dari kami yang sama-sama mengambil jurusan bahasa Mandarin. Aku pernah menceritakan momen itu di kisah D'trebbles di tulisan berjudul Trouble Maker. Dia salah satu di antara para trouble maker kala itu. Seringkali, aku dan dia belajar bersama. Kami lulus ujian bersama, remidi juga bersama.

Selama SMA, aku nggak punya circle untuk bergaul. Aku ngobrol dengan siapa pun, berteman juga dengan siapa pun. Namun, ada kalanya saat itu aku juga merasa kesepian dan berjalan sendiri. Namun, kehadiran Farah justru menghapus itu semua.

Dia yang selalu menemani ketika aku sedang sendirian. Dia yang selalu mencariku saat aku nggak ada di dekatnya. Dia juga yang selalu merangkulku saat aku sedang sedih. Dia anak yang baik dan sangat ceria, hobinya adalah tertawa. Seperti yang pernah aku bilang, dia si Hitam Manis, kala tertawa matanya menyipit dan ada lekuk kecil lesung pipit di atas tulang pipinya. Orangnya amat tulus berteman dengan siapa pun.

Pernah suatu hari, aku mau mengikuti ujian tulis di Yogyakarta, aku sempat mencari tempat untuk singgah semalam. Akan tetapi, Farah dengan senang hati menawarkan, "Nad, kamu nginep di tempatku aja!"

Sore harinya, sehari sebelum ujian, dia menjemputku ke terminal. Kami makan di sebuah restoran cepat saji sambil mengobrol tentang persiapanku untuk ujian. Malamnya, dia mengajakku untuk survey tempat ujian yang mana jaraknya sangat jauh bahkan ditempuh sekitar 20 menitan. Awalnya, kami mau cari hotel penginapan saja di dekat situ—mengingat jarak tempat Farah dan tempat ujian jauh banget—tapi akhirnya nggak jadi. Kami kembali ke tempat Farah, di sana aku belajar buat ujian.

Farah sudah jadi mahasiswa UGM kala itu, sedangkan aku masih berusaha untuk bergabung ke sana. Saat aku belajar, Farah ada di sampingku. Dia membantuku belajar juga, katanya dia sudah lupa dengan semua rumus dan hafalan yang setumpuk itu. Akhirnya, saat kutinggal menghitung dia tertidur di sampingku. Malam itu aku hanya tidur 2 jam—dan Farah masih ada di tempatnya saat aku membuka mata. Farah ikut tidur di karpet bersamaku.

Pagi itu, dia juga mengantarku padahal aku sempat bilang kalau aku akan naik ojek online. Akhirnya, tetap saja dia mengantarku bahkan menunggu sampai aku selesai ujian. Ya Tuhan, ada orang sebaik ini ya?

Kalau aku ingat-ingat kebaikan dia, banyak banget! Momen kami bersama juga nggak bisa kuceritakan satu per satu. Namun, itu semua pasti akan selalu aku ingat.

Seperti yang orang bilang, bunga terindah selalu dipetik terlebih dahulu—dan kamu lah yang terindah saat ini, Farah.

Rest in peace beautiful soul. See you in eternity. 🥀❤️
Good bye, Farah! You're beautiful until the end 
Love,

Michiko ♡

23 Juni 2019

Bersatunya Sangkuriang, Jaka Tingkir, Rama dan Shinta

7:47 AM 0 Comments
Sudah lama banget ya aku gak post di blog? Hohohoho. XD

Maaf ya, aku sibuk. Sibuk tidur, goleran, malas-malasan. Hehehe. Tapi... karena hari ini aku punya kisah untuk dibagikan, jadi aku kembali ingin menuliskannya dan membagikannya di blog ini.

Best struggles are the best memories. —Nadhira, 2019.

Tim Percakapan Bahasa Jepang Lanjut Malam

10 Juni 2019
Aku baru pulang dari rumah menuju perantauanku. Temanku, sebut saja Aaron (nama asli lah, malas bikin nama samaran 😂) sebelumnya sudah mengirimkan pesan lewat watsap. Katanya, "Nad, kamu balik ke sini kapan? Kalau sudah pulang, bantu bikin properti ya?"

Asli, aku saat itu malas pulang. Tapi, apa boleh buat? Aku harus membantu mereka untuk membuat properti. Akhirnya, aku pulang siang hari dan sampai di perantauan pada sore hari. Iya, dekat kok. Hanya dua jam perjalanan. Sesampainya di sana, aku langsung mengunjungi kos tetanggaku, Mualif, sebab katanya mereka membuat properti di sana.

Ketika aku masuk menelusuri lorong kemudian berhenti di depan pintu kamar kedua dari arah pintu di sebelah kanan, aku melihat seisi kamar yang dihuni beberapa temanku di dalamnya tetapi tuan rumah tak ada di sana. Widih... berantakan. Di dalam kamarnya banyak kardus berserakan di lantai dan rafia hijau yang digantung dari ujung kamar ke ujung kamar yang lainnya. Satu properti sudah selesai, itu rumput.

Bisa tebak, kami membuat properti apa? Ya! Properti untuk drama. Drama kali ini merupakan project terakhir mata kuliah "Percakapan Bahasa Jepang" untuk tingkat tiga. Setelah itu, kami tak akan bertemu dengan mata kuliah itu lagi. Bye~

Pada hari itu, tujuan kami adalah membuat pohon dan properti per kelompok. Tanganku sibuk untuk membuat kuda-kudaan, ada beberapa temanku yang lain sibuk membuat properti kelompoknya sendiri dan ada beberapa yang membuat pohon. Kuda yang aku buat terbuat dari kardus kecil yang aku lipat, kemudian untuk ekor dan rambutnya terbuat dari tali rafia hijau (sisa untuk membuat rerumputan). Kuda-kudaan yang aku buat adalah unicorn hijau. Oke siap wkwkwk. 😂
Aku membuat kuda-kudaan bekerjasama dengan kedua temanku, Vicky dan Tangguh. Sambil menyisir rambut kuda yang terbuat dari rafia, kami membuka sesi curhat dan canda supaya gak terlalu spaneng.

Teman-teman di sebelahku sibuk membuat pohon, mereka bingung sebab rencananya pohon akan dibuat 2D atau 3D. Namun, mengingat keperluan dibuatnya pohon ini adalah untuk bersembunyi, akhirnya diputuskan untuk membuat pohon 3D.

Maka, dibuatlah pohon 3D setengah 2D(?), jadi bentuk pohonnya gak berbentuk pohon tetapi pakai kardus dibuat alas batang datar lalu ditutup dengan kertas cokelat dan daunnya dibuat dari kardus lalu ditempel kertas hijau. Sederhana ya? Setelah itu, kami pulang dan memutuskan untuk melanjutkannya di hari selanjutnya.

11 Juni 2019

Kami berkumpul lagi di kos Mualif untuk lanjut membuat properti. Kali ini masih sepi karena aku datang tepat waktu. Ya, biasa... orang Indonesia penganut jam karet. Sudah ada beberapa orang di dalam kamarnya, sekitar empat orang dan mereka sedang kebingungan sebab pohon yang kemarin dibuat ternyata roboh dan hancur. Akhirnya, dengan menggunakan kekuatan otak Akrom yang encer sampai netes dari kuping (ITU CONGE GBLK), kami membuat pohon dari awal. Dimulai dari memotong kardus, membuat jari-jari pohon agar bentuk pohonnya kokoh, dan terakhir menggunakan payung yang ditempel kertas hijau sebagai daunnya. 

Tanganku gak turut serta dalam membuat pohon itu, karena di dalam kamar sudah ada beberapa orang dan aku memilih untuk membuat di lorong kos saja. Tanganku sibuk membuat properti kelompokku sendiri. Membuat bunga-bungaan untuk digunakan dalam salah satu adegan drama. Lucu gak?

Bunga properti kelompok tiga.

Selain itu, aku juga membantu dalam menempelkan kresek biru untuk membuat sungai di penghujung acara saat itu. Setelah semua selesai, semua properti sudah tuntas diperiksa kelengkapannya, kami pun pulang dan beristirahat.

12 Juni 2019

Hari ini merupakan hari dekorasi dan gladi bersih. Beberapa properti yang belum selesai, kembali dituntaskan seperti mengecat sayap dan membuat perahu. Semua properti dan kostum masing-masing disiapkan per kelompok. Tugasku adalah membawa peralatan makan, peralatan rajut, dan sapu. Iya gaes, aku naik motor ke kampus sambil nenteng-nenteng sapu sampai-sampai dilihatin oleh orang lain sampai terheran-heran. Ya Allah, tabah dedek. :")

Di kelas, kami sibuk dengan urusan kami masing-masing. Ada yang mengecat properti, ada yang menggunting kardus, ada yang memasang kain untuk pemisah panggung dan belakang panggung, ada yang sibuk mencari latar untuk drama, ada yang sibuk mengatur speaker dan layar, ada yang sibuk menata bangku, dan ada pula yang duduk manis sambil menunggu. Pokoknya saat itu, suasana kelas penuh dengan kesibukan sejak pukul satu siang sampai pukul tujuh malam. Kebetulan, saat itu kampus memang masih bebas dari aktivitas kegiatan belajar mengajar sebab hari itu sebenarnya kami belum diharuskan untuk masuk kuliah karena ada kegiatan halal bihalal untuk dosen dan rekan kerja sehingga kami gak bisa tinggal lebih lama untuk menjajal panggung saat gladi bersih. 

Katanya, "Cepat dirapikan, satpam ngamuk gaes!"

Ujaran itu membuat kami grasak-grusuk untuk membereskan seluruh kekacauan di kelas dan merapikan properti yang berserakan. Dengan keadaan terusir, kami pun melakukan gladi bersih di lapangan parkir yang kosong. Pentas drama untuk mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini dibagi menjadi tiga kelompok, kami pun gladi "bersih bersihan" secara berkelompok karena hari sudah mulai malam, tanpa panggung tanpa penonton. Gladi bersih macam apa ini. XD

Selesai gladi bersih, kami pun membubarkan diri pada pukul 8.30 malam. Begini Mak, anakmu berjuang di perantauan. :')

13 Juni 2019
Hari ini, aku bangun lebih pagi dari biasanya. Pukul lima pagi, padahal kalau dulu sekolah aku biasa bangun jam segini hahahaha. Efek kelas sore gaes, makanya aku bangunnya sering siang. Hari ini aku sudah berangkat ke kampus pada pukul enam lebih, kami datang lebih pagi sebab pentas drama kecil-kecilan ini akan dimulai pada pukul 08.00 WIB. Suasana kampus sudah mulai sibuk. Kami mulai memakai kostum dan berdandan bila diperlukan.

Kelompokku memutuskan untuk tidak memakai riasan wajah karena kami kira pasti akan memakan banyak waktu. Jadi, kami memanfaatkan waktu persiapan untuk memasang kostum dan berlatih melempar palu. Ngapain coba ya? XD
Konsep kelompok tiga atau kelompokku adalah konsep lokal Indonesia campur budaya Jepang. Cerita yang kelompokku bawakan adalah kisah seorang anak yang ngebet kawin sama ibunya(?), berjudul "Sangkuriang". Kostum yang kelompok kami pakai bukan kebaya juga tanpa kujang, melainkan yukata. Budaya Indonesia yang kami ambil adalah budaya ketika orang jaman dahulu mencuci di sungai, suasana latar dan waktu dan latar musik yang dibuat ala kesundaan.
Dalam persiapan untuk pentas drama ini, hal yang paling menyita waktu di kelompokku adalah memasang obi. Ini adalah hal yang rumit bagiku yang gak terbiasa pakai yukata, makanya memakan banyak waktu.

Sekilas info:
Obi ini adalah sabuk untuk yukata atau kimono dan semacamnya. Bentuknya hampir mirip seperti selendang tetapi bahannya jauh lebih tebal dan kaku. Lebarnya sekitar 16-30 cm tergantung jenisnya dan panjangnya bisa mencapai 3-4 meter. Obi ini banyak jenis namanya, tergantung penggunaannya untuk yukata atau kimono atau lainnya. Tapi, biar lebih singkat jadi aku sebut obi saja. Cara memakainya hanya dililit dan diikat saja tanpa perlu peniti atau jarum. Untuk tutorial, bisa dicari di Youtube ya. Banyak kok tutorial dari orang Jepang asli.
Sedangkan, kelompok yang memanfaatkan waktunya untuk merias wajah dan memakai kostum adalah kelompok satu. Mereka merias wajah mereka mirip seperti wayang dan kostum yang dipakai juga lokal banget seperti kebaya dan semacamnya.  Kelompok satu ini punya konsep kerajaan zaman dahulu, seperti film yang suka tayang di channel ikan terbang itu lho. Mereka membawakan kisah cinta antara dua sejoli yang terpisah karena orang ketiga(?), judulnya "Rama dan Shinta". 

Mereka cukup memakan waktu yang banyak dalam melakukan persiapan, terutama Mbak Shinta (ini bukan nama asli dia ya, tapi ini pemeran tokoh Shinta), dia memakai kebaya dan rambut palsu serta riasan di wajah agar "jadi" cantik. Mengapa memakai wig? Sebab, pemeran Shinta ini adalah seorang laki-laki bernama Heru. 🤣

Heru as Shinta

Cantik, bukan? 
Ya, aku kira memang begitu. Pantas saja dia ini diperebutkan oleh Rama dan Rahwana. Gak deng. 😂

Kelompok dua ini selama kelompok satu dan kelompok tiga bersiap-siap, mereka diam saja sambil duduk manis memperhatikan yang lain justru membantu kelompok lain dalam persiapan pentas drama. Aku pun bingung, kenapa mereka gak bersiap-siap juga. Rupanya, semua ini karena kostum dan riasan mereka sangat simpel bahkan tanpa perlu bantuan siapa pun dalam persiapannya. Kenapa sih? Kelompokku aja rasanya ribet banget. :")

Konsep yang mereka bawakan ini merupakan campuran zaman dahulu dan zaman modern saat sudah terciptanya gadget. Cerita yang mereka bawakan adalah mencari jati diri demi restu calon mertua(?), berjudul "Jaka Tingkir". 

Setelah bersiap-siap, dosen pengampu datang dengan membawa tiga buah kertas undian. Masing-masing ketua kelompok diharapkan untuk mengambil kertas tersebut. Angka yang tertulis di kertas itu merupakan penentu siapa yang akan pentas lebih dahulu. Dan... jeng jeng jeng! Kelompok "Sangkuriang" yang akan menjadi pembuka pada pentas drama hari ini, setelah itu "Rama dan Shinta", lalu "Jaka Tingkir" sebagai penutup.

Deg-degan gaes. :")

Anggota kelompok "Sangkuriang" sudah bersiap di belakang panggung untuk mengecek background latar dan musik juga sebagian mempersiapkan properti yang akan digunakan. Pentas pun dimulai, aku bertugas untuk memberi aba-aba pada operator yang mengoperasikan musik latar. Saat giliranku untuk masuk ke panggung, aku grogi sampai ada beberapa dialog yang terlewat atau sekadar lidahku kepeleset dalam pengucapannya. Dosaku yang menghantuiku sampai keesokan harinya adalah... salah bahasa. Ya Allah, cobaan apa lagi ini. :")

Harusnya dialogku adalah...
Sangkuriang: "Kitto kimi to kekkon suru" (Pokoknya, aku akan menikahimu."
Dayang sumbi: "Iya da yo." (Gak mau!)

Tapi aku malah bilang...
Dayang sumbi: "Shireo yo!" (Gak mau!)

Iya, artinya memang sama sih. Tapi itu bahasa Korea. Gblk banget dah. 😭
Gini nih efeknya kalau kebanyakan nonton drama korea. Hiks.
Gak apa-apa, setidaknya diriku pernah berjuang~ :")

Untuk kisah kelompok satu dan kelompok dua, aku gak bisa menceritakannya dengan detail sebab aku tidak tahu apa saja yang terjadi di belakang panggung. Ketika kelompok satu dan dua sedang tampil, aku duduk di kursi penonton dan merekam penampilan mereka untuk dokumen pribadiku.

Setelah drama ini selesai, kami pun foto bersama. 






Aku sisipkan dokumentasi tambahan ehe. Plot twist:
Setelah Rahwana gagal mendapatkan Shinta dan Sangkuriang gagal mendapatkan Dayang Sumbi, akhirnya Dayang Sumbi dan Rahwana pun memutuskan untuk hidup bersama. Gak.



お疲れ様でした!
Thank you for creating this memories in my life.

Michiko♡

7 Maret 2019

Ganbarimashou

9:28 PM 0 Comments
Jujur, hari ini aku tuh nggak punya bahan buat konten karena kerjaanku hari ini cuma tidur dan cicilan mengerjakan tugas yang seabrek menumpuk di meja.

Lelah? Iya, pasti.
Mengeluh? Ah, nggak perlu ditanya.
Misuh? Apalagi, itu sih nggak diragukan lagi.

Tugas kuliah setiap hari datang melulu dan nggak kasih aku kesempatan buat bersantai. Pengakuan aja nih, kerjaanku dari semalam cuma sambat alias mengeluh. Ya... namanya juga manusia sih, mau ada ini, mau ada itu, pasti mengeluh. 

Dapat duit dua ribu rupiah aja masih mengeluh lho, padahal kan dapat rezeki ya? Maklum, namanya juga manusia, suka merasa nggak puas dengan apa yang didapatkannya

Tugas lagi. Tugas lagi. Tugas lagi. 

Cuman mau bagaimana lagi, jalani saja. Ini kan salah satu perjuangan untuk masa depan. Untuk menjawab pertanyaan yang ada pada postingan Susan, Besok Gede Mau Jadi Apa?

Kadang aku berpikir sih, kok tega ya, pengajar kasih tugas sebanyak ini. Kadang juga aku berpikir, itu pengajar mikir nggak sih kalau mau kasih tugas ke siswanya sampai sebanyak ini? 

Cuman, lagi-lagi aku berpikir lebih dalam lagi juga. Iya memang benar, kerjaan pengajar kasih tugas, kerjaan pelajar ya belajar--melalui mengerjakan tugas. Memangnya apa lagi pekerjaan pelajar selain belajar, nggak ada. Padahal ini salah satu upaya untuk mengatasi kekuranganku sebab Aku Masih Bodoh.

Iya sih, memang berat. Bikin kita jadi sering mengeluh. Belum lagi ditambah masalah di luar lingkungan pendidikan. Haduh, makin berat deh. Tapi untungnya, aku punya cara untuk kerjain tugas biar nggak keteteran.


Kita harus ingat, kita dikirim ke dunia ini karena kita sanggup menjalani itu semua. Kalau nggak sanggup, mana mungkin Tuhan tega kirim kita ke dunia, betul?

Semangat! Ganbarimashou!

Biar pun sulit pasti ada kemudahan. Biar pun berat pasti bisa dijalani. Percaya aja, kalau kita manusia yang kuat.

Waktu jadi sperma aja bisa menang lomba berenang, padahal lawannya jutaan sel sperma. Hidup juga harusnya bisa menang, apalagi wujud kita sudah jadi manusia. Harus lebih kuat pastinya. Ingat aja:

Sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan.

Jangan lupa, selalu panjatkan doa meminta kemudahan dalam menjalani kehidupan.

Baca kiat-kiat berdoa agar dikabulkan; Zutto Oinorishimashou

Semangat menyelesaikan tugas yang diemban di dunia ini.

Have a nice day,


Michiko♡

Gif source on Pinterest

3 Maret 2019

Dia Adalah Guruku Bukan Dilanku

11:47 PM 0 Comments
Tadi siang, aku membuka blog lamaku (link blog lama) yang sudah lama banget terbengkalai. Seketika aku teringat pada seseorang yang pernah hadir di dalam garis hidupku. Sebab, pada era aku aktif di blog lamaku juga merupakan masa di mana aku pernah membuang seseorang dari kehidupanku juga.

He was my teacher

Beliau adalah seorang penulis berbakat. Seorang yang sering mendukung aku untuk mengembangkan potensi menulis yang aku miliki. Seorang yang (pernah) sangat mempedulikan muridnya. 

Beliau adalah seorang yang memotivasi aku untuk mulai menulis novel.  Sejujurnya, beliau ini adalah panutanku karena menurutku beliau adalah penulis yang hebat. Yeah, I remember this cleary

Perjuangan menulis novel tidak mudah, baca kisah perjuangan sang Pejuang Mimpi

Beliau orang yang rendah hati dan asik diajak berdiskusi. Akan tetapi, aku justru memperlakukannya dengan sangat kejam sebab kepeduliannya yang menurutku terlalu berlebihan sampai kuanggap terlalu kelewatan sampai mencampuri urusanku. Setelah aku pikir lagi, sebenarnya wajar sih kalau guru menasihati dan peduli kepada muridnya. Tetapi, mungkin saat itu aku masih labil dan keras kepala. Jadi, hal yang beliau lakukan terasa sangat menyulitkan aku.

Pada postingan kali ini, saya mau meminta maaf atas segala hal yang pernah saya lakukan terhadap beliau. Serta berterimakasih karena telah menasihati saya dan mengingatkan saya kalau saya berbuat kesalahan.

Sebenarnya, aku menulis ini dengan pertimbangan yang cukup lama. Sebab, aku nggak mau menuai kesalahpahaman yang dulu terulang lagi. 

Sejujurnya, kami sudah lost contact since five years ago, malah kayaknya sih lebih. Uhm... I'm not sure. Saat ini aku benar-benar nggak tahu kabarnya bahkan aku juga nggak tahu beliau masih mengajar di sana atau nggak sehingga aku pun nggak bisa meminta maaf secara langsung. 

Maka dari itu, aku menulis postingan ini untuk meminta maaf atas segala kesalahan yang pernah aku lakukan kepada beliau. Semoga beliau sudi membaca dan memaafkanku.

Ucapan Terima kasih dan Maaf untuk Guruku

Pesan untuk beliau:
Pak, saya sudah dewasa dan menyadari kesalahan yang saya lakukan dahulu kala. Jadi, saya mau meminta maaf atas apa yang pernah saya lakukan dan saya menyadari kesalahan saya. Terima kasih atas support-nya di kala itu. Semoga tidak ada kesalahpahaman yang terjadi lagi. Sebagai manusia, kita harus berbuat baik kepada sesama makhluk Tuhan. Cukup sekian, terima kasih telah membimbing saya, Pak. Semoga Bapak selalu bahagia dan menjalani hidup dengan baik.
Cukup segini aja postingan hari ini.

Have a nice day,


Michiko♡

Photo by rawpixel on Unsplash

11 Juni 2018

Zutto Oinorishimashou

10:00 AM 2 Comments
Teruslah kau berdoa seolah kau sedang mengayuh sepeda untuk sampai pada tujuan.

Kejadian itu terjadi pada hari Selasa sekitar pukul 19.00 WIB, mengenai tanggal aku lupa sih itu tanggal berapa tepatnya karena memang sudah lama hehehe. Pada hari itu, ada mata kuliah Japanese Reading atau sebut saja dokkai. Materi kuliah membahas tentang sebuah cerpen yang berjudul "わらしべ長者 warashibe choja". Aku pernah menerjemahkan cerita pendek ini di postingan sebelumnya. 

Cerita pendek ini aku dapat dari dosenku, sebenarnya ini cerita yang dikasih untuk tes harian, tapi karena ceritanya menarik jadi aku terjemahkan ke dalam versi Bahasa Indonesia supaya masyarakat Indonesia bisa ambil hikmah dari cerita itu. Sengaja aku post di blog, siapa tahu ada mahasiswa sastra Jepang yang dapat tugas menerjemahkan cerita ini terus google-ing judulnya biar dapat contekan wkwkwk. Gak deng. 

Baca juga terjemahan kisah Warashibe Chōja (Saudagar Jerami) 

Selain amanat yang bisa diambil dari cerita pendek tersebut, ada amanat yang bisa diambil juga dari perkuliahan pada hari itu. Di dalam cerita, kami menerjemahkan penggalan kalimat:

「太郎は朝までずっとお祈りしました。」
Tarou wa asa made zutto oinorishimashita.
Artinya:
Tarō terus-menerus berdoa sampai pagi.

Keajaiban Doa
Sepenggal klausa yang aku warnai merah itu merupakan garis besar pembahasan postingan ini. Dosenku memberi perumpamaan dalam klausa itu. Begini katanya:

"Kalian tahu? Zutto oinorimashita itu berdoa yang terus-menerus, nggak berhenti-berhenti. Jadi, dalam kalimat itu, 'Asa made zutto oinorishimashita.' Artinya si Taro ini nggak cuma berdoa sekali terus bar (selesai). Nggak gitu. Dia itu terus-terusan berdoa dari sore sampai pagi nggak berhenti-berhenti. Biar apa coba? Biar doanya ini dikabulkan sama Kannon-sama.

Kalian juga harus kayak gitu. Kalau punya kemauan jangan cuma mau aja, berdoa sekali terus wis bar (ya sudah). Jangan. Ibaratnya berdoa itu kayak kalian lagi mengayuh sepeda. Kalau kalian naik sepeda terus nggak dikayuh, apa bakal sampai ke tujuan? Nggak toh? Kalian harus mengayuh sepeda itu biar sampai ke tujuan. Kalau kalian nggak kayuh sepeda itu sampai bar Isya' nggak akan sampai tujuan.

Begitu juga dengan berdoa. Kalian kalau punya kemauan, teruslah berdoa. Supaya apa? Supaya kalian sampai ke tujuan. Supaya keinginan kalian itu tercapai. Paham?

Nggak perlu aku jelaskan juga harusnya kalian sudah paham kan maksudnya apa?  Jadi, pelajaran yang bisa dipetik pada hari itu adalah... sudah aku tulis pada kutipan yang paling atas. Jadi, nggak usah ditulis lagi lah ya? Hahahaha.

Oh iya, jangan lupa diselingi dengan usaha dan keikhlasan juga ya. Masalah hasil, serahkan kepada yang berwenang, Tuhan Yang Maha Kuasa.

Karena hidup nggak jauh-jauh dari DUIT. Bukan money recehan atau pun dollar seratus ribuan. Tetapi:
Doa
Usaha
Ikhlas
Tawakkal

Have a nice day


Michiko ♡

24 Oktober 2016

Surat Kecil untuk Lord

6:00 PM 0 Comments
Tanpa basa-basi mari kita langsung ke inti! Seperti biasanya, kalau ada kawan yang berulang tahun selalu aku buatkan kado abadi di blog ini. Persis seperti dua kawanku sebelumnya. Kali ini, aku akan memberikan kado ulang tahun untuk teman kuliahku. Iya, aku sudah kuliah gaes setelah menghadapi examination syndrome dan bermacam-macam tetek bengek ujian serta perpisahan.

Kawanku yang satu ini berulang tahun hari ini, 24 Oktober. Bertambah dari 18 tahun jadi 18+ tuh. Siapakah dia? 

Ceritanya ada efek suara. Traktak dung cess.

Mari berkenalan dengan orang yang hari ini berulang tahun. Sebelumnya, aku nggak pernah menceritakan dia. Lagipula kami juga baru kenal tiga bulanan sih. Panggil saja dia Lord, itu panggilan kawan-kawan kampus kepadanya. Nggak tahu sih asal-usulnya kenapa bisa dipanggil begitu. 

Lord adalah orang yang pertama kali aku jumpa sejak menginjakkan kaki di kampus. Saat itu aku hanya kenal dengan satu perempuan yang kurus dan tinggi, panggil saja Chaca. Saat duduk di depan rektorat, Lord datang menghampiri kami berdua dan itulah pertama kali aku mengenalnya. Saat itu kami mau mengambil buku panduan kampus, maklum masih maba alias mahasiswa baru.

Pertama kali jumpa, aku punya first impression kalau dia ini orang yang lugu dan kalem. Namun, langit berkata lain. Ekspektasi nggak selalu sama dengan realitanya. Ternyata, dia orang yang paling petakilan dan rusuh banget kelakuannya dari semua kawan satu angkatan. Nggak ngerti lagi deh. Apalagi kalau sudah membentuk trio dengan partner in crime-nya, Aaron dan Andrew.

Trio ini adalah makhluk paling rusuh, paling petakilan, paling humoris, ah pokoknya edan. Walaupun memang sih, dari tiga orang itu Lord yang paling kalem, tetapi tetap aja tingkat kekalemannya itu di batas KKM alias nggak lulus sensor.

Setelah mengenalnya lebih jauh, Lord ini orangnya penurut kayak peliharaan. Eh. Kalau dia dikerjain oleh temannya pun kok manut saja gitu. Rela tersakiti demi membahagiakan kawannya. Mengenaskan sekali. Dia orangnya bully-able, makanya orang tuh betah buat jahil sama dia dan dia pun selalu pasrah saja. Nanti kita bully Lord bareng-bareng, yuk! 

Bagaimanakah bentuknya Lord? Penasaran, nggak? Baiklah, aku akan mendeskripsikannya. Jadi, Lord itu seorang makhluk yang memiliki kromosom seks XY alias makhluk pejantan. Dia punya kulitnya sawo matang cenderung gelap, rambutnya ikal, punya mata empat alias berkacamata minus 3, punya hidung, punya mulut, punya telinga, punya dua tangan, dan punya dua kaki, serta jari-jarinya alhamdulillah lengkap. Nomor sepatunya 41, barangkali ada yang mau beliin dia sepatu.

Setelah mengetahui fisik dan psikis pada jenis spesies ini, mari kita lanjutkan ke pembahasan utama. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mempersembahkan beberapa wish dari makhluk-makhluk edan yang kelakuannya tidak berfaedah, anak-anak asuhannya Lord.

Aaron
n. Pipi bakpao. Badannya juga serupa sama bakpao. Kromosom seks XY. Biasanya dipanggil Cino.


Andrew
n. Cleaning service grup LINE. Manusia yang satu ini hobinya adalah mengirim stiker orang sedang mengepel di grup chat LINE. Kromosom seks XY. Sering dipanggil Pak Pel.

Mualif
n. Manusia dingin dan cuek. Hobi mengirim stiker kuda. Badannya paling kecil dari trio dan bermata empat. Kromosom seks XY. Hati-hati, dia galak.

Momo
n. Peliharaan kesayangan aku. Kromosom seks XX, berkaca mata, dan berambut pirang yang beregenerasi menjadi hitam. Mualif versi cewek, sama galaknya hahahaha.

Chacha
n. Perempuan kurus yang ditemukan pertama kali oleh Lord dan aku. Badannya kurus, tinggi, berkacamata. Kromosom seks XX. 

Vicky
n. Perempuan yang paling sengak dan kelihatan galak. Badannya tinggi dan gempal. Dia memiliki jumlah kromosom 44A+XX.

Upik
n. mamanya Choki. Demen banget sama kucing. Badannya paling mungil dari semua yang kasih wish. Dia berkromosom seks XX.


Dan yang terakhir adalah wish dari aku:

Semoga tambah cakep ya, Lord. Mancing banget ini mah biar ditabok rakyat. Oke, ini harapan yang sesungguhnya. Tambah ndut ya. Tambah bawel juga biar mommy-able. Tambah pasrahan juga biar bully-able. 

Bagaimana rasanya habis basah-basahan dengan air aqua? Mantap?

Tadinya sih mau dikerjain, sekalian dikasih hantu berhubung Lord penakut atau dibikin nangis gitu. Namun, rencana gagal semua karena chat bersama orang-orang di atas dipenuhi obrolan yang nggak berfaedah dan ngalor ngidul. 

Baca juga kado abadi untuk kedua kawanku: Kado Ulang Tahun Nonny dan Kado Ulang Tahun Farah 

Jadi, wish ini aku sampaikan sebagai perwakilan dari kami semua untuk Lord. Semoga panjang umur dan bahagia selalu. Happy birthday, Lord! 

Have a nice day,

Michiko ♡

1 Juli 2016

Aku dan Senja

12:01 PM 0 Comments
Hello!
Aku baru balik nih. Berapa lama nggak nulis? Gara-gara kebanyakan malasnya. Jadi, aku pos di blog semaunya aja hehehe. 

Sekarang ada pembahasan baru nih, gosip terhangat sehangat tahu bulat lima ratusan yang digoreng dadakan gurih nyoy. Ah, jadi pengen tahu bulat. 
Hari ini, aku mau cerita tentang si doi. Kode-kode sedikit lah ya. Hari ini dia ulang tahun. Sebenarnya tulisan ini jadi ajang kode keras gitu deh hahaha. Semoga dia gak baca, mau ditaruh di mana muka aku kalau dia tahu aku bercerita tentang dia? Haduh, malu.

Aku sudah pernah cerita tentang dia sedikit, dia dikisahkan dalam postingan Secret Admirer. Disebutkan bahwa, aku menjadi penggemar rahasianya selama lima tahun. Jadi panggil saja dia Senja karena dia ini sangat tampan di kala senja. Nggak deng, bercanda. Pokoknya, kalau urusan asal-usul nama samaran cuma aku doang yang tahu kisahnya deh, soalnya ini rahasia.

Baca rahasia seorang penggemar rahasia: Secret Admirer


Jadi begini awal mula ceritanya...

HEY AKU DEG-DEGAN.
Ini adalah kisah cintaku di zaman SMP, cinta monyet yang masih bertahan sampai saat ini. 

Aku adalah seorang murid baru di sebuah sekolah Islam terpadu yang cukup dikenal untuk kalangan sekolah yang baru berdiri. Yap, aku merupakan siswa pindahan. Aku masuk ke sekolah ini setelah tiga bulan dimulainya pembelajaran. Di sekolah ini, kelas perempuan dan laki-laki dipisah. Namanya juga sekolah Islam terpadu, harus ada sekat jarak antara perempuan dan laki-laki. 

Nah, dari sini lah dimulainya kisah itu. Kelas perempuan saat semester pertama ada di lantai dua, sedangkan kelas laki-laki ada di lantai satu. Awalnya, kami nggak saling kenal sama sekali. Benar-benar nggak kenal. Jangankan berkenalan, tatap mata atau melihat wajahnya sekali saja sudah malu banget. Semester pertama, aku sama sekali nggak mengenal laki-laki dan banyak sekali desas-desus yang berkata kalau aku ini jutek bin judes. Emang iya sih, soalnya aku memang agak kasar kalau berhadapan dengan laki-laki. Entah kenapa, tapi itu reaksi yang selalu aku berikan kalau berurusan dengan laki-laki.

Semester kedua, kelas perempuan dan kelas laki-laki ditukar. Kelas laki-laki di lantai dua, sedangkan kelas perempuan ada di lantai satu. Dikarenakan kelas perempuan bersebelahan dengan tangga, jadi nggak jarang para siswi duduk di anak tangga, sekadar untuk nongkrong saat istirahat. Tahu sendiri lah ya, jalan untuk lewat kalau dipakai sebagai tempat untuk duduk dan bersantai, nggak bisa dipakai sebagai jalur untuk lewat. Tangga itu menjadi salah satu akses yang bisa dilewati oleh kaum Adam yang mau pergi ke kantin. Biasanya kalau risih, mereka lebih memilih untuk menggunakan tangga di ujung gedung. Tetapi kadang ada juga yang nekat sih melangkahi para siswi yang sedang duduk di tangga. Biasanya, yang berani lewat itu cowok yang agak "bandel" dan kepedean dan sok ganteng walaupun beberapa emang ada yang ganteng. 

Ternyata, kebiasaan duduk di tangga, nggak cuma jadi kebiasaan para siswi tapi para siswa juga sama. Bedanya, mereka nongkrong di anak tangga yang bagian atas yang ada di sebelah kelasnya. Dari sini nih, aku mulai mengenal Senja. Nggak. Bukan berkenalan secara langsung. Lebih tepatnya, digodain oleh guru yang masih muda, yang bisa dibilang gaul lah sama para siswa. Guru ini biasanya ikut nongkrong di tangga atas bareng sama para siswa, sekadar bercanda atau curhat. 

Awal mulanya, saat sedang istirahat jam pertama. Aku baru selesai jajan dan mau kembali ke kelas. Aku sedang melepas sepatu karena di kelas memang nggak boleh pakai sepatu. Saat sedang sibuk lepas sepatu, aku dipanggil sama guru gaul yang lagi duduk di anak tangga atas. Lalu aku menoleh ke atas dengan jajanan yang penuh di kedua tangan. Aku menggubris panggilan guru itu, ya iyalah, masa dipanggil guru nggak menoleh.

Saat itu, aku melihat seorang laki-laki berambut ikal dengan baju biru motif kotak-kotak dan celana putih. Dia duduk tepat di sebelah guru yang memanggilku. Aku cuma sekadar tahu, nama dia Senja.  

Seperti biasa, laki-laki kalau iseng bagaimana sih? Guru itu tiba-tiba berceletuk, "Nad, ada salam dari Senja."

Nah, saat itu aku yang notabene adalah wanita kasar dan jutek, jelas nggak suka kalau digoda seperti itu. Aku mendengus, bibirku ditekuk, dan mendelik judes. Setelah itu, aku pun lewat aja tanpa peduli dengan perkataan guru yang hobinya memasang-masangkan siswa siswi. Aku sadar sih, emang reaksi aku itu agak kurang ajar. Hahaha. Tetapi sebenarnya, aku deg-degan, malu atau senang, entahlah. Bahkan sampai kepikiran juga. Namanya juga bocah, diciein sedikit bisa langsung baper [read: bawa perasaan]. Ternyata, setelah kejadian itu, perasaan aku jadi terasa ada yang beda. Nggak berhenti dalam waktu sehari dua hari saja. Perasaan itu malah berlanjut sampai aku naik kelas. 

Saat itu, sebenarnya aku sudah punya orang yang aku suka. Memang hanya sekadar suka aja, bukan pacar. Tetapi setelah kejadian itu, aku malah nggak bisa melupakannya. Jadi, hatiku terbagi dua. Aku menjadi fans berat seseorang dan--baru sadar--suka dengan Senja juga. Aku mencoba untuk memilih salah satu, Senja bukan pilihanku walaupun perasaan itu sebenarnya masih tersimpan di dalam. Aku nggak mengembangkan perasaanku pada Senja karena lebih fokus dengan orang satunya. Selama satu semester, aku nggak terlalu fokus terhadap perasaanku pada Senja. Jadi, aku nggak terlalu penasaran siapa orang yang dia suka, seperti apa latar belakangnya, atau apa saja hal-hal yang dia suka. 

Semester selanjutnya, aku merasakan hal yang berbeda. Perasaan yang aku simpan dalam-dalam, justru muncul lebih besar. Perasaan suka pada Senja tiba-tiba muncul, mungkin karena saat itu aku juga sedang berpikir realistis karena merasa nggak memungkinkan untuk suka dengan orang yang jauh lebih tua daripada aku apalagi jarak umur yang begitu jauh. Saat itu lah, aku mulai terfokus dengan Senja. Aku mulai penasaran tentang dia, latar belakangnya, siapa orang yang pernah dia suka dan siapa orang yang dia suka saat ini.

Setelah mengulik banyak fakta tentang Senja, ada suatu hal yang mengejutkan. Jelas, aku juga menyesal baru mengetahuinya. Aku mengetahuinya lewat Senja secara langsung melalui SMS. Iya, kami diam-diam kontakan, walaupun memang ada aturan bahwa siswa dan siswi nggak boleh berhubungan lewat mana pun. Tahu sendiri lah, label Islam terpadu dilarang berbicara hal tidak penting kepada yang bukan mahram. Tapi lupakan saja soal itu, kembali ke hal yang mengejutkan saja. Aku terkejut ketika mengetahui orang yang disukai Senja. Senja suka dengan sahabatku sendiri. Benar-benar sahabat dekatku, orang yang selalu pergi ke mana-mana dan mengobrol banyak hal denganku. Walaupun itu masa lalu, tetapi jelas itu cukup membuat aku terkejut. 

Fakta menarik lainnya, yang nggak kalah mengejutkan, ternyata sahabatku juga masih menyukai Senja. Kami baru dekat sejak semester tiga dan dia nggak pernah cerita apa pun tentang orang yang dia suka. Saat masih semester satu, dia pernah suka juga dengan Senja, lalu rasa itu ia kubur dan dia nggak pernah membicarakan tentang perasaannya pada Senja kepada siapa pun, termasuk aku. Ah, kisah cinta macam apa ini. Aku sepertinya memang ditakdirkan hanya menjadi seorang figuran dalam kisah romantis seseorang. Dengan keadaan yang seperti itu, mana mungkin aku bercerita tentang Senja, kan? Bisa-bisa aku dicap sebagai seorang pengkhianat, bahkan persahabatan kami bisa terancam hanya karena menyukai laki-laki yang sama. Sering banget sahabat aku ini menanyakan tentang orang yang aku suka, tetapi aku nggak berani mengungkapkan yang sebenarnya. Jadi, aku jawab orang yang suka adalah orang yang umurnya jauh lebih tua daripada aku, orang yang pernah aku suka sebelum aku menyukai Senja. Nama Senja jangan sampai disebut dalam keadaan ini. Orang-orang di kelasku pun, jadi tahu kalau aku suka dengan orang yang jauh lebih tua daripada aku, padahal saat itu sebenarnya aku sudah move on dan hatiku tertambat pada Senja. Walaupun sahabatku pernah bilang, nggak masalah kalau misalnya aku suka dengan Senja, tetapi untukku rasanya kurang etis saja sih apalagi dia belum melupakan Senja. 

Berbicara tentang SMS dengan lawan jenis, sebenarnya aku mendapatkan nomor Senja nggak mudah dan mencari topik untuk mempertahankan obrolan juga sulit. Apalagi di bawah ancaman peraturan kalau berhubungan dengan lawan jenis akan dipanggil ke ruang kepala sekolah. Ngeri juga. Tetapi dengan kedok kepentingan, aku menghubungi Senja lewat salah satu media sosial dan mendapatkan nomornya. Setelah mendapatkan nomornya, aku bimbang harus aku hubungi atau nggak, antara mau dan malu. Akhirnya, aku menghubungi dia. Awalnya, mengangkat topik tentang OSIS, saat itu kami tergabung dalam divisi OSIS yang sama. Semakin lama, semakin sering kami berkomunikasi. Awalnya penting, lama-lama jadi basa-basi nggak penting, bahkan sampai aku tahu siapa saja orang yang pernah disukai Senja karena kami sering berbalas SMS. Kadang, aku curi-curi pandang ke arah Senja ketika sedang rapat OSIS. 

Selama satu semester aku bertahan, berusaha menutupi semua. Aku pura-pura nggak tertarik kalau ada yang membicarakan Senja. Lama kelamaan, salah tingkah juga. Aku nggak bisa mengontrol reaksiku saat ada suatu hal yang berkaitan dengan Senja. Ternyata, rasa itu makin membuncah dan nggak mau disembunyikan lagi sehingga menimbulkan kecurigaan. Bukan Senja yang curiga, tetapi teman-teman satu kelasku. Senja sih mana peka soal begituan. Lagi pula, mustahil juga Senja akan membalas perasaanku kalau dia tahu tentang perasaanku. Toh saat itu aku juga jelek, sedangkan Senja... sulit membayangkannya kalau kami bersanding. Bisa jadi kisah Beauty and The Beast, tapi aku yang jadi beast.

Satu tahun jabatan berakhir, jabatan dalam organisasi pun harus berakhir. Saat-saat terakhir untuk menghubungi Senja dengan kedok mengoordinasikan laporan pertanggungjawaban. Kami makin asyik SMS-an, dia juga nggak seformal dulu dan lebih banyak curhat. Aduh jadi nyaman, bau-baunya aku berada di friendzone. Aku nggak masalah sih, lebih baik Senja nggak tahu perasaanku daripada dia menjaga jarak setelah mengetahuinya. Setelah pengumpulan laporan pertanggungjawaban, aku nggak pernah berhubungan dengan Senja lagi selama tiga bulan. Aku juga nggak galau atau sedih sih karena saat itu aku sibuk persiapan Ujian Nasional dan membuat novel. Aku jadi nggak terlalu sering memikirkan Senja, lagi pula aku masih bisa kok melirik Senja di ruangan sebelah kalau akan pergi ke kantin karena ruang kelas kami bersebelahan. Dasar mata nakal. Di semester itu pula, desas-desus menyebar ke penjuru kelas bahwa aku menyukai Senja. Saat itu pula, hubunganku dengan sahabatku menjadi renggang, mungkin karena dia tahu juga aku suka dengan Senja. Barangkali dia merasa terkhianati. Maafkan aku ya, perasaan aku nggak bisa berhenti untuk menyukai Senja. 

Menjelang Ujian Nasional, kelas sembilan diajak rekreasi dan doa bersama. Hitung-hitung sebagai ajang untuk refreshing setelah diserang try out bertubi-tubi. Saat itu aku sedang dekat dengan Big Mama dan si Tomboy. Mereka menemaniku yang sedang makan di bus pariwisata, sedangkan yang lain sedang menikmati makan siangnya di taman. Saat itu, rupanya Senja duduk di belakangku. Si Tomboy yang usil dan suka ceplas-ceplos, dengan entengnya berbicara dengan Senja.

"Senja, mau makan nggak?" 

"Mau. Mana makanannya?" Senja sih mau-mau saja kalau dikasih makanan.

Si Tomboy menunjukku dengan dagu. "Tuh, minta ke Nad."

Aku yang sedang menggigit ayam, melirik ke arah si Tomboy, melotot dengan galak. Sialan, bisa-bisanya si Tomboy usil begitu.

Si Tomboy tertawa. Dia malah memprovokasi. "Nggak apa-apa, Nad. Terakhir, sebelum kelulusan biar dia tahu."

"Mana?" Senja mencari makanan. Entah dia mendengar ucapan si Tomboy barusan atau nggak. Sepertinya sih kedengaran, tapi dia pura-pura nggak peka.

"Senja, mau makan bareng Nad, nggak?" Si Tomboy tersenyum usil sambil menunjukku. "Tuh, diajak makan bareng sama Nad."

Aku melotot, memandang si Tomboy dengan tatapan galak. Emang, ini orang minta digetok kayaknya.

Senja melirik ke arahku, lalu dia tersenyum. "Nggak ada makanannya hehehe."

Si Tomboy tiba-tiba merebut wadah makanan yang aku pegang, menyodorkannya kepada Senja. Senja mengintip ke dalam isi wadah. Aku hanya bisa mengerutkan alis, mulai kesal dijahili si Tomboy terus-terusan.

"Ayam, bukan?" Senja melirik si Tomboy. "Nggak mau ah, tadi sudah kenyang makan ayam. Kirain makanan yang lain." Senja berlenggang melintas dan pergi.

Dasar si Tomboy menyebalkan! Kejadian ini bikin aku merasa malu banget, tetapi ada sedikit rasa berbunga-bunga juga sih karena sudah lama aku nggak berkomunikasi dengan Senja. Kejadian itu, membuat aku menghindar setiap kali akan berpapasan dengan Senja. Melihat wajah Senja, membuat aku malah teringat kejadian di dalam bus.

Setelah pulang rekreasi, semester terakhir di sekolah itu, kami mulai fokus belajar untuk menghadapi Ujian Nasional. Satu angkatan dipecah menjadi beberapa kelas, kalau nggak salah lima kelas, diurutkan berdasarkan ranking try out berturut-turut. Saat itu, aku masuk ke kelas A bersama orang-orang yang hampir semua pintar. Ternyata, Senja juga termasuk di dalamnya. Aku satu kelas dengan Senja. Senang tapi malu, aku belum bisa melupakan kejadian itu dan pipiku selalu memanas setiap kali berpapasan dengan Senja. Kelas A seringkali dibiarkan belajar mandiri, dibebaskan juga menentukan lokasi belajar asalkan tidak berpecah. Namanya juga masih pelajar, surganya sudah pasti kantin, jadi kami memilih kantin untuk belajar. Kami belajar bersama, membentuk dua lingkaran, satu lingkaran untuk sekelompok laki-laki, satu lingkaran untuk sekelompok perempuan. Kadang kami saling diskusi menemukan jawaban bersama. Sejak saat itu, aku nggak canggung lagi untuk berkomunikasi dengan Senja--tampaknya dia juga sudah lupa. 

Setelah ujian berakhir, kelas sembilan latihan untuk pertunjukan acara perpisahan. Kabarnya, Senja akan mendaftar di sekolah yang sama denganku. Wah, kesempatan untuk SMS-an lagi dengan Senja. Basa-basi menanyakan pendaftaran sekolah. Sudah lama banget aku nggak menghubungi Senja, mungkin hampir satu tahun. Akhirnya, kami saling bertukar informasi sambil menyelipkan sedikit curhat dan canda. Sampai tiba waktunya untuk pergi. Aku kira pendaftaran sekolah akan ditutup sebelum digelarnya acara perpisahan sehingga aku nggak ikut perpisahan. Aku merantau sebelum waktunya.

Kamu tahu apa yang terjadi setelah itu?

Saat aku berhenti di perjalanan untuk mampir di sebuah restoran untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan yang panjang lagi, teleponku berbunyi. Nomor yang nggak dikenal muncul di layar. Sebenarnya, aku enggan mengangkatnya karena takut telepon jahil tetapi akhirnya aku angkat juga karena takut ada hal yang penting.

"Halo, assalamu'alaikum." Suara di ujung telepon menyapa, suaranya lembut dan adem.

"Wa'alaikum salam. Maaf, ini siapa?" Aku bertanya karena nggak mengenali suaranya. Aku yakin itu bukan suara teman sekelasku karena mereka kalau berbicara nyaring seperti monyet Ragunan.

"Ini ibunya Senja."

S H O C K!

K A G E T.

Aku menarik napas dalam dan menahannya. Aku nggak mau suara napasku mengganggu dan menyinggung ibunya Senja. Gugup.

"Kata Senja, Nad mau masuk ke sekolah yang sama juga, ya?"

Ih, Senja cerita tentang aku ke ibunya. Aku senyum-senyum malu, nggak jelas. 

"Iya, Tante."

"Boleh tanya, nggak? Pendaftaran sekolah sebenarnya sampai tanggal berapa?"

"Sampai tanggal sekian Mei, Tante." Anggaplah aku menyebutkan tanggal. Jujur, aku lupa. "Tapi nanti kayaknya ada gelombang yang kedua."

"Oh begitu." Ibunya Senja terdiam sejenak. "Katanya, Senja mau ikut perpisahan dulu. Kasihan masa-masa terakhir dengan teman-teman."

"Oh begitu ya, Tante." Aku mengangguk walaupun ibunya Senja nggak bisa melihat anggukanku. "Masih bisa kok nanti ikut gelombang kedua."

"Ya sudah, nanti Senja ikut yang gelombang dua saja. Sekarang Nad sudah berangkat?"

Aku mengangguk lagi. "Iya, sudah, Tante."

"Sudah sampai mana?"

Aku melirik papan reklame restoran. "Sudah sampai Pekalongan. Ini lagi istirahat buat makan."

"Oh gitu, kalau gitu hati-hati di jalan ya, Sayang." 

S-A-Y-A-N-G. Suara lembut ibunya Senja membuat aku meleleh. Aku tersenyum lebar. "Iya, Tante, terima kasih ya."

"Iya, Sayang, sama-sama. Tante tutup ya, assalamu'alaikum."

Telepon terputus. Aku melompat senang nggak karuan. Senyuman merekah dan wajah memerah. Ibuku sampai penasaran apa yang membuatku kegirangan.

"Telepon dari siapa?"

"Calon mertua."

Bodo amat. Aku keceplosan tiba-tiba bilang begitu di depan ibuku. Aku terlalu senang. Jantungku berdebar dengan kencang. Senang sekali dipanggil "sayang" oleh orang tuanya Senja. Aku semakin baper lah.

Itulah perjalananku menjadi penggemar rahasia Senja selama tiga tahun. Sebenarnya, aku masih bingung. Apakah aku masih menyukai Senja atau nggak? Karena aku masih menutup pintu hati dan nggak membiarkan orang lain masuk untuk mengisi. Setiap aku mau membuka hati, aku malah teringat Senja lagi. Bisa dibilang ini sudah tahun ke-lima aku menjadi penggemar rahasianya. 

Baca juga kisah-kisah bucin lainnya klik di sini

Sekian kisah tentang Senja. Sepertinya sepotong kisah ini sudah terlalu panjang. Jadi, kapan-kapan lagi aku menceritakannya.

Have a nice day,


Michiko ♡

19 Januari 2016

Trouble Maker

1:28 AM 0 Comments
你好朋友们。^^
Ni hao pengyou men.
Halo teman-teman. 
Setelah selesai menjalani ujian praktik dan try out, akhirnya aku bisa bebas buat posting di blog lagi. Kangen gak? Hahaha. Hari ini mau bahas tentang apa ya? Bagaimana kalau bahas trouble maker? Bukan, bukan Trouble Maker Hyuna dan Hyunseung lho ya. Ini trouble maker di kelas Mandarin. Yup, kisah d'trebbles.

d'trebbles
(n) Julukan para trouble maker di kelas Mandarin. Bukan geng tetapi sekelompok orang dari komunitas satu kelas yang mengikuti kelas Mandarin. Berisi empat ekor manusia yang terlahir tak sempurna karena kesempurnaan hanyalah milikNya.

Sebelum masuk ke kisahnya, ayo kenalan dulu dengan anggota d'trebbles. 
Nad as Baobao (宝宝) 
Baobao artinya darling, baby. Orangnya pendek, badannya kurus tapi pipinya tembem. Baobao punya karakter sebagai orang yang cuek, ceplas-ceplos, dan berani. Kadang keberaniannya itu nggak tanggung-tanggung, malah dicap seperti orang yang nggak tahu sopan santun. 
Rani as Baobei (宝贝)
Baobei artinya treasure, darling, baby. Tinggi badannya sama kayak Baobao, badannya normal nggak kurus dan nggak gendut juga, pipinya lebih tembem daripada Baobao. Baobei punya karakter sebagai orang yang lembut, sopan, dan sensitif. Suaranya berat, mungkin tenor, mirip suara laki-laki dan agak serak. 
Farah as Qin ai (亲爱)
Qin'ai artinya dear, beloved, darling. Orangnya lebih pendek dari Baobei, kulitnya agak gelap mungkin sawo matang, berkacamata, agak semok. Qinai punya karakter sebagai orang yang ceria, suka tertawa, dan agak cengeng. Biasanya dia suka nangis kalau lagi bahas ujian Bahasa Mandarin. 
Rivi as Qing lü (情侣)
Qinglu artinya sweetheart, lovers. Orangnya lebih tinggi daripada Baobao, agak berisi, kulitnya kuning langsat. Qinglu punya karakter sebagai orang yang lembut, peduli sesama, dan penurut. Dia jauh lebih dewasa dari tiga anggota yang lain karena seperti punya sifat keibuan, jadi mommy d'trebbles.

Kalau ada sekelompok trouble maker, berarti ada yang terganggu atau ada suatu hal yang dikacaukan dong. Tentu saja, ada. D'trebbles adalah pengacau kelas Mandarin, yang paling berisik di kelas Mandarin daripada murid dari kelas lain. Selain mengganggu ketenangan kelas, D'trebbles juga suka mengganggu pengajar kelas Mandarin, kami menyebutnya Laoshi (老师).

Gambarnya mirip Laoshi kalau sedang marah (nyelip buat thumbnail)

Laoshi (老师) berasal dari bahasa Mandarin yang artinya guru. Ya, kami—anak-anak kelas Mandarin—memanggil mommy besar dengan sebutan Laoshi. Laoshi ini badannya besar, pipinya juga besar, cantik, pertama bertemu dengannya ia berambut pendek tapi sekarang sudah agak panjang sebahu. Pernah dapat beasiswa ke China makanya sekarang ia mengajar bahasa Mandarin di sekolahku. Karakter Laoshi ini seperti kerang. Luarnya keras tapi dalamnya lembut dan berharga. 

Ini adalah kisah ketika aku berada di bangku SMA. Kata orang, zaman SMA adalah masa-masa yang nggak pernah terlupakan. Mungkin, ini akan menjadi salah satu kenangan yang nggak terlupakan itu. Aku mau menceritakannya di blog ini, siapa tahu ketika aku sudah dewasa nanti, aku bisa membaca postingan ini lagi dan teringat masa-masa jahilin Laoshi bersama d'trebbles.

D'trebbles lahir karena sebuah kelas lintas minat yang diadakan oleh sekolah. Kami berempat berasal dari satu kelas yang sama, yaitu kelas MIA 4. Semester pertama, sekolah menyuruh seluruh murid kelas 10 untuk memilih kelas lintas minat, boleh kelas bahasa asing atau IPS. Kami berempat dipertemukan di kelas ini, kelas bahasa Mandarin. Sebagai siswa baru, jelas belum kenal siswa dari kelas tetangga, lagian dari kelas sendiri aja malah belum kenal semua. Oleh karena itu, kami yang latar belakangnya dari kelas yang sama dan bertemu di sebuah kelas peminatan yang sama, akhirnya memutuskan untuk selalu bersama dan duduk bersebelahan di laboratorium bahasa.

Pertama kali duduk di laboratorium bahasa, kami duduk di baris paling depan yang jauh dari meja pengajar. Saat pertama kali duduk di kelas itu, tegang dan hening. Nggak ada murid yang berani ngobrol sama sekali. Laoshi galak banget. Melihat ada yang mengobrol, nanti Laoshi akan menyuruh orangnya untuk mengobrol di depan kelas. Mendengar ada yang salah, langsung diomelin dan dikasih ceramah. Pokoknya dingin banget, kayak guru killer. Bahkan sekelas nggak ada yang berani bertanya walaupun nggak paham materi pembelajarannya. Seseram itu, guys. Kami lebih mirip seperti anjing yang sedang dilatih, bergeming dan nggak berkutik. Sampai setiap pelajaran bahasa Mandarin, pasti mengeluh dan malas banget untuk masuk ke kelasnya karena kegarangan Laoshi mengalahkan galaknya Kak Ros. Setiap masuk kelas pasti diceramahi, diomeli, pokoknya kuping bakal panas setiap jam pelajaran usai. Laoshi suka mendesak murid-muridnya buat belajar, belajar, dan terus belajar. Kalau sudah masuk kelas bahasa Mandarin, sepuluh menit bakal terasa seperti tiga puluh menit. Waktu terasa lambaaat banget! Nggak bohong deh, nggak betah banget. Asli.

"Kalau nggak mengerti, tanya!" Begitu kata Laoshi. Laoshi sering banget bilang begini kalau murid-muridnya diam karena nggak bisa jawab pertanyaannya. Padahal, boro-boro mau nanya, napas aja ditahan saking takutnya.

Suatu hari, pada pertemuan kelas bahasa Mandarin yang ke-sekian, ada sebuah materi yang sama sekali nggak bisa dimengerti. Biasanya, kalau nggak ngerti sih kami cuma asal tebak aja, mungkin maksudnya ini atau itu, karena nggak berani tanya Laoshi. Akan tetapi, kebetulan pas hari itu benar-benar nggak bisa dimengerti, bahkan dipikirin sampai otak bolong pun nggak paham maksudnya. Mau nggak mau, jalan satu-satunya ya bertanya. Rasanya saat itu, bingung dan takut. Kayak mau masuk ke goa yang isinya singa yang lagi lapar. Keringat dingin, jantung deg-degan, pokoknya tegang lah kayak menghadapi situasi antara hidup dan mati.

"Nad, tanyain ke Laoshi dong," Qinai menyuruh aku untuk bertanya.

"Ran, tanyain ke Laoshi dong," aku melemparnya ke Baobei.

"Riv, tanyain ke Laoshi dong," Baobei melemparnya lagi ke Qinglu.

"Nad, tanyain ke Laoshi dong." Sialan, malah dilemparin lagi oleh Qinglu ke aku. "Kamu kan berani."

Akhirnya, daripada sesi tanya jawab ditutup dan Laoshi ngamuk lagi karena murid-muridnya nggak paham, aku pun memberanikan diri untuk bertanya. Tepuk tangan, cepat!
Hatiku cenat-cenut. Peluhku menetes. Salah tingkah. Malu. Lidahku kelu. Merinding romaku. Otakku beku. Tubuhku lunglai. Pokoknya, Laoshi, I heart you! 

Bagaimana respon Laoshi setelah aku bertanya? 
DUAR! Hatiku meledak. Pengen aku lempar kursi gitu. Laoshi jawab pertanyaan dengan intonasi yang sinis dan jutek abis. Setelah itu, aku iyain aja walaupun nggak mengerti sepenuhnya. Padahal aku cuma mau tanya kata le (了) doang, tanganku sampai berkeringat dingin sedingin es batu. Itulah interaksi pertama kali dengan Laoshi. Respon yang didapat pun cukup menyayat hati, kayak habis ditolak mentah-mentah sama gebetan. 

Setelah tragedi itu, aku mulai mempelajari karakter Laoshi. Kira-kira apa yang bisa membuat Laoshi luluh dan nggak galak lagi? D'trebbles sering banget ngomongin tentang Laoshi, kadang sambat gara-gara Laoshi yang galak, kadang juga cari solusi untuk meredam kegarangannya. Akhirnya, ketemulah solusi untuk meluluhkan Laoshi. Apa hal yang bisa membuat Laoshi luluh? Pertemanan dan candaan. 

Akhirnya keempat bocah nakal ini menyusun strategi buat PDKT dengan Laoshi. Awalnya, basa-basi aja dengan pertanyaan-pertanyaan dan berusaha peka dengan materi yang Laoshi sampaikan. Meskipun otak kami nggak pernah jalan kalau ada di kelas bahasa Mandarin. Berusaha memperhatikan Laoshi yang sedang mengajar, mata tetap tersorot ke arah papan tulis yang berisi tulisan hanzi. Pura-pura mengerti maksud tulisannya, padahal cuma bisa baca wo (我) dan ni (你) doang. Pokoknya, kami rela untuk melek aja, memperhatikan walau otaknya kopong. Intinya, Laoshi cuma mau dihargai saat sedang mengajar. Beberapa kali bertanya, responnya selalu sinis tetapi lama kelamaan jadi biasa. 

Benar kata pepatah, witing tresno jalaran soko kulino. Saat kami duduk di bangku kelas sebelas, Laoshi semakin lunak. D'trebbles sering banget menyisipkan candaan setiap Laoshi menyampaikan materi pembelajaran. Sejak saat itu, entah karena d'trebbles yang emang kurang didikan atau murid-murid kelas lain yang terlalu sopan, kelas bahasa Mandarin jadi berisik dan santai. Untungnya, itu nggak menyulut amarah Laoshi sih karena kami masih tetap memperhatikan walaupun hasil UTS dan UAS mepet batas tuntas. Biar saja lah ya, teman-teman kelas bahasa Mandarin juga nilainya sama. Jadi, ada kawan sepenanggungan hahaha. Laoshi jadi lebih sering berbaur dengan muridnya. Kadang nyindir juga, menindas d'trebbles karena dianggap pembangkang yang beretika. 

Pelajaran bahasa Mandarin jadi nggak menyeramkan seperti awal masuk kelas. Laoshi lebih sering mengajak murid-muridnya untuk bernyanyi bersama, mendengarkan lagu-lagu berbahasa Mandarin. Kadang kalau jenuh belajar, Laoshi mengajak nonton film-film China juga. Tahu sendiri biasanya pelajar emang paling suka kalau di kelas nggak belajar. Mending dengar kisah hidup guru daripada buka buku. Mending menonton film daripada menonton papan tulis. Hanya saja, biasanya sebelum bebas dari materi pembelajaran, Laoshi punya syarat: "Kalau mau nonton film, kalian harus sudah mengerti materi dan dapat nilai bagus untuk UTS/UAS ya?"
Iyain aja dulu, masa depan nggak ada yang tahu. Bagus nggak bagus hasilnya, tergantung nanti aja ke depannya, yang penting nonton film. 

Sekarang, d'trebbless sudah duduk di bangku kelas dua belas. Harusnya sih, agak kalem sedikit gitu ya. Meminta restu, taubat sedikit karena mau ujian. Eh ini, malah sama saja berisik dan urakan kayak biasanya. Saat kelas dua belas, materi pembelajaran bahasa Mandarin nggak terlalu banyak karena sudah dihabiskan materinya waktu kelas sebelas pakai sistem kebut. Alhasil, di kelas dua belas kami hanya belajar tentang hobi dan menambah kosa kata tentang profesi. Kelas bahasa Mandarin juga lebih sering kosong karena Laoshi sibuk. Sekarang, Laoshi nggak cuma handle anak-anak bandel kayak kami, tetapi handle ekskul pramuka juga. Kalau pelajaran kosong, kami lebih sering diberi tugas, walaupun nggak pernah kami kerjain sih. Sebab, Laoshi bilang soal-soalnya buat latihan ujian sekolah. 

Setiap jam pelajaran dikosongkan, laboratorium bahasa terasa hampa. Soalnya, nggak ada siswa lain yang datang ke kelas bahasa Mandarin, kecuali d'trebbless. Yup, d'trebbless adalah setan penjaga laboratorium bahasa. Laboratorium nggak ada yang pakai, ruangannya juga ber-AC, jadi enak untuk dipakai santai daripada kelas yang panas. Nggak jarang, d'trebbless menggila saat jam kosong. Berlagak dugem, padahal lagunya mellow. Menari gila di laboratorium. Foto narsis berempat. Pokoknya, kami berempat melakukan apa yang bisa kami lakukan aja. Laoshi datang atau nggak, pokoknya kami akan ada di sana saat pelajarannya. 

Baca juga kisah-kisah anehku di sekolah dan kampus klik di sini

Kenapa d'trebbless tetap datang ke laboratorium bahasa?
Kami terlanjur sayang dengan Laoshi. Kami kangen Laoshi, tapi nggak kangen dengan materi pembelajarannya ya. Mau aja gitu datang ke sana buat menemui Laoshi, sekadar berbagi cerita atau bercanda, menghabiskan sisa waktu bersama sebelum kelulusan SMA. Setelah itu, mungkin D'trebbless nggak akan selalu bersama lagi. Bahkan nggak bakal sering bertemu dengan Laoshi karena pasti d'trebbless sudah mulai sibuk dengan urusannya masing-masing such as assignment, job, event,  and their own life.

Itulah alasan mengapa tadi aku tulis bahwa Laoshi seperti kerang. Awal berjumpa, keras banget dan tangguh sampai sulit untuk disentuh hatinya. Tetapi ternyata setelah membuka cangkangnya, bisa dilihat di dalamnya begitu lunak dan terdapat mutiara yang berharga di dalamnya. Awal bertemu dengan Laoshi memang rasanya mencekam, tapi setelah tiga tahun bersama Laoshi, d'trebbless punya kenangan.

Thank you, Laoshi. You're like a mommy for us.
Thank you, d'trebbless. We have been living as partner in crime for three years.
See you guys on top!

Sincerely,


Baobao ♡