20 Juni 2023
1 Januari 2023
Laporan Pertanggungjawaban Tahunan |
Apakah resolusi tahun 2022 tercapai?
Rintangan dan Kegagalan pada Tahun 2022
Pencapaian Tak Terduga pada Tahun 2022
Evaluasi Diri
- Semua ujian hidup ini datangnya dari Tuhan dan akan kembali juga kepada Tuhan.
- Apa yang hilang, akan tergantikan dengan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya.
- Kebahagiaan datangnya dari rasa syukur, semakin kita bersyukur maka kebahagiaan itu semakin bertambah sedangkan semakin banyak kita mengeluh maka hal yang kita keluhkan itu akan terus datang dalam kehidupan kita.
- Sebelum mencintai orang lain, hal yang paling penting dilakukan adalah mencintai diri sendiri. Ketahui apa yang diri sendiri butuhkan dan wujudkan apa yang diri sendiri inginkan.
- Pekalah terhadap lingkungan sekitar kita, sebab terkadang ada beberapa orang yang menyimpan masalahnya sendiri dan berjuang sendiri untuk menyelesaikan masalahnya padahal dia sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya.
- Aku perlu mengurangi waktu untuk bermalas-malasan dan menunda pekerjaan.
- Aku perlu lebih banyak mendengarkan dan berlatih untuk memberikan respon yang baik kepada orang lain agar komunikasi berjalan dengan lancar.
- Aku juga perlu meningkatkan intensitas untuk mengungkapkan rasa sayang dan memberikan perhatian serta cinta kepada semua orang yang aku sayangi.
Resolusi Tahun 2023
- Unlock new skill
- Bikin karya minimal dua minggu sekali
- Berbagi ilmu lewat Catatan Jepangku
- Punya passive income
- Produktif minimal 2 jam sehari
- Konsisten dalam melakukan segala hal
- Bangun relasi baik dengan orang lain
- Jadi happy virus buat lingkungan sekitar
- Makin sayang sama diri sendiri dan keluarga
20 September 2022
Beautiful Soul Has Gone
Beautiful Soul Has Gone |
Good bye, Farah! You're beautiful until the end |
11 September 2022
Bahagia dari Hal Kecil
Bahagia dari Hal Kecil by Nadhishafa |
Kebahagiaan sederhana versi aku:
- Makan makanan yang enak
- Kucing dan hewan-hewan berbulu
- Musik dan game
- Meme dan hal-hal yang bikin tertawa
- Sharing dan hangout bareng keluarga/teman
- Jalan kaki
- Menulis
- Menggambar
- Bernyanyi
- Belajar hal-hal yang baru
2 September 2022
Piala untuk Diri Sendiri
- Terima kasih kepada sosok aku yang selalu bertanggung jawab terhadap pilihan yang telah dibuat. Selalu berusaha menjalani hidup tanpa penyesalan dan tetap gigih melalukan yang terbaik. Ikhlas menjalani semua hal yang telah dituliskan dalam suratan takdir serta mampu bertumpu dengan kedua kaki sendiri.
- Terima kasih untuk aku yang diam-diam menjadi sosok yang peduli. Berusaha melakukan yang terbaik untuk membuat orang di sekitar bahagia walaupun masih belum mampu mengungkapkan rasa cinta dengan lisan sendiri, tapi aku yakin ungkapan cinta itu telah diucapkan oleh lubuk hati.
- Terima kasih untuk diriku yang nggak pernah lelah untuk terus belajar, baik dari sesuatu yang belum pernah diketahui maupun dari kesalahan yang telah dilalui. Kamu hebat, selalu berusaha meningkatkan kualitas diri sendiri.
Piala untuk Diri Sendiri |
26 Agustus 2022
Jika Uang Bukan Segalanya |
1. Punya rumah impian
2. Punya kos-kosan
3. Keliling Dunia
4. Lanjut Pendidikan
5. Melakukan hobi sepuasnya
1 Januari 2022
Evaluasi Tahun 2021 dan Resolusi Tahun 2022 |
Apakah resolusi tahun lalu tercapai?
1. Mempunyai penghasilan sendiri
2. Baca buku minimal 1 buku sebulan
3. Menyelesaikan novel dan menerbitkannya
4. Ikut berbagai macam lomba
Rintangan dan Kegagalan pada Tahun 2021
1. Pekerjaan
2. Keadaan mental yang nggak stabil
Pencapaian Tak Terduga pada Tahun 2021
1. Catatan Jepangku
2. Opet
3. Dapat pekerjaan
Evaluasi Diri
- Hidupmu nggak akan pernah berubah kalau kamu nggak mau berubah
- Kamu nggak akan pernah tahu tolok ukur kemampuanmu kalau kamu nggak mau mencoba menunjukkan kemampuanmu.
- Rasa takut cuma ada di pikiran kamu, kalau kamu terus-terusan takut bakal banyak banget kesempatan di luar sana yang kamu lewatkan.
- Rasa minder itu wajar. Ada dua cara menghadapinya, kamu perbaiki kekuranganmu atau kamu tetap merasa minder dan semakin tertinggal dari orang-orang yang terus berusaha menjadi lebih baik. Kamu nggak bisa menyuruh orang lain berhenti berlari demi kamu, justru kamu yang harus ikut lari buat kejar mereka yang ada di depan kamu.
- Aku perlu lebih banyak bersosialisasi dan banyak belajar lewat lingkungan sekitar serta mengasah kepekaan
- Aku perlu belajar caranya mengakui perasaan sendiri, mengalahkan ego dan gengsi, dan menunjukkan kepedulian serta perasaanku kepada orang lain.
- Aku perlu mengurangi waktu untuk bermalas-malasan dan menunda pekerjaan
Resolusi Tahun 2022
- Baca berbagai genre buku
- Punya sertifikat N2
- Bikin buku
- Rutin olahraga
- Konsisten dalam melakukan segala hal
- Selalu merasa bahagia dan ikhlas dalam menjalani segala hal
- Bangun hubungan baik dengan orang lain
- Punya penghasilan dan tabungan yang stabil
1 Oktober 2021
Porsi Rezeki Abang Ojol
Hari Selasa di bulan September, aku mengalami sebuah kejadian yang membuka mataku dan memberikan pelajaran yang berharga bagiku. Satu hal yang aku pelajari:
Rezeki setiap orang ada porsinya masing-masing dan gak akan lari ke mana pun.
Hal ini aku alami saat aku pergi ke Bandung untuk tes CPNS pada hari Senin dan Selasa. Pada hari Senin di malam hari, aku memesan makanan di aplikasi online dengan total 41 ribu. Saat itu, uangku genap 50 ribu dan aku gak punya uang receh untuk menggenapkan uang kembalian. Turunlah aku dari kamarku di lantai tiga dengan membawa uang 50 ribu di kantongku. Saat aku bayar ke abangnya, ternyata beliau gak ada uang sembilan ribu justru beliau cuma ada sepuluh ribu. Aku sendiri gak bawa seribu buat menggenapkan uang kembalian itu karena dompetku ketinggalan di kamar. Akhirnya, abangnya mengikhlaskan seribu itu dan memberikan kembalian sepuluh ribu. Aku banyak berterima kasih ke abangnya, mungkin ini rezekiku. Semoga rezeki abangnya dilancarkan selalu.
Keesokan paginya, aku pesan bubur ayam di aplikasi online yang sama dengan total yang aku habiskan saat itu adalah 35 ribu. Sama seperti malam sebelumnya, aku bawa uang 50 ribu. Waktu aku bayar ke abangnya, ternyata abangnya cuma ada uang 14 ribu, yang berarti kembaliannya kurang seribu. Akhirnya, aku ikhlaskan aja kembalian seribu itu buat abangnya. Semoga abang ojol yang ini juga rezekinya dilancarkan selalu.
Saat aku kembali ke kamar, aku baru sadar. Ternyata, uang yang diikhlaskan oleh abang ojol semalam adalah rezeki abang ojol pagi itu dan aku hadir sebagai perantara. Aku jadi paham, ternyata rezeki orang itu ada porsinya masing-masing.
Kalau rezeki itu untukmu, ia akan jadi milikmu. Kalau rezeki itu bukan untukmu, ia bukan milikmu.
Lantas, kenapa kita harus khawatir akan hidup dalam kekurangan kalau ternyata manusia sudah punya porsi rezekinya masing-masing?
Tugas kita sebagai manusia bukan menentukan siapa yang berhak menerima rezeki lebih banyak dari yang lain, tapi tugas kita adalah menjemput rezeki yang sudah ditetapkan untuk kita.
Sekian tulisan untuk hari ini.
Have a nice day,
Michiko ♡
Pictures source: Visual stories || Michelle on Unsplash
14 Mei 2021
Anti Sosial Karena Pandemi |
20 April 2021
Bertahan dalam Keadaan Tersulit |
#Jejakwarnawritingchallenge #getclosertome #Day9 |
Challenge by jejakwarna.id
15 April 2021
Kemampuan untuk Mengubah Dunia |
#JejakWarnaWritingChallenge #Day4 |
25 Maret 2021
Insecure Melanda, Aku Ingin Berhenti Menulis |
Kenapa ya?
Alasannya, sebenarnya sepele. UANG.
Aku yang baru lulus dari pendidikan akademik jenjang perkuliahan merasa insecure banget saat melihat teman-temanku gencar mencari lowongan pekerjaan. Beberapa bulan belakangan, aku juga sama, ikut cari lowongan pekerjaan seperti yang lainnya. Sempat juga dipanggil interview oleh salah satu perusahaan tapi alur hidupku berkata aku cuma bisa sampai tahap itu. Aku nggak lolos tahap wawancara.
Setelah menerima notifikasi penolakan, overthinking melanda. Kebiasaan buruk yang selalu muncul setiap aku sedang terpuruk ini membuat aku berpikir: "Aku hidup di dunia ini kayaknya cuma jadi beban keluarga ya?" Padahal baru satu perusahaan yang menolak, gimana kalau ditolak terus-terusan oleh banyak perusahaan ya? Jadi kopong kali ini otak.
Hampir semua orang pernah berpikir begitu nggak sih? Atau cuma aku dan beberapa orang yang punya pola pikir serupa aja yang pernah mikir begitu? Kamu pernah berpikir begitu nggak?
Selama menghabiskan waktu untuk memikirkan masa depan dan makna kehidupan, aku seringkali berpikir hal-hal yang membuat aku merenung berulang kali. Aku bisa apa sih sebenarnya? Aku terus mempertanyakan skill yang aku miliki.
Setelah mengetahui bagaimana dunia kerja bekerja, aku mulai membuka mata. Ternyata, sainganku bukan orang yang seumuran denganku aja tapi dari semua kalangan mulai dari yang lulusan SMA/SMK sampai yang ada di usia mau pensiun juga ada. Mereka yang melamar pekerjaan di perusahaan yang sama denganku, punya pengalaman yang jauh lebih banyak dari aku. Mereka yang sama-sama mengantri untuk wawancara kerja, jauh lebih jago skill-nya daripada aku. Kalau dibandingkan dari segi kemampuan dan pengalaman, kayaknya mereka ada di langit sedangkan aku ada di dasar laut.
"Masuklah di sekolah kedinasan, nanti lulus jadi PNS, pekerjaannya juga sudah terjamin."
Kamu sering dengar ucapan itu dari orang yang ada di sekitarmu nggak? Aku pernah mendengarnya, sering malah, soalnya orang tuaku penganut paham begituan. Kuliah di PTN, kerja PNS, hidup nyaman dan bahagia.
Akan tetapi, aku yang keras kepala dan sering disebut "idealis" ini memilih untuk tutup telinga. Jiwa bebasku meronta-ronta, aku nggak mau hidupku diatur orang lain termasuk orang tuaku sendiri.
Dulu, aku ingin menjadi seorang dokter, orang tuaku juga mendukung. Apalagi, dalam pandangan mereka, kehidupan seorang dokter itu terjamin, bisa buka praktik di rumah dan jadi kaya. Iya, bisa jadi kaya soalnya modal ilmunya juga mahal.
Namun, takdir berkata lain, langit menolak alasan dangkalku itu untuk melanjutkan kuliah di fakultas kedokteran. Mempertaruhkan hasil SBMPTN untuk program studi kedokteran di tiga universitas yang berbeda, naif banget nggak sih? Ternyata, kemampuan dan persiapanku belum cukup. Tahun berikutnya, aku mencoba lagi belajar mandiri bersamaan dengan mengerjakan tugas-tugas kuliah dan mengulang SBMPTN, ternyata belum cukup juga.
Kenapa nggak coba daftar kedokteran di universitas swasta? Boro-boro swasta, jalur mandiri PTN aja aku nggak mau, kecuali UGM dan UI (karena nggak ada tagihan uang gedung walaupun dapat UKT golongan tertinggi). Alasannya, aku punya adik yang masih sekolah. Kalau aku mengambil jalur itu, bisa jadi adikku putus pendidikan, nggak bisa lanjut kuliah karena uang pendidikan dipakai olehku buat biaya kuliah kedokteran dan uang gedung. Apalagi, selisih umur kami cuma 4 tahun, sudah pasti aku juga belum bisa mengembalikan modal belajar dalam durasi waktu sesingkat itu.
Sempat juga, aku terpikir untuk banting setir ke keperawatan tapi saat itu aku bimbang dan agak malas juga untuk belajar lagi. Apalagi saat aku mengetahui fakta bahwa sudah diterima di universitas swasta jalur PMDK, rasanya selalu ingin leha-leha. Padahal, jurusan di universitas swasta itu jauh banget dengan rencana karirku. Aku mendaftarkan diri di sastra Jepang, jauh banget kan? Salah satu dosenku aja heran saat mengetahui fakta bahwa aku beloknya kejauhan.
Setelah dipikir-pikir, kenapa aku masuk sastra Jepang ya? Aku sendiri pun nggak tahu alasannya, mungkin takdir aja. Aku jalani aja keseharianku saat menjadi mahasiswi kunang-kunang, kuliah-nangis kuliah-nangis. Iya, pulang-pulang dari perkuliahan aku langsung nangis, alasannya ada dua: tugas yang bejibun dan insecure tentang masa depan yang nggak tahu mau dibawa ke mana arahnya.
Sempat beberapa kali terlintas untuk berhenti menjalaninya tapi lagi-lagi ini adalah pilihanku sendiri. Aku yang memilih jalan ini, maka aku juga yang harus bertanggungjawab atas semua yang terjadi. Berani memulai, maka harus berani pula untuk mengakhiri. Toh dari awal juga aku nggak mau denger nasihat orang tuaku.
Akhirnya, setelah menjalani perkuliahan dengan suka rela walaupun banyak air mata berjatuhan, aku berhasil menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu dengan hasil yang memuaskan. Akan tetapi, lagi-lagi aku tetap insecure dengan masa depanku.
Beberapa lamaran aku masukkan ke berbagai perusahaan yang bergerak di bidang ketenagakerjaan sumber daya manusia. Aku berniat memulai karirku sebagai seorang guru bahasa Jepang. Ternyata, sulit banget untuk memiliki panggilan ibu guru atau sensei.
Bekerja sebagai seorang interpreter juga sempat terlintas dalam benakku tapi belum juga aku memasukkan lamaran ke perusahaan yang membuka lowongan, nyaliku langsung ciut melihat persyaratannya. Kemampuanku belum sehebat itu untuk menjadi seorang interpreter alias penerjemah lisan. Saat itu pula, aku menyadari skill bahasaku yang kukira sudah cukup untuk dunia kerja ternyata masih jauh dari kata cukup apalagi kata lebih.
Prospek kerja apalagi yang cocok untuk jurusan sastra Jepang? Aku pun banting setir ke dalam dunia kepenulisan, sedikitnya aku terbantu oleh mata kuliah linguistik dan sastra. Saat ini, aku sedang mengerjakan beberapa proyek mandiri ala ala biar kedengaran keren dan nggak dianggap pengangguran. Aku sedang menulis sebuah novel genre fantasi yang niatnya akan aku kirim ke penerbit, juga menulis cerita atau artikel untuk dipublikasikan di blog ini.
Imam Ghozali juga pernah memberi petuah, "Jika kamu bukan anak raja dan anak ulama besar, maka menulislah."
Maka, aku pun menulis. Namun, lagi-lagi, semua itu nggak semulus kelihatannya. Bayanganku tentang pekerjaan impianku, nggak seindah yang dibayangkan. Dengan melihat respon orang-orang di sosial media, orang-orang yang ada di lingkunganku bahkan keluargaku sendiri, aku tidak bisa mendapatkan dukungan penuh untuk menulis.
Nggak tega sebenarnya membuat orang tua susah karena aku terus-terusan menumpang hidup, tapi aku juga butuh makan. Aku mencoba mencari portal yang bisa menghasilkan uang, ikut bekerja dengan dosen sebagai freelancer jasa transkripsi, tapi semua itu juga datangnya nggak diduga-duga. Kadang rame, kadang sepi, belum lagi penolakan dan revisi. Belajar sana-sini, ikut webinar ini itu, terutama kelas gratis, selalu aku ikuti untuk meningkatkan kualitas tulisanku. Ikut lomba sana sini dan mencoba mengirim tulisan ke berbagai portal berita demi membangun portofolio itu juga sangat melelahkan.
Aku ingin berhenti menulis.
Apa salahnya terus-terusan menulis walaupun hanya sedikit saja orang yang membaca—atau bahkan hampir tak ada.
Walaupun ada beberapa faktor yang membuat aku selalu ingin mundur, apalagi setelah membaca keluh kesah para penulis novel yang hanya dapat royalti sedikit belum lagi dipotong pajak penghasilan, rasanya ingin menyudahi rencana karir ini dan bekerja sebagai karyawan biasa. Akan tetapi, aku sadar bahwa setiap pekerjaan atau jurusan atau jalan kehidupan, selalu ada kesulitannya masing-masing yang mungkin tak pernah bisa kita rasakan jika hanya melihatnya dari jauh.
Terkadang, apa yang kau lihat bukanlah apa yang kau rasakan. Di balik kesuksesan pengusaha, ada kesulitan dalam membangun bisnisnya. Di balik gaji karyawan yang tetap, ada kesulitan dalam mengerjakan tugasnya. Begitu pula di balik bebasnya jam kerja freelancer seperti penulis, ada kesulitan menyusun strategi dan menyesuaikan pangsa pasarnya. Semua ada kesulitannya masing-masing, hanya cara kita menghadapi kesulitan-kesulitan yang datang itu lah yang menunjukkan apakah kita pantas untuk menjalani jalan hidup yang kita pilih.
Walaupun keinginan untuk berhenti menulis terus datang di saat-saat terpuruk, aku berharap tulisan ini akan menjadi pemantik semangatku agar tak pernah berhenti menulis.
Sekian tulisan untuk hari ini, selamat berjuang. Semangat perjuangan!
Have a nice day,
Michiko ♡