“Aku tak percaya kau melakukan ini kepadaku!”
Jeritan hati itu menggema dalam benaknya. Kekecewaan menggelembung mengisi rongga dadanya dan menghancurkan hatinya berkeping-keping bagai serpihan kaca. Kini, ia berdiri di antara dua tembok besar yang mengapit dirinya dan siap menjepitnya dengan kuat tanpa ampunan. Dilema. Antara harus membunuhnya atau melindunginya.
Seketika, dadanya berat oleh penyesalan. Seharusnya, ia tidak mencintainya. Jika ia tidak mencintainya, maka tangannya kini sudah gesit memiting seseorang yang menyudutkannya dengan sebuah pistol. Peluru melesat, desingannya berdengung mendobrak gendang telinga. Korban jiwa mungkin berjatuhan jika hal itu tak dihentikan. Namun, keraguan masih berputar-putar di dalam kepalanya. Benar kata pepatah, cinta itu buta—dan membutakan.
Mimpi buruk menghantui seorang gadis setiap malam. Mimpi yang begitu mengerikan terlintas setiap malam bagai bunga bangkai yang menghiasi tidurnya, jauh lebih buruk daripada kenyataan yang harus dihadapi. Pengkhianatan itu selalu membuatnya harus menanggung rasa sakit itu sendiri. Berhari-hari mencoba berlari dari mimpi buruk yang terus menghampiri. Namun, saat ini dia sedang tidak bermimpi.
Petaka itu bermula ketika telepon genggam gadis itu berdering di pagi hari. Matanya masih rapat melekat satu sama lain, ia baru saja bangun dari tidurnya. Tangannya meraba-raba meja kecil di samping tempat tidurnya. Telepon genggam itu sempat jatuh ke lantai sebab gadis itu tak mencari dengan matanya yang terbuka.
“Grace, ke markas. Sekarang.” Suara di ujung telepon membuka kedua mata gadis itu lebar-lebar. Suara itu tak asing lagi di telinganya, anak buah Jun yang setia bertahun-tahun mengabdi sebelum dirinya.
Bergegas, gadis itu pergi menuju markas dengan mengenakan blazer hitam sambil berjalan menelusuri sepanjang koridor menuju ruangan bosnya. Gedung itu tak pantas disebut markas sebab penampilannya berbeda dengan penampilan yang ada di film laga aksi yang para pembunuhnya tinggal di markas gelap dan tersembunyi, persis seperti tikus yang tinggal di gorong-gorong. Hal itu amat berbeda dengan markas milik Jun yang terletak di sebuah gedung yang mirip dengan kantor perusahaan biasa. Namun, di dalamnya terdapat orang-orang berdarah dingin yang tak segan untuk menghabisi lawannya hanya dengan satu jentikan jari.
Dua pria berbadan besar menjaga pintu di depan ruangan. Penampilannya rapi tak seperti penjahat pada umumnya, tak ada bekas luka di wajah mereka. Mereka sama sekali tidak mirip seorang penjahat jika dilihat dari luar, lebih mirip karyawan biasa dengan setelan kemeja dan celana kain hitam. Orang yang melihat dari luarnya saja tak akan menyangka kalau mereka bekerja sebagai tukang membunuh. Grace sudah biasa melihat pemandangan itu, dua orang itu kelihatannya ramah tetapi kekuatannya luar biasa. Namun, Grace masih bisa menandingi kekuatan keduanya di arena pertarungan. Tanpa menghiraukan keduanya, Grace masuk ke dalam ruangan.
Ruangan luas menyambut penglihatan Grace ketika ia membuka pintu. Tak ada siapa pun di dalam sana, termasuk anak buah berbadan besar yang setia menemani tuannya. Hanya ada Grace dan seorang pria yang duduk dengan kaki dinaikkan ke atas meja di seberang sana. Pria itu duduk begitu santai tanpa beban dan rasa sungkan.
Grace kini sudah berdiri di depan meja kerja pria itu. “Kau memanggilku?”
“Tugas baru untukmu, sayang.”
“Tugas apalagi yang akan kau berikan untukku?”
“Apa lagi? Oh, sayang, rupanya kau sudah muak dengan tugas-tugas yang kuberikan, ya?” Laki-laki itu mulai menurunkan kakinya dan menautkan jemari kedua tangannya. Kedua tangannya yang bertumpu di atas meja membuat tubuhnya condong ke depan. Matanya dengan tajam menilik paras Grace yang jelita.
Gadis itu menatap ngeri melihat gerak-gerik pria yang tenang tetapi mencurigakan. “Bukan begitu, Jun. Akan tetapi, kau selalu saja bertindak terlalu jauh kepada mereka yang hanya melakukan kesalahan kecil. Menurutku, itu terlalu berlebi—“
“Menurutmu!” celetuk pria itu. Suaranya terdengar lebih keras dari sebelumnya, membuat gadis itu berhenti berbicara. Pria itu mendekat ke arah gadis itu sambil menodongkan moncong pistol di depan wajah gadis itu. Jari pria itu siap menarik pelatuknya. Sekali saja peluru itu melesat, maka hancurlah tengkorak gadis itu. “Tutup mulutmu, sayang. Kau tak pernah merasakan rasa sakit yang melekat dalam hatiku. Mereka hanya bisa menancapkan tombak dengan lidah mereka. Mungkin, mereka menganggapnya hanya angin lalu, gurauan belaka, tapi tidak bagiku.”
Jun berjalan mengitari gadis itu. Moncong pistol yang ada di genggamannya membelai pipi mulus gadis yang ada di dekatnya. Ujung pistolnya menyusuri tulang pipi Grace yang tinggi. Kini, Jun berada di belakang gadis itu. Ia menyibak rambut panjang gadis itu dan diletakkannya tangan besar Jun di bahu gadis itu. Moncong pistol itu mengetuk pelipis gadis yang berdiri dengan kegentarannya.
“Namun, kali ini, aku sedang berbaik hati. Aku tak akan memintamu menghabisi orang-orang yang menurutmu tidak bersalah.” Suara yang semula tegas mengancam itu terdengar lebih pelan tetapi bisikannya tetap tajam. “Aku harus merenggut seluruh harta warisan dari orang yang bahkan tak pantas untuk mendapatkannya.”
“Apa maksudmu?” Gadis itu gemetaran. Matanya melirik dengan rasa takut, ia mencoba menatap Jun. Tangannya yang gemetar, ia kepalkan sejak moncong pistol itu mengetuk pelipisnya.
“Bawakanlah kepala kakakku, Cantik.”
“Tak mungkin—“
“MUNGKIN!” Teriakan pria itu menggema dalam ruangan kerjanya membuat gadis itu terperangah. Pria itu mendelik, matanya merah seperti sedang dirasuki iblis. “Kau mau tahu apa yang tidak mungkin? Aku tak mendapatkan sepeser pun harta warisan dari si Tua Bangka. Semua harta warisan itu jatuh kepada si penjilat tak berguna itu! Bagaimana mungkin itu terjadi? Mereka pikir, aku adalah seekor kucing peliharaan yang bodoh?”
Pria itu tertawa kecut. Grace hanya bisa terdiam, sejak tadi ia sudah disergap rasa takut oleh dua hal. Pertama, moncong pistol yang siap mengoyak dan meledakkan kepalanya dan yang kedua oleh amukan Jun yang sama sekali belum pernah ia lihat sebelumnya.
“Jadi, kau mau menerima tugas ini, Grace sayang? Atau, lebih baik aku menghabisimu saja sebagai pelampiasan cakaran kucing ini?” Jun menekan moncong pistol pada pelipis gadis itu hingga kepalanya yang kaku tergerak.
Grace menghela napas dalam. Dia tak mau terlibat lagi dengan Jun tetapi peluru sudah siap menembus tengkoraknya. Bak keluar dari kejaran singa kemudian masuk ke dalam sarang buaya, kehidupannya justru tambah sengsara setelah bertekuk lutut dan menundukkan kepalanya kepada Jun. Kehidupan baik yang diharapkannya dahulu, titik terang yang dilihatnya dalam keputusasaan, rupanya hanya fatamorgana dan harapan yang fana. Tak ada pilihan lain. Ia sudah menyerahkan jiwa dan raganya, mengabdi seumur hidup. Grace mengangguk pelan.
Moncong pistol yang menyudutkan gadis itu pun diturunkannya. Tangan yang mencengkeram bahu gadis itu pun dilepaskannya. Jari-jari laki-laki itu kini membelai pipi lembut gadis itu kemudian mencengkeramnya, membuat gadis itu menolehkan wajahnya dengan paksa. Wajah Jun kini hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajah Grace, hidung keduanya nyaris saling beradu. Mata keduanya saling berpandangan, yang satu menatap tajam, yang satunya lagi menatap ngeri.
“Tiga bulan. Jika kau tak bisa membawa berita itu, wajah cantikmu ini yang akan kucabik.” Jun melepaskan cengkeraman tangannya pada pipi gadis itu dengan kasar. Ia kembali duduk di singgasananya.
***
Debak-debuk kencang samsak tinju membahana di arena pertarungan. Tendangan kakinya benar-benar kuat sehingga samsak bergelayutan tak berdaya. Rasa geramnya tak kunjung habis walaupun ia melampiaskannya pada samsak tinju.
“Hidung. Belang. Sialan!” Grace menggerutu setiap kakinya menendang samsak di hadapannya.
Napasnya sudah tersengal semenjak tenaga yang dimilikinya sudah dikerahkan sepenuhnya. Keringat mengalir di pelipisnya hingga membuat anak rambutnya basah. Grace menutup tendangannya dengan menjejak samsak.
“Kalau aku tahu akan berakhir seperti ini, aku tak akan pernah mau ikut dengannya.”
Grace menyambar botol minum yang dia letakkan. Ia guyurkan air di dalam botol itu ke atas ubun-ubunnya yang panas. Berharap jika air itu akan meredam kepalanya yang menguarkan uap kemarahan. Air itu membasahi rambut dan kaus yang melekat pada tubuh Grace yang atletis, mengalir dari kening dan dagunya lalu turun membasahi perutnya yang nyaris terbagi enam.
“Ini terakhir kalinya aku terlibat denganmu.”
Grace menatap samsak itu tajam sambil menunjuk selembar kertas foto yang sudah ringsek setelah diterjang tendangan hebatnya secara bertubi-tubi. Wajah yang terpampang di foto itu pun sudah lecet. Hanya dengan cara inilah Grace melampiaskan amarahnya setelah diperlakukan semena-mena oleh Jun.
Pria itu tak benar-benar menjanjikan masa depannya. Ia justru membawanya masuk ke dalam lubang hitam tak berujung yang menjebaknya. Tak ada jalan keluar untuk berhenti tenggelam lebih dalam. Cahaya putih itu seketika menjadi kelam, lebih kelam dari masa lalunya.
Terlilit utang dan ikatan dengan seorang pedagang wanita penghibur mulanya terlihat sangat mengerikan baginya. Seolah itu adalah jalan kehidupannya yang kekal walaupun ia sudah berada pada titik keputusasaan. Namun, Jun tiba-tiba datang bak malaikat yang mengembangkan sayapnya untuk menyelamatkan Grace dari keterpurukannya. Ia datang demi menjanjikan kepastian atas segala harapannya, memperlihatkan titik terang untuk merangkak ke arah lubang putih tanpa dosa.
Bohong. Semua tak seindah kelihatannya, bahkan jauh lebih buruk daripada sebelumnya. Bisnis kotor, perlakuan keji, segala pekerjaan yang jauh lebih kejam dan kelam daripada kisah hidup sebelumnya justru harus dijalaninya. Sungguh, jika ia bisa lari, ia akan lari sejauh mungkin dan tak akan pernah kembali.
— B E R S A M B U N G —
Haloo mbak, salam kenal :)
BalasHapusHalo juga Kak Dodo! Sebelumnya, terima kasih atas kunjungan dan jejaknya ya di postingan ini ya, semoga sering-sering mampir di sini. Salam kenal juga. :D
Hapuswah keren banget mbak ceritanya, bahsanya keren udah seperti baca buku novel :D
BalasHapusHalo Kak Khanif, terima kasih atas kunjungan dan apresiasinya. Ditunggu kelanjutan kisahnya ya, bakal rilis hari Jumat minggu ini. Semoga sering mampir di sini. Salam kenal. :D
Hapusaku kemaren banyak baca post lama, cerpen horrornya hihi #yang gadis bak kamar mandi...seru
BalasHapuseh yang ini aku mikir ntar pasti ada bumbu bumbu asmara grace jun...iya ga ya...kita tunggu saja part 2 😁😃
Halo Kak Gustyanita! Terima kasih banget ya atas apresiasi dan udah baca tulisan-tulisanku.
HapusHmm, kisah cinta Grace sama Jun ya? Kita lihat aja ya kisahnya di bagian selanjutnya, bakalan kayak gimana jalan ceritanya yaaa? Hehehe. Kelanjutannya bakal dirilis besok, ditunggu ya! 😁
Hay Michiko??? Salam kenal, terima kasih ya atas kunjungannya . Nanti kalau hendak berkunjung lagi di blog Enda Tari jangan di blog remaja cantik.com blog itu sudah on off.
BalasHapusHalo Kak Tari, terima kasih telah meninggalkan jejak di blog ini. Salam kenal!
HapusHalo kak Michiko, salam kenal ya.
BalasHapusCeritanya seru kak, apakah Grace akan melakukan perintah Jun ataukah ia akan kabur, tapi sepertinya tidak ya. Akan kubaca episode dua nya biar tahu.😃
Halo Kak Agus, terima kasih telah berkunjung dan meninggalkan jejak komentar ya.
HapusTerima kasih juga buat apresiasinya, selamat baca kisah kelanjutannya kak. Semoga menikmati kelanjutan kisahnya XD