4 Desember 2021

Superman Tanpa Jubah

"Ayah" puisi karya nadhishafa. Dialah cinta pertamaku Dia pula patah hati terhebatku Terlepas dari dosa-dosanya, aku ingin berterima kasih sebanyak-banyaknya.

Hari ini, aku menangis di ujung ruangan. Teringat pada pekerjaan ayahku semalam yang tiada lelah dan tak menyerah saat kudapati ia sedang membetulkan benda-benda rusak di rumah. Sesulit apa pun hal yang dihadapinya, ia bisa melakukannya. Tidak sedikit pun menyerah. Sama sekali. Hanya dengan berlapiskan sarung dan singlet tipis yang menempel di tubuhnya, sepulang dari kantor ayah membetulkan kaki jemuran yang patah.

Aku tak pernah menyangka, bahwa saat itu lah aku menyadari betapa gigihnya perjuangan ia dalam melakukan sesuatu. Ia tidak pernah menyerah dan tidak akan pernah melakukannya. Pria yang selalu melakukan hal terbaik demi keluarganya. Mungkin, dia hanya bisa diam seribu bahasa. Tak pandai mengungkap rasa cinta. Terkesan egois dan memikirkan kebahagiaannya. Akan tetapi, jauh di alam bawah sadarnya, ia sangat mencintai keluarganya.

Hal sekecil kaki jemuran yang patah sudah cukup membuktikan bahwa ayahku orang yang pantang menyerah. Ia berkeliling kota mencari tiang penyangga besi untuk mengganti kaki jemuran yang patah. Dengan gigih, melubangi pipa-pipa besi agar dapat dipasang bersama rangka yang lainnya. Kadang pula mengulangi hal yang sama kala pipa-pipa itu belum tersambung dengan sempurna. Ayah seperti seorang ahli reparasi saat ia sedang melakukan pekerjaan ini.

Ayahku juga seorang pematri handal. Ia bisa membetulkan gagang panci yang patah juga menambal panci yang bolong. Ia tahu betul langkah-langkah yang harus dilakukan agar semua kembali seperti sedia kala walaupun tak sesempurna sebelumnya. Kelontang panci berbunyi di malam hari, bunyi kegigihan ayahku yang belum juga menyerah memasang baut panci yang kepanjangan. Rumah berantakan hanya untuk mencari si kecil mur yang hilang. Bagi ayahku, rumah berantakan bukanlah masalah besar yang penting panci yang rusak kembali sempurna, tidak buntung seperti sebelumnya. Dengan bangganya, ia memamerkan hasil kerjanya di hadapanku. Hebat. Dia memang seorang pematri yang handal.

Ayahku multitalenta. Selain bisa menjadi ahli reparasi dan pematri handal, ia juga ATM berjalan. Di sana lah aku mendapatkan pemasukan. Di sana pula aku mendapat pinjaman uang untuk hidup dan berkembang. Bahkan, menurutku ayahku lebih canggih daripada bank. Aku tak harus meninggalkan jaminan di muka untuk mencairkan dana hidup. Pernahkah kamu berpikir, bank mana yang rela meminjam uang kepada bank lain demi memenuhi permintaan nasabah kecilnya itu?

Aku, nasabah kecilnya, hanya menunggu beberapa waktu agar dana yang kuminta cair. Aku tak pernah tahu dari mana dana itu didapatkan. Aku tak pernah mau tahu saat bank hampir bangkrut karena nasabahnya yang terlalu banyak meminta. Aku tak pernah mau mengerti saat bank kehabisan dana, bahkan nasabah kecil ini cenderung tak tahu diri. Untungnya, bank ini tak pernah memblokir rekeningku dan memasukkan namaku ke daftar hitamnya. Sebab, dia bukan bank biasa. Dia adalah bank yang sangat amat super luar biasa.

Saat ini lah, aku menyadari bahwa aku memiliki ayah yang hebat. Bahkan lebih dari hebat sampai aku tak tahu diksi mana yang harus aku gunakan untuk mendeskripsikannya. Dia lah orang yang mengajarkanku arti kegigihan. Dia pula yang mengajarkanku artinya tanggung jawab dan kerja keras. Dia juga yang mengajarkanku arti kepedulian. Dialah cinta pertamaku, dia juga patah hati terhebatku.

Terlepas dari segala dosa-dosanya, aku tetap mencintainya. Aku mungkin tak pernah mengungkapkannya secara langsung. Namun, aku tetap berusaha untuk melakukan yang terbaik demi membuatnya bangga. Dia mungkin tidak bisa mereparasi masa laluku yang sempat hancur. Dia juga tak bisa mematri lubang di hatiku yang teramat dalam itu. Dia juga tak selalu bisa memenuhi seluruh keinginanku yang tak tahu diri itu. Akan tetapi, dia lah ayah terbaikku. Ayah yang mengerahkan seluruh jiwa raganya demi berjuang untukku.

Aku belum bisa melakukan banyak hal untuk membuatnya bangga. Aku belum bisa berbuat banyak untuk membuatnya bahagia. Dia telah memberiku banyak hal dan aku berterima kasih sebanyak-banyaknya atas hal itu. Terima kasih, Ayah. Aku mencintaimu. 

Ditulis oleh Michiko

Baca juga kisah-kisah lainnya di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar