30 Desember 2019

Resolusi untuk Berevolusi

10:32 PM 0 Comments
Halo kawan.

Sudah lama ya aku gak mengajak kalian berinteraksi melalui artikel yang aku posting di blog ini. Pada postingan kali ini, aku mau mengajak kalian untuk bertukar pikiran dan ingin mengetahui lebih jauh tentang kalian.

Pada hari ini, kita sudah berada di penghujung tahun 2019. Sebentar lagi, tahun 2020 akan datang dengan ceritanya yang baru. Mari kita merefleksikan diri sendiri.


Apa yang telah kita lakukan selama tahun 2019?
Apa yang telah kita capai pada tahun 2019?
Apa yang belum kita capai pada tahun 2019?
Sudahkah kita merenungkannya?

Baiklah, setelah kita melihat ke belakang tentang diri kita sendiri, mari kita lihat ke depan.
Apa yang ingin kita capai pada tahun 2020?
Apa yang ingin kita lakukan pada tahun 2020?
Apa resolusimu untuk tahun 2020?
Apa kamu sudah membuatnya? Beri tahu aku!

Apa sih arti resolusi?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "Resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah sidang); pernyataan tertulis; biasanya berisi tentang tuntutan tentang suatu hal."

Dikutip dari Kompasiana, menurut Edy Nugraha seorang pengajar bahasa Indonesia di salah satu sekolah di Jakarta, resolusi memiliki perluasan makna, yakni:
Dalam konteks tahun baru, resolusi mengandung makna sebagai sebuah tetapan harapan atau tuntutan hati yang ingin dicapai pada tahun baru.

Biasanya, resolusi tahun baru dapat berupa harapan, target pencapaian, ketetapan diri untuk berubah. Misalnya terkait karir, percintaan, kesehatan, dan lain-lain. Resolusi tahun baru sangat berguna untuk menjadi sebuah patokan bagi kita untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik daripada tahun sebelumnya. Sebaiknya, resolusi tahun baru juga dibuat dengan realistis untuk mempermudah kita dalam mencapai hal tersebut. Sebab, jika harapan ke depan tidak realistis, justru hal tersebut akan memberatkan diri kita sendiri.

Baca juga: Daftar Kegagalan

Seberapa pentingkah resolusi tahun baru? Bagiku, resolusi tahun baru sangat penting. Aku ingin berbagi sedikit cerita. Resolusiku pada tahun 2019 ada tiga, yaitu:
1. Produktif.
2. Lulus N3.
3. Bekerja.
Dua dari tiga poin tersebut sudah aku capai pada tahun 2019, yaitu produktif dan lulus N3. Produktivitasku meningkat setelah menulis resolusi tersebut, bisa dilihat perbandingan jumlah postinganku pada tahun 2018 dengan 2019. Sertifikat kelulusan kemampuan bahasa Jepang setara N3 pun sudah aku dapatkan berkat belajar dengan sungguh-sungguh. Sedangkan, poin bekerja belum bisa terlaksana pada tahun 2019 sehingga bekerja akan tetap menjadi resolusiku di tahun 2020. Aku tidak menulis banyak pencapaian pada tahun 2019 karena sejujurnya butuh usaha dan niat yang sangat besar untuk mencapai ketiga poin tersebut. Hal-hal yang ingin aku capai tidak semata-mata langsung aku dapatkan hanya dengan mengedipkan kedua mata, pasti butuh perjuangan dan pengorbanan.

Sekarang, aku ingin menuliskan beberapa hal yang ingin aku lakukan dan capai pada tahun 2020. 
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Resolusi tahun 2020:
1. Bekerja.
2. Berangkat ke Jepang.
3. Lulus N2.
4. Mencukupi kebutuhan minum air putih setiap hari.
Semoga, aku bisa memenuhi semua resolusi yang aku tulis. Aamiin. 

Bagaimana dengan resolusimu pada tahun 2020?
Aku penasaran. Kalau sudah membuatnya, beritahu aku ya.

Have a nice day,

Michiko♡


19 Desember 2019

Teror Hantu Blogger

9:59 PM 0 Comments


Gue adalah seorang admin sebuah blog misteri yang terkenal. Gue suka banget membuat kisah-kisah horor dan menantang diri sendiri untuk uji nyali di tempat yang katanya angker dan berhantu. Menurut gue, semua urban legend dan kisah misteri yang meluas di masyarakat itu hanya desas-desus warga sekitar saja, semacam isapan jempol belaka. Walaupun gue adalah seorang pemilik blog misteri yang suka dengan konten horor dan semacamnya, sebenarnya gue gak percaya kalau hantu itu benar-benar ada. Gue yakin bahwa hantu-hantu yang mereka semua sebut menyeramkan, berbahaya, dan mengerikan itu sebenarnya adalah fantasi dan ketakutan mereka yang berlebihan sehingga mereka dapat menciptakan sosok bayangan dari pikiran mereka sendiri, kemudian "sosok ciptaan" itu mereka anggap sebagai hantu. Menurut gue, percaya pada hantu adalah pemikiran yang gak banget untuk manusia yang hidup di zaman yang sudah benar-benar maju dan mengedepankan rasionalitas.

Malam ini, gue belum tidur. Jarum jam menunjukkan pukul dua dan jarum detiknya bergerak dalam kegelapan. Ruangan kamar menerima sedikit cahaya remang dari lampu di teras yang menerobos tirai jendela kamar. Hening. Suara detik jarum jam terdengar lebih nyaring dari biasanya, bahkan gue bisa mendengar napas gue sendiri. Di tengah kesunyian malam ini gue masih terjaga, kebiasaan begadang ini sudah gak ada obatnya lagi. Padahal, terkadang gue butuh waktu lebih lama untuk tidur ketika gue kelelahan tetapi ujungnya tetap sama--gue hanya bisa tidur setelah jam tiga.

Belakangan ini, gue sibuk dengan pekerjaan di kantor sampai gue gak sempat untuk memeriksa komentar dari penggemar setia blog gue. Gue juga beberapa hari belakangan gak mempublikasikan postingan yang baru karena memang belum ada waktu. Bukan masalah gue gak bisa menyempatkan diri untuk mengurus blog, tetapi tanggung jawab gue gak hanya mengurus blog saja, gue juga punya pekerjaan yang gue prioritaskan yang mana pekerjaan itu memakan waktu sangat banyak dan terkadang saat pekerjaan sudah selesai pun energi gue justru sudah habis terkuras. Malam ini, gue menyempatkan diri untuk memeriksa keadaan blog gue saat ini, lumayan kerjaan untuk mengisi waktu luang gue karena kebetulan malam ini mata gue masih kuat untuk melek beberapa jam ke depan.

Sebelumnya, gak afdol kalau gue memantau blog tanpa ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok. Gue bangun dari tempat tidur lalu berjalan ke arah pintu. Tangan gue terulur untuk menarik gagang pintu kamar lalu menariknya sampai daun pintu terbuka perlahan. Sedikit demi sedikit daun pintu menampilkan keadaan ruang tengah yang kosong, sepi, dan hanya diterangi dengan cahaya remang-remang yang menerobos tirai jendela. Biasanya, gue mematikan seluruh lampu kalau gue akan pergi tidur dan hanya lampu kamar mandi yang gue biarkan menyala. Tetapi, malam ini keadaan ruang tengah yang cukup gelap agak membuat gue merinding. Sejujurnya, gue gak terlalu suka dengan kegelapan, apalagi kesepian tanpa sang kekasih. Halah.

Gue melangkah keluar dari kamar yang nyaman, di depan pintu gue bisa melihat bayangan diri gue sendiri pada layar televisi selebar 21 inch. Kemudian, gue berjalan melintasi ruang tengah yang sepi tanpa menyalakan lampu karena letak saklar begitu jauh dari tempat gue berdiri. Sunyi. Derap langkah kaki terdengar di telinga gue sendiri. Gue berjalan melewati sofa panjang yang membelakangi pintu kamar lalu berbelok ke arah pintu dapur yang menyekat antara dapur dan ruang tengah. Cahaya di dapur lebih terang daripada ruang tengah, walaupun masih tetap remang-remang cahayanya. Sisa cahaya dari lampu kamar mandi yang terletak di ujung ruang dapur memberikan penerangan yang cukup untuk dapur seukuran 2x2 meter ini sehingga gue gak perlu untuk menyalakan lampu dapur.

Gue membuka pintu lemari penyimpanan makanan, suaranya berderit dan mengisi kesunyian malam. Lalu tangan gue terulur untuk mengambil sebungkus kopi dari dalamnya. Kemudian, gue meraih sebuah gelas mug kesayangan gue yang merupakan hadiah dari penggemar blog gue. Gelas mug itu adalah gelas mug berwarna putih dengan gambar logo blog pada kedua sisi di sebelah gagangnya. Gue suka banget dengan mug itu, walaupun ada banyak mug berjajar di rak tetapi gue pasti akan mengambil mug putih itu. Suara keresek terdengar nyaring saat gue membuka bungkusan kopi, suaranya agak mengganggu sebab gue jadi tahu betapa sunyi keadaan malam ini dan gue benar-benar sendirian tanpa kawan. Gue berdeham untuk memecah keheningan kemudian bersenandung kecil untuk meredam kesunyian. Gua tuangkan bubuk kopi ke dalam gelas mug. Dapur tiba-tiba gelap gulita selama satu per sekian detik, bahkan gelapnya hanya mirip seperti satu kedipan mata. Gue terkejut. Dengan cepat, gue menoleh ke samping kiri tepat ke arah pintu kamar mandi yang terbuka. Lampu kamar mandi masih menyala saat gue melirik ke arah kamar mandi. Gue termenung sejenak. Beberapa pikiran datang sesaat sebelum gue menyimpulkan apa yang terjadi. Untuk memastikannya, gue melangkah ke arah kamar mandi. Gue julurkan kepala gue melewati kusen pintu dan melirik ke arah langit-langit kamar mandi, cahayanya lebih redup dari biasanya. Mungkin, ini saatnya untuk mengganti lampu kamar mandi.

Gue kembali ke pantri dan melanjutkan kegiatan gue yang baru saja diinterupsi. Kali ini, gue gak terlalu santai dan lebih terburu-buru. Gue menyambar gagang mug lalu menempatkannya di bawah keran dispenser berwarna merah. Bunyi suara gelembung air di dalam galon memecah keheningan beberapa saat. Gue bersiul sambil memperhatikan gelembung air di dalam galon bergerak ke atas. Permukaan air panas perlahan-lahan mulai naik memenuhi gelas mug.

Tiba-tiba, panci berjatuhan dari tumpukannya. Keras suara dentingannya membuat gue terperanjat. Jantung gue terasa seperti mau loncat dan keluar dari mulut gue. Gue langsung menolehkan kepala ke ke arah panci yang berserakan di atas lantai dekat pintu yang menyekat antara ruang tengah dan dapur.

"Goblok!" umpat gue entah pada siapa. "Anjir, bikin kaget aja lu."

Dengan segera, gue letakkan gelas mug di atas pantri sambil mengelus dada dan mengatur ritme napas gue yang tersengal karena kaget. Gue berjalan ke arah panci-panci yang berserakan dan memungutnya satu per satu. Saat gue mencondongkan badan gue ke depan untuk meraih panci di lantai, sekelebat bayangan muncul di sudut kanan pandangan gue. Bayangan itu muncul dengan singkat, bergerak dari arah kamar gue melintasi ruang tengah kemudian bergerak menuju ke arah televisi di seberang pintu kamar. Mata gue mengikuti pergerakan bayangan itu, kemudian bayangan itu menghilang saat menembus dinding ruang tengah. Gue mengucek kedua mata gue dengan punggung tangan untuk memastikan apa yang barusan gue lihat. Namun,  hanya ruang tengah yang gelap dan kosong tanpa ada jejak apa pun yang bisa gue lihat. Bergegas, gue pungut semua panci dan gue rapikan di tempat semula. Tanpa pikir panjang, gue langsung berdiri dan menyambar sendok kecil dan mug berisi kopi yang belum diaduk. Gue melangkahkan kaki meninggalkan dapur sambil memutar kepala sendok searah dengan arah gerakan jarum jam. Ketika gue melintasi ruang tengah, mata gue menelusuri setiap sudut ruangan untuk mencari sosok bayangan yang tadi gue lihat. Gue memandang ke arah dinding yang berada di belakang televisi sejenak.

Apa yang barusan gue lihat? Apakah itu hantu? Mana mungkin, gak ada yang namanya hantu. Pasti itu hanya imajinasi gue saja, gue hanya kelelahan karena kurang istirahat. Gue berbalik badan kembali melangkahkan kaki menuju ke kamar dan gue menutup pintu kamar dengan rapat tanpa menguncinya.

Gue meletakkan segelas kopi di atas meja. Meja itu terletak di dekat jendela nako yang tertutup tirai. Gue sengaja meletakkan meja di dekat jendela karena gue terbiasa merokok sambil bekerja atau sekadar berselancar di dunia maya. Gue geser sebagian tirai yang menutupi jendela lalu menarik tuas besi pada jendela untuk membuka jendela. Kaca dan besi yang bersinggungan terbuka dan menciptakan suara "krepyak". Udara malam yang dingin semilir menembus celah jendela mengisi sirkulasi udara di kamar gue. Gue menyalakan laptop berwarna silver lalu duduk sambil mengangkat satu kaki untuk bertumpu di atas kursi. Layar laptop menyorotkan cahaya di tengah kegelapan kamar. Silau. Gue sulut satu batang rokok yang gue jepit di antara kedua bibir sampai kepulan asap menyembur dari celah mulut dan lubang hidung. Gue hisap ujung batang rokok. Mouse kecil hilang dalam genggaman tangan besar gue saat gue mengarahkan kursor di layar. Sambil menjepit batang rokok di mulut, gue mengetik alamat domain blog gue. Beberapa detik kemudian, halaman blog pun muncul. Gue baca satu per satu komentar dari pembaca setia blog gue. Sesekali gue hisap ujung rokok setiap kali mulut gue terasa asam. 

Kak, bahas tentang hantu blogger dong:D

Kak.. katanya hantu blogger nyata?? Bahas kuy..

Min pernah denger hantu blogger kagak? Katanya dia bakal teror orang yang bahas tentang dia di blog.. Berani kagak lw? :P

Gan , elu suka uji nyali kan ? Bahas hantu blogger kek , kalo elu beneran diganggu sama hantu blogger , ceritain di mari yak ...

Gue memegang gagang gelas mug lalu menyesap kopi yang sudah gak terlalu panas. Jujur, gue terlalu lama gak berselancar di dunia maya dan gue belum pernah mendengar tentang kisah Hantu Blogger. Rasa penasaran gue mulai terpancing. Gue mencari tahu siapa itu Hantu Blogger setelah membaca segala kisah yang diceritakan oleh blogger lainnya. Menarik. Mereka bercerita tentang semua teror atau bahkan kesan saat mencoba mengorek cerita tentang Hantu Blogger. Gue bisa memanfaatkan keyword ini untuk menaikkan jumlah pengunjung blog gue dengan sedikit dramatisir. Sebelum gue mulai mengulas Hantu Blogger, gue harus mencari sumber terpercaya agar informasi yang gue sampaikan kepada pembaca bukan hoax. Walaupun nantinya gue akan sedikit memberi bumbu dramatisir, setidaknya gue harus bermain sedikit lebih rapi.

Gue langsung membuka tab baru dan mencari kisah-kisah tentang Hantu Blogger dari berbagai sumber. Beberapa situs muncul dalam mesin penelusuran, sebagian besar menceritakan tentang pengalamannya saat diganggu Hantu Blogger ketika sedang menulis kisah tentangnya. Namun, semua kisah itu gak cukup buat gue. Gue perlu banyak informasi tentang Hantu Blogger--dari mana asal mula kisah ini berawal, siapa dia, dan mengapa dia bisa disebut sebagai Hantu Blogger. Gue menghabiskan beberapa puluh menit untuk menelusuri tentang Hantu Blogger dan membaca berbagai situs yang membahas Hantu Blogger. Penelusuran gue terhenti saat gue menemukan alamat domain blog yang katanya adalah blog milik si Hantu Blogger. Awalnya, gue gak langsung percaya dengan link itu, karena gue takut kalau ternyata link itu adalah link virus atau click bait dan semacamnya. Tetapi, setelah menelusuri web itu gue semakin yakin kalau link yang tertera di sana bukanlah link hacker atau semacamnya. Jadi, gue memberanikan diri untuk membuka link yang tertera pada postingannya. Tab baru terbuka mengarah pada sebuah situs blog yang terlihat sederhana dan penuh dengan postingan cerita sehari-hari, mirip seperti sebuah buku harian yang dapat diakses oleh peselancar dunia maya.

Beberapa postingan pada blog milik "Hantu Blogger" gue baca satu per satu dari postingan yang terlama. Tulisannya mirip seperti seorang yang sudah ahli dalam permainan seni bahasa. Gue juga beberapa kali tercengang setiap membaca tulisannya. Gaya bahasanya tingkat tinggi seperti seorang sastrawan. Gue menghisap batang rokok yang semakin lama semakin pendek sambil membaca seluruh isi tulisannya di blog. Ada hal yang mengganjal dari seluruh postingan yang gue baca, isi dari seluruh postingannya kebanyakan adalah kesedihan dan keputusasaan. Gue gak tahu seberat apa beban hidup yang dia rasakan, tetapi kalau saat itu gue ada di sana bersama dia, gue ingin memeluknya. Sejauh yang gue pahami dari isi blognya, gue menyimpulkan bahwa Hantu Blogger memiliki kisah hidup yang amat menyedihkan.

Gue menyesap lagi kopi yang masih tersisa setengahnya di dalam mug. Gue membuka laman entri untuk menuliskan kisah Hantu Blogger. Mata gue  mulai terfokus pada layar laptop dan jari-jari gue mulai bergerak menari-nari di atas tombol keyboard. Beberapa saat kemudian, angin berhembus cukup kencang, angin dingin menyeruak masuk ke dalam kamar sehingga tirai jendela melambai-lambai. Gue bangkit dari tempat duduk untuk menutup jendela. Sesaat sebelum mendorong tuas besi untuk menutup jendela, gue berhenti untuk mengintip pada celah jendela. Samar-samar, terlihat seorang perempuan berdiri seorang diri di tepi jalan yang disinari cahaya temaram. Apakah itu tetangga sebelah yang baru pulang lembur? Gue pikir begitu. Gue tak acuh. Gue dorong tuas besi dan jendela pun tertutup rapat.

Gue kembali duduk tanpa menutup tirai jendela. Gue bersiap untuk melanjutkan tulisan gue. Sial. Gue menatap layar laptop dengan penuh umpatan keluar dari mulut gue. Tulisan gue tiba-tiba berantakan karena disisipi banyak huruf f. Mengapa keyboard harus eror di saat seperti ini? Merepotkan. Gue menghela napas lalu menyesap kopi hingga hanya tersisa ampasnya saja. Gue rapikan tulisan gue dengan penuh kesabaran. Setelah tulisan gue kembali rapi, gue melanjutkan tulisan gue. Jemari gue kembali menari di atas keyboard. Sampai beberapa saat kemudian, mata gue mulai terasa berat dan jari-jari gue juga mulai terasa lelah. Gue menoleh ke arah  jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul tiga dan menitnya menunjuk pada angka dua. Gue meregangkan sendi-sendi jari gue lalu kembali terfokus pada laptop di depan gue guna melanjutkan tulisan gue. Gue tetap memaksakan diri walaupun beberapa kali mulut gue terbuka lebar karena mulai mengantuk. Gue tambahkan kecepatan jari-jari untuk mengetik tulisan gue agar cepat selesai. 

Mata gue tiba-tiba terbelalak saat sebuah tangan terulur dari belakang melewati bahu gue. Jarinya yang panjang dan kukunya yang tajam menunjuk pada sebuah kata. Sebuah bisikan terdengar di telinga gue membuat bulu kuduk meremang, "Typo, Bang."

Napas gue tertahan. Jari-jari gue beku seketika dan perut gue terasa tegang. Mata gue tetap terpaku ke arah layar laptop, gak sedikit pun ada keinginan untuk berbalik. Gue terlalu takut untuk menoleh ke belakang karena gue yakin itu bukan manusia. Rumah ini hanya dihuni oleh gue. Sendirian. Gak ada orang lain. Gue pun menelan ludah dengan bersusah payah guna membasahi tenggorokan gue yang kering. Setelah gue bergelut dengan segala ketegangan, tangan itu bergerak mundur dan menghilang dari pandangan gue. Gue gak tahu pasti apakah dia sudah pergi atau belum, tetapi tangan itu sudah menghilang. Gue memang takut, tapi rasa penasaran gue lebih besar. Gue kembali menelan ludah dan mengumpulkan nyali gue untuk memeriksanya. Sumpah ini pertama kalinya gue percaya kalau hantu itu ada. Gue memutar kepala ke belakang perlahan-lahan. Perut gue mencelus. Bola mata gue bergerak memutar untuk memeriksa setiap sudut ruangan. Kosong, gak ada apa pun atau siapa pun. 

Gue bernapas lega. Rupanya, semua itu hanya halusinasi gue karena terbawa suasana saat sedang memanipulasi kisah Hantu Blogger. Gue pun memutar kepala gue untuk kembali menatap layar laptop. Sesaat sebelum memandang ke layar laptop, sekelebat bayangan menarik perhatian gue. Gue pun mengalihkan pandangan ke arah jendela yang gak tertutup tirai. Dua buah telapak tangan menempel di jendela dan di antara kedua telapak tangan itu terdapat wajah menyeramkan yang menyeringai. Gue terperanjat sampai kursi yang gue duduki terpental ke belakang. Gue terjengkang dari kursi. Dengan tergesa-gesa gue bangkit dan berlari tunggang langgang ke arah pintu untuk menyambar gagang pintu. Setelah gagang pintu gue pegang dengan erat, gue tarik gagang pintu berulang kali sekuat tenaga, tetapi pintu sama sekali gak terbuka seolah terkunci. Tangan gue berkeringat dingin saat memegang gagang pintu. Kaki gue gemetaran dan lemas untuk berdiri. Sosok itu masih menyeringai seram di depan jendela. Keringat dingin bercucuran membasahi pelipis gue. Jantung berdebar kencang seolah mau loncat. Kaki gue lemas dan gue gak sanggup lagi untuk berdiri. Dengan penuh ketakutan, gue hilang kesadaran di dalam kegelapan.
 ****


Kelopak mata terbuka. Gue mengedipkan kelopak mata gue untuk menstabilkan cahaya yang masuk ke mata. Kamar gak segelap tadi malam, cahaya matahari menembus tirai hijau yang menutupi jendela. Hari sudah pagi, gue bangkit dari tempat tidur gue. Gue merenung sejenak sambil duduk di tepian kasur, gue mencoba mengingat kejadian semalam. Bola mata gue bergerak memutar untuk memastikan semua posisi barang-barang di kamar gue tetap pada posisi sebelumnya. Kamar gue rapi, gak berantakan seperti tadi malam. Gue rasa kejadian itu hanya sebuah mimpi dan semua itu gak nyata. Hantu memang benar-benar gak ada. 

Gue bangkit dari tempat tidur lalu berjalan ke arah jendela untuk membuka tirai. Namun, langkah gue tiba-tiba terhenti saat melihat layar laptop menyala dan menampilkan sebuah halaman blog yang tidak asing bagi gue. Sebuah laman postingan dengan judul "Meet and Greet Present" terpampang pada layar laptop. Gue mengira mungkin itu adalah hasil penulusuran gue semalam yang belum selesai saat gue sedang mengulik kisah Hantu Blogger. Gue mengurungkan niat untuk membuka tirai jendela lalu duduk di kursi. Gue baca perlahan-lahan seluruh isi postingan dari judul sampai isinya. Gue baca dengan teliti. Paragraf demi paragraf. Kalimat demi kalimat. Kata demi kata. Rupanya, dia pernah memberi sebuah hadiah berupa mug putih kepada idolanya dan dia menyampaikan bahwa dia ingin mempunyai blog yang terkenal seperti milik idolanya. Pada postingannya, tertulis:

"Aku ingin bertemu dengan Radit Wijaya suatu saat nanti walaupun aku sudah mati."
Gue terkejut saat nama lengkap gue tertulis di sana. Berulang kali gue baca kalimat itu untuk memastikan kembali bahwa gue gak salah baca. Apakah nama idolanya sama dengan nama gue? Gue penasaran. Gue menebak kalau dia menulis postingan itu setelah berlangsungnya acara "Meet and Greet". Gue kembali menggeser laman ke bagian tanggal postingan ini dipublikasikan. God damn! Tanggal postingan itu bersamaan dengan digelarnya acara "Meet and Greet" bersama Sobat Kemenyan. Mungkinkah Hantu Blogger ini adalah penggemar gue?

 Gak mungkin. Ini gak mungkin. Pasti kebetulan.

Gue menutup laptop gue tanpa mematikan mesinnya terlebih dahulu. Kedua tangan gue berusaha memijat pelipis gue. Gue pun menggelengkan kepala gue dengan cepat untuk melupakan apa yang baru saja gue baca. Gue bangkit dari tempat duduk gue lalu tangan gue mencengkeram tirai hijau dengan kuat. Gue perlu udara segar untuk menenangkan pikiran gue sendiri. Gue tarik tirai sampai terbuka dengan cepat.

Gue terperanjat saat gue mendapati noda bekas telapak tangan tercetak pada kaca jendela kamar.

***

Ditulis oleh:


Michiko

Baca juga kisah horor lainnya di sini

16 Desember 2019

English Diary Episode 4: Past Simple (I did)

3:00 PM 2 Comments
Halo kawan. Mari kita belajar bahasa Inggris bersama-sama.

Pada postingan yang lalu, kita telah membandingkan Present Simple Tense (I do) dan Present Tense Continuous (I am doing). Maka, pada postingan kali ini mari kita membahas masa lalu. #bukanbahasmantan

Baca juga: English DIary Episode 3: I am doing vs I do

Pembahasan yang akan dikupas pada postingan ini adalah Past Simple Tense (I did). Apa sih kegunaan mempelajari Past Simple Tense? Jelas, kita jadi bisa menulis buku harian dengan bahasa Inggris lho. Kita bisa menceritakan apa saja yang telah kita lalui dan rasakan dengan menggunakan pola kalimat yang akan dibahas ini. Jangankan kegiatan sehari-hari, mengenang kenangan bersama mantan juga bisa lho menggunakan pola kalimat ini. Tapi kalau itu mendingan gak usah deh, nanti gagal move on wkwkwk.

Persiapkan niat dan tekad untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Sediakan kertas dan alat tulis untuk mencatat, jika diperlukan. Jangan lupa berdoa sebelum belajar agar ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selamat bersenang-senang!

Pola Kalimat Regular dan Irregular Verb




Penjelasan Regular dan Irregular Verb


Pola kalimat ini digunakan untuk:
  • Menyatakan hal yang telah terjadi di masa lampau.
  • Bisa digunakan dengan menambahkan periode lampau. (kemarin, tadi pagi, tadi malam, minggu lalu, tahun lalu, dll.)
Biasanya, Past Simple menggunakan regular verbs yang berakhiran -ed.
  • She stopped the bus.
  • I studied last night.
Tetapi, ada beberapa verb yang tidak beraturan (irregular verbs) yaitu verb yang tidak berakhiran dengan -ed.
  • I went to the library last week.
  • He saw a dog.
  • My sister did homework last night.
*Cara menghafal perubahan kata pada irregular verb adalah dihafalkan

Catatan!

Jika bentuk kalimat negatif dan kalimat interogatif, setelah disisipi kata "did" maka kata kerja kembali ke bentuk semula (Infinitive).

  • I didn't enjoy the party.
  • I didn't fall in love with him.
  • Where did you go?
  • When did Mozart die
Berikut contoh kalimat apabila do adalah kata kerja utama.
  • I didn't do anything.
  • What did you do at the weekend?

Pola Kalimat Lampau be (am/is/are)




Contoh Kalimat

Contoh Kalimat 1. Regular Verb

I invited them to the party, but they decided not to come.
Aku mengundang mereka ke pesta tetapi mereka memutuskan untuk tidak datang.

My brother passed the examination because he studied very hard.
Adikku lulus ujian karena ia belajar dengan keras.

I didn't study for exam.
Aku tidak belajar untuk ujian.

Did you invite her to your birthday party?
Apakah kamu mengundang dia ke pesta ulang tahunmu?

Contoh Kalimat 2. Irregular Verb

I spent a lot of money yesterday.
Kemarin, aku menghabiskan banyak uang.

Rome didn't see Rose in class.
Rome tidak melihat Rose di kelas.

Did you have time to hang out with me?
Apakah kamu punya waktu untuk jalan-jalan denganku?

Contoh Kalimat 3. Be (was/were)

It was so hot, so I took off the jacket.
Panas banget, jadi aku melepas jaket.

The bed was very uncomfortable, I didn't slept well.
Kasurnya tidak nyaman. Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Were you too tired last night? You slept early.
Apakah kamu kelelahan tadi malam? Kamu tidur lebih awal.


2 Desember 2019

English DIary Episode 3: I am doing vs I do

10:58 AM 0 Comments
Halo kawan. Mari kita belajar bahasa Inggris bersama-sama.

Pada postingan kali ini, kita belajar tentang perbandingan Present Simple Tense (I do) dan Present Continuous Tense (I am doing).

Baca juga: Present Continuous Tense (I am doing)

Persiapkan niat dan tekad untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Sediakan kertas dan alat tulis untuk mencatat, jika diperlukan. Jangan lupa berdoa sebelum belajar agar ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selamat bersenang-senang!

Perbandingan umum




Perbandingan kalimat berdasarkan kata sifat

He is nice VS He is being nice

  • He's nice = Dia baik. (fakta dan tidak hanya berlaku sementara
He cares about other people. He's nice.
Dia peduli pada orang lain. Dia baik.
  • He's being nice =  Dia bertingkah seperti orang yang baik. (bertingkah atau berpura-pura pada waktu tertentu)
 He is being very nice to me at the moment. I wonder why.
Tumben, dia tadi sangat baik kepadaku. Aku bingung. 

Pengecualian!

Penggunaan am/is/are being tidak selalu berlaku pada setiap kata sifat, contohnya seperti:

  • I am very tired. (Aku sangat lelah)
  • It is hot today. (Hari ini panas) 

 Perbandingan kalimat berdasarkan kata kerja

I always do VS I'm always doing

  •  I always do = Aku selalu melakukannya (rutinitas atau kebiasaan).
I always go to school by motorcycle.
Aku selalu berangkat ke sekolah menggunakan sepeda motor.
  • I'm always doing = Aku terlalu sering melakukannya.
I'm always making the same mistake.
Aku selalu (terlalu sering) melakukan kesalahan yang sama. 

 

I think VS I'm thinking

  • I think = menyatakan opini, kepercayaan atau gagasan.
What do you think about my dress?
Apa pendapatmu tentang bajuku? 
  • I'm thinking = memikirkan atau mempertimbangkan sesuatu hal.
I'm thinking about what happened.
Aku sedang memikirkan tentang apa yang terjadi.


Penggunaan Indera

Pola kalimat Present Simple (I do) digunakan untuk menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan indera:
  •  smell
The dinner smells good.
Makan malam ini aromanya lezat.
  • see
Can you see it?
Bisakah kamu melihatnya?
  • taste
This sauce tastes really good.
Saus ini rasanya sangat lezat.
  • hear
I can hear a strange noise.
Aku bisa mendengar suara aneh.


Perasaan dan pikiran

Kata kerja yang berhubungan dengan perasaan, preferensi, dan pikiran cenderung menggunakan pola kalimat Present Simple Tense.

Baca juga: Present Simple Tense (I do)

Contoh kata yang berhubungan dengan perasaan, preferensi, dan pikiran:

love     like     want     hate     prefer     need
know     realise     mean     believe     remember     understand     suppose
fit     belong     seem     consist     contain

I love you.
Aku cinta kamu.

Do you believe in God?
Apa kau percaya kepada Tuhan?

I don't remember her name.
Aku tidak ingat namanya.

11 November 2019

English Diary Episode 2: Present Simple (I do)

10:47 PM 0 Comments
Halo kawan. Mari kita belajar bahasa Inggris bersama-sama.

Pada postingan kali ini, kita belajar tentang penggunaan Present Simple Tense: pola kalimat, fungsi, dan contoh kalimatnya.

Baca juga: Present Continuous Tense (I am doing)

Persiapkan niat dan tekad untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Sediakan juga kertas dan alat tulis untuk mencatat, jika diperlukan. Jangan lupa berdoa sebelum belajar agar ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selamat bersenang-senang!

Pola Kalimat




Penjelasan

Pola kalimat ini digunakan untuk menyatakan situasi sebagai berikut:
  • Menyatakan fakta atau suatu hal yang umum
  • Menyatakan kebiasaan yang berulang-ulang.
  • Menyatakan sesuatu kegiatan yang dilakukan secara verba/ucapan. (meminta maaf, berjanji, menyarankan, menyetujui, dan lain-lain).
Contoh kegiatan yang dilakukan dengan ucapan:

I promise....     I advise....     I apologise....     I refuse....     I agree....     I suggest....

Ingat!

Penggunaan kata kerja tergantung pada subjeknya. Contohnya:

I work                He works
You study           She studies
We move            It moves

Jika subjeknya adalah he/she/it, maka dibelakang kata kerja ditambahkan s/es.

*Sedangkan, dalam bentuk negatif dan interogatif, setelah disisipi kata "does" maka kata kerja kembali ke bentuk semula

Contoh Kalimat

Contoh 1. Menyatakan fakta atau hal yang umum terjadi.

The sun rises in the east.
Matahari terbit dari timur. 

Vegetarians don't eat meat.
Para vegetarian tidak makan daging.

Does rice grow in Britain?
Apakah padi tumbuh di Britania?

Contoh 2. Menyatakan kebiasaan yang berulang.

I get up at 5 o'clock every morning.
Aku bangun tidur jam 5 tepat setiap pagi.

Jella goes to America three times a year.
Jella pergi ke Amerika tiga kali setiap tahun.

How often do you drink coffee?
Seberapa sering kamu minum kopi? 

Contoh 3. Melakukan kegiatan dengan ucapan.

I promise I won't be late.
Aku berjanji, aku gak akan telat.

I suggest you to watch this film. 
Aku sarankan kamu buat nonton film ini.

7 November 2019

English Diary Episode 1: Present Continuous (I am doing)

4:12 PM 0 Comments
Halo kawan. Mari kita belajar bahasa Inggris bersama-sama. 

Pada postingan kali ini, kita belajar tentang penggunaan Present Continuous Tense: pola kalimat, fungsi, dan contoh kalimatnya.

Persiapkan niat dan tekad untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Sediakan juga kertas dan alat tulis untuk mencatat, jika diperlukan. Jangan lupa berdoa sebelum belajar agar ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selamat bersenang-senang!

 

 Pola Kalimat




Penjelasan

Pola kalimat ini digunakan untuk menyatakan situasi sebagai berikut:
  • Menyatakan kegiatan yang sedang dilakukan saat penutur mengatakannya.
  • Menyatakan kegiatan yang masih dilakukan dan belum selesai dikerjakan.
  • Bisa digunakan dengan menambahkan periode waktu saat ini (sekarang, bulan ini, tahun ini, dan lainnya).
  • Jika membicarakan tentang suatu perubahan yang terjadi saat ini.
Contoh kata perubahan:
 
get     change     become     rise     increase     grow     begin     start     fall     improve

Contoh Kalimat  

Contoh 1. Menunjukkan hal yang sedang dilakukan saat ini juga.

I'm looking for Shera. 
Aku sedang mencari Shera.

She's working.   
Dia sedang bekerja.

My brother is studying at school.
Adikku sedang belajar di sekolah.

 Contoh 2. Menunjukkan hal yang sedang dilakukan dan belum selesai (sedang dalam proses).

 I'm learning Japanese.
Aku sedang (dalam proses) belajar bahasa Jepang.

They are building their own house.
Mereka sedang (dalam proses) membangun rumah mereka sendiri.

Contoh 3. Digunakan untuk menyatakan hal yang terjadi pada periode waktu saat ini.

I'm studying now.  
Sekarang, aku sedang belajar.

You're working hard today.
Hari ini, kamu bekerja keras.

The company I work isn't doing well this year. 
Tahun ini, perusahaan tempat aku bekerja keadaannya sedang tidak baik

Contoh 4. Menunjukkan suatu perubahan yang dialami saat ini.

Is your English getting better?
Apakah kemampuan bahasa Inggrismu membaik?

The world is changing. Things never stay the same. 
Dunia berubah. Tak ada yang abadi. 

31 Oktober 2019

Uluran Tangan Tak Berwujud

12:31 AM 0 Comments
Bosan. Aku duduk manis di atas jok angkutan umum antarkota yang posisinya terletak di bagian paling belakang. Di sisi kananku terdapat jendela lebar yang terpampang membatasi pandanganku akan dunia luar yang sedang sibuk berputar. Mataku terpaku pada kendaraan yang melintas berlawanan arah dengan pemandangan bangunan-bangunan yang bergerak melintas sekilas pada penglihatanku. Sinar matahari menyorot lurus ke arah mataku menembus kaca film yang melapisi kaca jendela angkutan umum antarkota ini, cahayanya tidak begitu terik sebab waktu sudah memasuki sore hari ketika aku melirik ke arah jam tangan analog yang melekat pada pergelangan tanganku. Hari ini, aku tidak terburu-buru untuk kembali pada rutinitasku yang membosankan karena saat ini aku sedang membutuhkan suasana atau pengalaman baru yang mungkin dapat aku pelajari hikmah dan manfaatnya—daripada hanya sekadar duduk di kursi sambil mendengarkan cerita-cerita dosen yang terkadang ngalor ngidul tidak berarah jauh melenceng dari topik pembahasan mata kuliah. 

Sesekali aku menyandarkan punggungku ke belakang sambil menghela napas. Barangkali aku bisa mempercepat laju bis dengan embusan napasku seperti embusan asap knalpot pada bus ini agar aku cepat sampai di tujuan tapi semua itu mustahil, hanya imajinasiku saja. Sesekali pula aku menyandarkan kepalaku ke samping kanan sehingga pelipisku menyentuh kaca jendela bus yang bergetar karena pergerakan mesin. Getarannya mengocok isi kepalaku seperti segelas susu kocok, kepalaku pusing dan membuatku terasa mual. Aku kembali menegakkan kepalaku yang bersandar pada kaca jendela agar tidak menyentuhnya lagi.  

Aku tidak bisa berselonjor saat kakiku terasa pegal atau ketika pinggangku butuh sedikit peregangan agar tidak terasa kaku karena aku tidak memiliki banyak ruang gerak—di sisi kiriku terdapat tiga orang laki-laki yang duduk berdampingan dan kami berempat duduk saling berhimpitan. Jika boleh aku menebak umur mereka, mungkin laki-laki di sebelahku ini sudah memiliki seorang cucu sebab di ujung kelopak matanya terdapat kerutan yang menandakan bahwa sepertinya beliau beberapa tahun lebih tua dari ayahku. Bapak tua ini memeluk tas besar berwarna biru tua yang beliau letakkan di atas pangkuannya. Di sebelah kiri bapak tua itu, duduk seorang laki-laki muda mungkin seumuranku atau ia sedikit lebih tua dariku. Pemuda itu memiliki perawakan jangkung dan kaki yang jenjang sebab bisa kulihat kakinya menapak cukup jauh jika dibandingkan orang-orang di sekitarnya. Ia memeluk tas ransel hitam yang ia letakkan di atas pangkuannya. Sedangkan pria di sebelah kiri pemuda itu, aku tidak dapat melihatnya dengan jelas karena terhalang perawakan dua laki-laki yang aku sebutkan sebelumnya. Di depanku, dua orang wanita paruh baya duduk bersebelahan, terdiam memperhatikan jalanan di luar jendela angkutan—atau mungkin tertidur pulas. Kemudian, pada sebuah jok yang terletak di dekat pintu yang terbuka lebar, seorang laki-laki berkumis—mungkin seumuran dengan ayahku—duduk sambil mencondongkan badannya ke depan dan menundukkan kepala memperhatikan aspal yang bergerak mundur ketika bus ini melaju. Dua buah jok lebar yang terletak di belakang sopir terisi penuh dengan dua orang yang duduk pada masing-masing jok, begitu pula jok yang letaknya di samping sopir juga terisi penuh oleh dua orang yang duduk berhimpitan. Angkutan umum ini sudah penuh tetapi tetap saja sopir bus selalu berhenti ketika ada calon penumpang yang memberhentikannya di tepi jalan sehingga beberapa penumpang yang baru saja menaiki bus harus berdiri dengan kedua kakinya di sepanjang perjalanan. Hal itu membuat suasana di dalam angkutan umum ini semakin sesak.

Tidak ada yang menarik dari sebuah angkutan yang sesak. Aku masih tetap merasa bosan walaupun angkutan umum ini ramai dan sesak. Tidak ada seseorang pun yang dapat aku ajak untuk berbicara—sebenarnya aku terlalu malu untuk membuka percakapan—aku sibuk dengan pemikiranku sendiri yang tidak berarah. Mataku mulai terasa berat karena diriku yang dibalut rasa bosan. Mulutku terbuka lebar menghisap udara segar yang ada di sekitarku sebanyak-banyaknya, aku menguap—entah karena mengantuk atau bosan, bisa jadi keduanya. Sopir kembali menginjak rem dan membuat aku tersungkur dan wajahku hampir membentur sandaran jok depan yang tepat berada di depan wajahku. Beruntung, tanganku lebih gesit untuk menahan tubuhku sebelum kepalaku membentur sandaran jok di depanku. Ada calon penumpang yang hendak menumpang pada angkutan umum ini. Angkutan yang semula kupikir sangat sesak dan tidak dapat diisi penumpang lagi, rupanya masih menyisakan ruang untuk calon penumpang itu. Mungkin ada beberapa penumpang yang turun sebelumnya karena angkutan yang semula sesak ini mulai terasa lebih longgar. Barangkali begitu tetapi aku tidak menyadarinya karena terlalu sibuk memikirkan diriku sendiri.

Biasanya, aku tidak peduli pada calon penumpang yang akan menumpang pada angkutan umum ini. Tetapi, dua orang calon penumpang yang akan menumpang ini menarik perhatianku karena angkutan umum ini berhenti cukup lama sehingga mataku terpaku ke arah pintu masuk.

Seorang laki-laki muda, sepertinya seumuranku, menaiki tangga angkutan lalu mencari posisi yang tepat untuk berdiri. Ia berdiri mengisi celah antara jok kanan di depanku dan jok kiri yang terletak di dekat pintu. Ia menggendong tas ransel hitam yang terdapat tulisan nama sebuah yayasan di dekat resleting tasnya. Pemuda itu mengenakan jaket berwarna cokelat yang kelihatan agak kebesaran sehingga lengan jaketnya menjuntai ke bawah menutupi tangannya. Satu lagi pemuda laki-laki yang mengenakan jaket abu-abu berusaha menaiki tangga angkutan ini menyusul di belakangnya. Kedua tangan pemuda berjaket abu-abu itu berpegangan pada kedua sisi pintu, ia berusaha mendorong badannya untuk menaiki tangga angkutan agar bisa masuk. Bisa aku dengar percakapan kecil mereka.

"Tolong bantu pegang ini," ucap pemuda berjaket abu-abu.

Awalnya, aku tidak paham apa maksudnya meminta bantuan untuk memegang "sesuatu". Namun akhirnya, aku paham apa yang ia maksud saat mendapati pemuda berjaket abu-abu itu menyodorkan sebuah tongkat kruk kepada pemuda berjaket cokelat. Rupanya, salah satu kaki pemuda berjaket abu-abu itu tidak dapat berfungsi dengan baik. Pemuda berjaket cokelat itu menerima tongkat kruk dan memegangnya dengan tangan kanannya. Ia menoleh ke kanan lalu kembali melirik kawannya dengan cepat, ia terlihat kebingungan, sepertinya ia ingin membantu pemuda berjaket abu-abu untuk menaiki tangga namun sulit.

Aku heran. Mengapa ia harus kebingungan? Lagipula dia hanya perlu mengulurkan tangan kirinnya dan memegang tongkat kruk dengan tangan kanannya.

Setelah itu, pemuda berjaket cokelat itu menyelipkan bantalan ketiak tongkat kruk di ketiak kirinya lalu mencondongkan badannya ke depan sambil mengulurkan tangan kanannya untuk membantu pemuda berjaket abu-abu masuk ke dalam angkutan. Satu lagi yang mengejutkan, aku baru saja mengetahui jika pemuda berjaket cokelat itu rupanya hanya memiliki satu tangan saat aku melihat ia mengempit tongkat kruk di ketiaknya. Kain lengan jaket cokelat yang menjuntai itu terlihat amat tipis seperti tak berisi di bagian bawahnya, amat berbeda saat kutelusuri ke bagian atas dekat bahu masih terlihat tebal berisi karena bahu dan lengan atasnya. Sebelumnya, aku mengira jika lengan jaketnya yang kebesaran itu hanya menutupi kedua tangannya.

Angkutan umum ini kembali melaju. Aku fokus memperhatikan dua orang penumpang yang baru saja menaiki angkutan ini. Pemuda berjaket cokelat itu bertumpu dengan kedua kakinya sambil tangan kanannya memegang pipa besi yang tergantung di atas langit-langit angkutan, sedangkan pemuda berjaket abu-abu itu duduk di dekat pintu sambil memegangi tongkat kruk miliknya. Perhatianku terpaku pada pemuda berjaket cokelat yang sedang berdiri sambil bergelantungan pada pipa besi, badannya terayun-ayun setiap angkutan ini berbelok ke kanan dan ke kiri sebab ia hanya mengerahkan seluruh beban tubuhnya pada satu tangannya.

Saat angkutan berhenti untuk menurunkan penumpang, tubuh pemuda berjaket cokelat itu terayun ke depan hampir tersungkur. Beruntung, tangannya mencengkeram pipa besi dengan kuat sehingga ia tidak terjungkal setiap kali sang sopir menginjak rem. Seorang penumpang turun dari angkutan, meninggalkan sebuah tempat duduk, aku pikir pemuda itu akan menduduki tempat duduk yang kosong itu karena keadaannya yang tidak memungkinkan untuk tetap berdiri sepanjang perjalanan. Ternyata, dugaanku salah. Ia justru mempersilakan seorang laki-laki yang mungkin berumur empat puluh tahun untuk menduduki tempat duduk yang kosong tersebut.

"Mas saja yang duduk," tolak bapak tersebut dengan halus. Sepertinya bapak itu tahu kalau pemuda berjaket cokelat itu lebih membutuhkan kursi itu daripada dirinya.

Pemuda berjaket cokelat itu tersenyum sambil melangkah ke samping kiri dan melekatkan punggungnya pada jok di sebelah kirinya untuk memberi jalan kepada bapak itu. "Tujuan saya dekat kok, sebentar lagi juga sampai. Silakan bapak duduk saja."

Akhirnya, bapak itu pun mengalah dan berjalan melewati celah yang diberikan oleh pemuda berjaket cokelat itu kemudian menduduki kursi kosong yang baru saja disediakan untuknya. Pemuda berjaket cokelat itu kembali pada posisi semula.

Beberapa menit kemudian, jarak yang ditempuh angkutan ini sudah cukup jauh. Aku kembali terheran. Pemuda berjaket cokelat ini tidak kunjung turun padahal tadi ia berkata kalau tujuannya sudah dekat. Aku pikir, mungkin sebentar lagi. Namun, aku kembali terheran lagi saat bapak yang dipersilakan untuk duduk olehnya turun dari angkutan lebih dulu daripada ia. Aku kembali berdebat dengan pemikiranku sendiri. Mungkin pemuda ini mengutamakan orang yang lebih tua sehingga ia mempersilakan tempat duduk untuk bapak yang tadi.

Tempat duduk kembali kosong. Bukankah seharusnya  pemuda itu bisa duduk tanpa ragu? Sebab para penumpang yang berdiri hanya beberapa dan jauh terlihat lebih muda daripada ia. Namun, pemuda itu tidak melakukannya. Ia menoleh sejenak memperhatikan keadaan sekitarnya. Ada sekitar tiga orang yang tidak duduk, salah satunya adalah seorang mahasiswi yang menyandarkan kepalanya pada sandaran jok di depannya sebagai tumpuan kepalanya. Ia terlihat lemas dan agak pucat, mungkin ia mabuk perjalanan. Pemuda berjaket cokelat itu memberikan tempat duduk kosong itu kepada mahasiswi tersebut. Mahasiswi itu tersenyum sambil mengucapkan terima kasih dengan sebuah anggukan kepala menyapa pemuda itu. Ia melewati pemuda itu lalu duduk di tempat yang baru saja pemuda itu berikan.

Beberapa menit berlalu, jarak yang ditempuh pun semakin jauh. Pemuda berjaket cokelat itu menurunkan tas ransel hitam dari punggungnya. Ia cukup kesulitan saat menopang ransel itu agar tidak membentur orang lain dan tidak pula terhempas ke bawah atau menggelinding ke arah pintu keluar. Tidak hanya itu, ia lebih kesulitan lagi untuk menahan keseimbangan tubuhnya saat ia sedang membuka resleting tas untuk mengambil sesuatu di dalamnya. Angkutan tetap melaju dan membuat pemuda itu harus menahan tubuhnya hanya dengan topangan kedua kakinya yang terbuka selebar bahu. Setelah selesai dengan urusannya, pemuda itu kembali meraih pipa besi di atas kepalanya dan membiarkan tasnya tergeletak di bawah sana.

Beberapa waktu berlalu, angkutan pun berhenti. Pemuda berjaket cokelat itu melangkahkan kaki menuju pintu keluar sambil menyeret tas yang tergeletak di depan kakinya. Aku pikir, ia akan meninggalkan temannya—pemuda berjaket abu-abu—lalu membiarkan temannya turun dari angkutan sendirian. Dugaanku lagi-lagi salah. Pemuda berjaket cokelat itu meletakkan tasnya di atas tanah lalu kembali mendekati pintu angkutan. Ia mengambil tongkat kruk dari tangan temannya lalu membungkuk untuk meletakkannya di atas permukaan trotoar. Ia kembali berdiri tegak lalu mengulurkan tangannya untuk membantu pemuda berjaket abu-abu berdiri.

Pemuda berjaket abu-abu itu memegang tangannya lalu mengerahkan beban tubuhnya dengan berpegangan pada tangan temannya. Ketika ia sudah berdiri, tangan kanan pemuda berjaket cokelat melingkar pada pinggangnya lalu mengangkat tubuhnya tanpa keraguan sedikitpun sampai ia menapakkan kakinya di atas tanah. Pemuda berjaket cokelat pun meraih tongkat kruk yang tergeletak di tanah lalu memberikannya kepada pemiliknya.

Wow.

Aku benar-benar tak mampu berucap sepatah kata pun.

Pemuda itu melakukan hal yang terbaik yang mampu ia lakukan untuk orang lain. Walaupun dirinya sendiri memiliki kekurangan fisik, tetapi ia memiliki kelebihan nurani yang amat besar.

Aku kembali termenung. Aku sibuk dengan pikiranku sendiri sambil menatap ke arah dua telapak tanganku yang menengadah. Aku mempunyai dua tangan dan sepuluh jari yang masih utuh, apa yang sudah aku lakukan untuk membantu orang lain dengan kedua tanganku ini? Jika pemuda itu mampu membantu banyak orang dengan satu tangan saja, mengapa aku belum melakukan apa pun untuk orang lain?


Illustration by Nadhira Shafa


Jika seseorang yang hanya memiliki satu tangan saja dapat membantu orang lain, bagaimana dengan kita yang mempunyai dua tangan yang masih utuh? Pasti bisa membantu orang lain lebih banyak lagi, bukan?

Sudahkah kau membantu orang lain hari ini?

27 Oktober 2019

Kesempatan Kedua

8:24 AM 0 Comments

Malam ini dengan cepat aku merebahkan tubuhku di atas hamparan balok empuk berisi kapuk. Kelopak mataku melekat satu sama lain ketika aku melepaskan segala penat. Dapat aku akui, hari ini aku cukup kelelahan karena kegiatan yang aku lakukan. Bagaimana tidak? Aku mondar-mandir seharian hanya untuk mengejar orang-orang yang sibuk dengan urusan mereka masing-masing. Jika aku tidak punya tanggung jawab dalam organisasi ini, mungkin aku tidak akan sudi untuk melakukannya. Terlebih lagi, para petinggi itu mana peduli dengan waktu dan tenagaku yang terkuras hanya untuk menunggu waktu senggang mereka. Buang-buang waktu saja. Cih.

Aku menghela napas dalam dan mengeluarkan segala penat beriringan dengan embusan napasku. Mataku kembali terbuka, kudapati langit-langit kamarku yang agak menyilaukan karena pantulan cahaya lampu. Lelah. Aku hanya ingin mengistirahatkan tubuh dan pikiran. Namun, kacau. Semua itu batal begitu saja ketika notifikasi handphone-ku berbunyi berulang kali dengan getaran yang menggelitik kulit pahaku. Aku merogoh saku dan mengambil benda yang berulang kali mengacaukan rencanaku di malam yang menenangkan ini. Aku menatap layar handphone yang tidak kalah menyilaukan daripada lampu yang tergantung di atas langit-langit kamarku. 

Sial. 

Apa lagi ini?

Pengacau.

Batinku tiba-tiba kelut-melut. Beban apalagi yang harus aku pikul selain mengejar orang-orang yang sibuk sendiri? Haruskah ditambah dengan si pengacau satu ini? Sial.

Mual. Seperti ada sesuatu yang berenang-renang di dalam perutku ketika aku membaca kata-kata yang terpaut satu sama lain membentuk kalimat menjijikan yang sama sekali tidak pernah ingin aku baca. 



Jari-jariku bergerak dengan gesit untuk membalasnya. Singkat, padat, dan menyakitkan. Hanya dua kata saja tetapi maknanya penuh dengan kemarahanku yang membuncah. Punya rencana apa lagi si bodoh ini?

Apakah dia sadar apa yang baru saja dia kirimkan kepadaku? Apa dia tidak ingat apa saja yang pernah dia lakukan sehingga aku membalas pesannya dengan ucapan seperti itu?

Aku masih ingat dengan jelas, bahkan masih bisa aku rasakan jemarinya yang mengunci kedua pergelangan tanganku. Genggaman tangannya begitu erat sehingga membuat kulit pergelangan tanganku memerah karena tekanan kuat yang ia berikan. Tubuhnya amat dekat mungkin hanya berjarak beberapa sentimeter saja dariku. Wajahnya pun amat dekat dengan wajahku bahkan hidung kami hampir bersentuhan dengan kulit wajahku sebab dapat aku rasakan napasnya menerpa wajahku. Ia berusaha mendaratkan bibirnya di atas kulit wajahku, entah di mana tetapi aku yakin tujuan utamanya adalah bibirku. 

"Apa maumu?" bentakku sambil menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri menghindari tatapannya. 

"Hanya sebuah ciuman saja."

"Tidak mau!" Aku berteriak di hadapan wajahnya sambil menggerakkan kedua tanganku berusaha melepaskan genggaman tangannya yang mencengkeram tanganku begitu kuat. Seberapa besar pun usahaku untuk melepaskan cengkeraman tangannya, aku tetap tidak dapat melawan kekuatannya yang lebih besar. Ibarat hewan, mungkin aku hanya seekor ayam yang melawan seekor musang.

Tangannya bergerak cepat memegang kedua pipiku lalu menarik wajahku mendekat ke arah wajahnya. Bibirnya mendarat tepat di atas bibirku. Kami berciuman—lebih tepatnya ia menciumku—beberapa detik. Ciuman itu terlepas ketika kedua tanganku yang bebas mendorong tubuhnya sampai ia terpental mundur dan menjauh dariku. Tanganku berayun tanpa keraguan dan telapak tanganku mendarat keras tepat di atas pipinya. Suara benturan kulit cukup keras menggema di telingaku, pasti sakit sebab aku juga merasakan panas pada telapak tanganku. Ia memegang pipi kirinya sambil meringis. Aku mengeraskan rahangku, berusaha menahan amarah dan tangisan. Mataku menatap ke arahnya dengan penuh amarah. Pandanganku kabur karena terhalang air mata yang terbendung di pelupuk mataku. Dapat aku rasakan wajahku mulai memanas, merah padam. Tanganku mengepal seakan aku sedang menggenggam kuat kemarahanku. Belum puas dengan satu tamparan, rasanya ingin aku menghantam wajahnya dengan kepalan tangan untuk melepaskan kemarahanku tetapi aku urungkan dengan satu tarikan napas yang amat dalam. 

Butiran air mata jatuh di pelupuk mataku sesaat setelah aku menghela napas panjang. Aku melangkah pergi meninggalkan dia tanpa sepatah kata pun setelah menamparnya dengan keras. Aku tidak merasa bersalah telah menampar seorang "pacar" karena melindungi diriku sendiri. Baru menjalin hubungan selama empat bulan saja, ia berusaha melecehkan harga diriku di tempat sepi seperti itu. Walaupun setelah kejadian itu, kami masih tetap melanjutkan hubungan kami. Aku memaafkannya karena ia mengaku salah dan khilaf. Itulah awal kebodohan yang aku lakukan, seharusnya saat itu aku putus kontak saja sekalian dan memblokir dirinya dari kehidupanku.

Walaupun hubungan kami tetap berlanjut, aku merasa ada yang berbeda setelah kejadian itu. Hubungan kami semakin lama semakin hambar. Sebelumnya, ia selalu berpamitan jika akan melakukan sesuatu agar aku tidak perlu mencarinya ketika ia menghilang. Dia juga jarang menanggapi candaanku atau pertanyaanku dan aku harus menunggu beberapa jam untuk mendapatkan balasan pesan darinya. Suatu hari, kami pernah berencana untuk pergi jalan-jalan sekadar keliling kota atau menonton film tetapi mendadak ia membatalkan rencana itu secara sepihak. Tentu saja aku tidak bisa memaksanya, mungkin ada urusan yang lebih penting ketimbang jalan-jalan. Aku maklum.

Beberapa hari, aku jarang bertemu dengannya atau bahkan sekadar melihatnya—padahal seharusnya kami bisa berpapasan walaupun hanya di tempat parkir. Beberapa pesan aku kirimkan kepadanya untuk menanyakan keadaannya tetapi dia selalu menjawab seadanya dan tidak mudah bagiku memahami balasan pesannya yang amat singkat. 

"Di, aku mau tanya," ucap Kamila membuka percakapan.

Aku melirik ke arah Kamila yang berada di sisi kiriku. "Ada apa?"

"Kamu sudah putus belum sih?" Kamila bertanya dengan nada pelan, seperti ragu.

Aku mengangkat bahu. Entah apa yang harus aku katakan kepadanya, sebab aku pun tak yakin dengan status hubunganku saat ini. Mau menjawab belum putus pun, sepertinya tidak juga. Aku merasa seperti tidak memiliki tanggungan untuk mencintai seseorang—bahkan aku tidak merasa dicintai.

"Kemarin aku lihat dia jalan dengan Sela," ucapnya.

"Oh...." Aku mengangguk. Jawabanku santai, tidak terkejut sama sekali bahkan tidak sedih sekali pun.

"Gila. Oh doang?" Kamila memastikan. Jelas, ia pasti terkejut melihat reaksiku.

Aku mengangkat bahuku sekali lagi, tanda tidak peduli. "Ya biarkan saja, tunggu dia mengaku sendiri."

Aku tidak terkejut setelah mengetahui informasi dari Kamila walaupun aku baru mendengarnya pertama kali. Mungkin rasa ini telah hilang dan logika mulai berkembang. Aku tidak lagi mencarinya atau bahkan menanyakan kabar pun hanya sesekali saja sebagai formalitas belaka. Sampai pada akhirnya, aku menerima sebuah pesan perpisahan dengan kata-kata yang amat manis tetapi penuh kepalsuan. 

Dila, sepertinya aku dan kamu sudah tidak cocok lagi. Kita sudah berbeda, pemikiran kita tidak lagi sama. Mungkin ini saatnya bagi kita untuk mengakhiri kisah kita. Jangan lupakan kenangan kita selama ini ya, I love you.
Pecundang. Bahkan untuk mengakhiri hubungan pun ia tidak mau bertemu langsung denganku. Kenangan apa yang dia maksud? Kenangan buruk mungkin. Empat bulan dia berusaha merayuku dan dua bulan ia menghilang karena mencari "sesuatu" yang tidak bisa ia dapatkan dariku. Bahkan empat hari setelah aku menerima pesan itu, ia sudah menunjukkan kemesraan dengan pacar barunya seolah aku hanya angin lalu. Halah, "I love you" tahi ayam.

Setelah itu, aku tak peduli lagi dengannya. Urusan hidupnya bukan lagi urusanku—bahkan tidak akan pernah menjadi urusanku. Bertahun-tahun kami tidak pernah berbicara, paling hanya sekadar sapa yang terpaksa. Lagipula, aku sangat amat jauh lebih baik ketika tidak melihatnya. Bukan tersakiti, bukan. Hanya saja, ada semacam rasa ingin meludahi. 

Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat untuk membuyarkan ingatanku yang sama sekali tak ingin kuingat kembali.
Sekarang, ia kembali dengan kedok silaturahmi. Memang ini semua salahku. Mengapa aku harus menanggapi si pengganggu yang satu ini? Aku pikir dengan memaafkan masa lalu akan membuat hidupku lebih tenang dan lepas dari dosa dengki. Rupanya, salah besar. Masa lalu itu justru menghantui dan berusaha untuk menginvasi kehidupan baruku. Brengsek. 

Setelah kau hancurkan hatiku di masa lalu, untuk apa kau kembali setelah aku merasa sangat sangat sangat jauh lebih baik tanpamu? Mengorek luka lama atau menanam luka baru? Atau mungkin hanya ingin mempermainkanku dan membuatku bertekuk lutut padamu? Bajingan.

Aku menghela napasku dalam mencoba menenangkan pikiranku yang mulai semrawut. Setiap kali aku mencoba mengembuskan napas, decakan keluar dari mulutku menggantikan ketenangan menjadi sebuah kekesalan yang harus aku telan sendirian. Suasana hatiku semakin tidak stabil dan membuatku benar-benar kesal. Aku melempar handphone-ku ke atas kasur sejauh mungkin dari tubuhku tanpa ragu sedikit pun. Biar saja handphone-ku terbentur atau rusak, toh aku tak memedulikannya. Hariku hancur. Malam tenangku hancur. Suasana hatiku hancur. Hancurkan saja semuanya, tak perlu tanggung-tanggung. 


Orang bilang, kembali menjalin hubungan dengan mantan itu seperti membaca buku dua kali: akan tetap berakhir dengan cerita yang sama.
Orang bilang, kembali menjalin hubungan dengan mantan itu akan membantumu belajar dari kesalahan yang telah lalu.

Orang bilang, jika kau menjalin hubungan dengan orang yang baru maka kau harus memulainya dari awal.

Persetan dengan mantan. Aku tidak akan pernah memberikan kesempatan kedua pada mantan yang meninggalkan jejak kotor pada alur cerita hidupku. 

Aku kembali melirik handphone-ku yang tergeletak dengan posisi menelungkup di atas kasurku. Aku raih kembali handphone-ku. Layar percakapan masih terbuka, ada beberapa pesan yang belum terbaca di sana. Masih dari orang yang sama. Aku tidak penasaran dengan isi pesan yang ia kirimkan, bagiku tidak penting. Tanpa melirik isi pesan yang ia kirim sama sekali, aku menyentuh layar handphone-ku. Tuntas sudah urusanku. Aku tersenyum puas dan genggaman tanganku melonggar sehingga membuat handphone-ku terjun bebas dari genggaman tangan menuju ke atas kasur lalu memantul ke arah lain dengan jarak beberapa sentimeter dari titik benturannya. 

Childish? Tidak. Aku hanya tidak ingin membiarkan seseorang yang memberikan dampak buruk bagi kehidupanku menginvasi lembaran baru dalam kehidupanku.

Hey, kau mau maaf dariku? Tentu saja akan aku berikan.

Hey, apakah kau meminta kesempatan kedua dariku?
Ha ha ha. Jangan harap. Kau tahu, aku adalah Adila dan sekarang aku sudah berada di lain hati.