Tampilkan postingan dengan label Budaya Jepang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budaya Jepang. Tampilkan semua postingan

12 November 2021

Horimiya: Anime Bucin dan Gokil tapi Punya Makna Dalam

3:30 PM 0 Comments
Kamu pernah menyangka nggak sih, kalau sebuah anime genre romance comedy bisa punya makna yang begitu dalam dan memberikan amanat yang sangat berarti bagi penontonnya? Aku menemukan satu anime yang keren banget maknanya.

Ada banyak pelajaran yang aku dapatkan dari sebuah anime bucin (budak cinta) alias romansa antara Hori Kyouko dan Miyamura Izumi yang berjudul Horimiya. Horimiya merupakan anime yang diadaptasi dari manga (komik) yang ditulis oleh HERO dan diilustrasikan oleh Daisuke Hagiwara. Anime ini menceritakan kisah cinta antara seorang murid perempuan bernama Hori Kyouko yang sangat cantik, pintar, dan populer dengan seorang murid laki-laki pendiam, Miyamura Izumi, yang nggak punya teman di sekolah dan diam-diam punya sembilan tindikan di badannya. 

Sebelum aku mengulas lebih jauh, aku akan menuliskan beberapa informasi terkait anime ini.

Key visual Horimiya (siswi dan siswa SMA yang saling jatuh cinta)
ホリミヤ Horimiya (堀さんと宮村くん Hori-san and Miyamura-kun)

Title
ホリミヤ Horimiya (堀さんと宮村くん Hori-san and Miyamura-kun)
Writer: HERO
Illustrator: Daisuke Hagiwara
Animation StudioCloverWorks
Genre: Romance, Comedy
Episode: 13 Episode 
Director: Masashi Ishihama
Script & Series Composition: Takao Yoshioka
Character Design: Haruko Iizuka
Music composer: Masaru Yokoyama


Sinopsis Anime

Hori Kyouko merupakan seorang murid perempuan yang cantik dan pintar. Ia juga populer dan mempunyai banyak teman. Hori merupakan seorang murid SMA yang terkenal sibuk dan rajin di sekolahnya, selain rajin mengerjakan tugas sekolah, ia juga rajin mengerjakan pekerjaan rumah sehingga ia tak punya banyak waktu untuk bergaul dengan teman-temannya. Orang tua Hori jarang ada di rumah sehingga hal ini membuat Hori harus mengambil alih pekerjaan rumah dan menjemput adiknya yang masih kecil. 

Berkebalikan dengan Hori Kyouko yang pintar dan populer, Miyamura Izumi yang merupakan teman sekelasnya adalah seorang murid laki-laki yang pendiam dan dijauhi oleh teman-teman sekelasnya karena dianggap orang yang suram. Ia tak pernah bergaul dengan teman sekelasnya sehingga kegiatan kesehariannya di sekolah hanyalah menyendiri sambil membaca buku.

Suatu hari, saat Hori sedang sibuk membersihkan rumah, bel rumahnya berbunyi. Muncullah adiknya dengan seorang pria asing yang wajahnya dipenuhi oleh banyak tindikan. Walaupun penampilannya seperti seorang berandalan, tetapi Hori mempersilakannya masuk. Di tengah perbincangan antara keduanya, Hori baru menyadari bahwa pria asing bertindik itu adalah Miyamura Izumi, teman sekelasnya yang terlihat suram dan pendiam di sekolah. Hal ini membuat Hori terkejut bukan main, apalagi setelah menyadari bahwa penampilan Miyamura sangat berbeda jauh saat berada di sekolah dan di luar lingkungan sekolah. 

Sejak pertemuan dengan Miyamura di rumahnya saat itu, Hori menjadi sangat penasaran dengan jumlah tindikan yang ada di tubuh Miyamura. Rasa penasaran itu membukakan gerbang kedekatan antara Hori dan Miyamura. Miyamura pun sering datang mengunjungi Hori dan lama-kelamaan membuat mereka saling jatuh cinta. 

Penampilan Hanya Sampul Bukan Cerminan Diri

Miyamura Izumi karakter Horimiya dengan tindikan
宮村泉 Miyamura Izumi

Hal pertama yang aku pelajari saat menonton episode pertama adalah jangan pernah menilai seseorang dari penampilannya. Miyamura yang terlihat suram dan menyeramkan pada kenyataannya merupakan orang yang baik dan ramah. Meskipun ia punya sembilan tindikan di tubuhnya, hal ini juga nggak menunjukkan kalau Miyamura adalah seorang berandalan. 

Pakaian apa pun yang kita kenakan, itu nggak selalu mencerminkan apa yang ada di dalam diri kita. Ketika kita berpakaian tertutup, bukan berarti kita orang yang alim. Ketika kita berpakaian terbuka, bukan berarti kita orang yang bisa disentuh dan digoda seenaknya. Ketika kita berpenampilan sederhana, bukan berarti kita miskin. Ketika kita punya banyak tindikan, bukan berarti kita nakal dan berandalan. Ketika kita berpenampilan seperti seorang goth, bukan berarti kita pemuja setan. 

Pada dasarnya, kamu adalah dirimu sendiri. Kamu bukanlah keluargamu, bukan pula lingkunganmu. Jati dirimu bukanlah penampilanmu. Kamu juga bukan "persepsi" orang lain tentang kamu. Kamu adalah kamu. Kamu yang menentukan dirimu sendiri. 

Hidup yang Kita Jalani adalah Hasil dari Sebab-Akibat

Miyamura karakter Horimiya dengan penampilan versi lama
宮村泉 Miyamura Izumi penampilan lama

Pelajaran hidup kedua, aku dapatkan dari karakter Miyamura Izumi. Miyamura yang punya sembilan tindikan di tubuhnya ini ternyata punya masa kecil yang kelam. Dia orang yang sangat pendiam, bahkan karena terlalu pendiam dia sampai dicap orang aneh oleh teman-temannya. Namun, begitu bertemu dengan Hori Kyouko, hidupnya berubah. Dia seperti menjadi orang yang berbeda dari dirinya saat kecil, dia merasakan jatuh cinta, pertemanan yang hangat, dan penghargaan ats hidupnya, serta perubahan pada dirinya sendiri. 


Miyamura karakter Horimiya penampilan versi baru
宮村泉 Miyamura Izumi penampilan baru

Hidup ini merupakan siklus sebab-akibat. Semua yang terjadi dalam hidup kita diakibatkan oleh sebuah musabab dan hal yang kita lakukan sekarang pasti akan ada akibatnya. Jika satu kejadian saja hilang dari hidup kita, mungkin saat ini jalan hidup kita akan berbeda dengan apa yang sedang kita jalani. Begitu pula saat kita melihat ke depan, saat hari ini kita merasa terpuruk dan ingin menghilang dari muka bumi, mungkin kedepannya akan ada hal tak terduga yang justru membuat kita bersinar terang. 

Seandainya saat ini kamu benci dengan kehidupanmu, jangan kamu sesali jalan hidupmu atau pilihanmu di masa lalu. Waktu memang nggak bisa diputar kembali untuk memperbaiki masa lalumu, tetapi sekarang kamu masih punya kesempatan untuk menggenggam masa depanmu. Lakukanlah perubahan dari dirimu sendiri dan ubahlah hidupmu dengan kedua kepal tanganmu itu. 


Semua Orang Boleh Merasa Tak Baik-Baik Saja

Yuki Yoshikawa karakter Horimiya memakai seragam sekolah
由紀吉川 Yuki Yoshikawa

Karakter Yuki Yoshikawa menarik perhatianku ketika aku menonton episode-episode terakhir anime Horimiya. Walaupun Yuki merupakan karakter pendukung, sebagai teman dekat Hori, ada satu hal yang bisa aku pahami dari karakter Yuki. Yuki merupakan orang yang sangat periang dan penuh dengan semangat, senyum tak pernah luntur dari wajahnya, dia juga selalu mengesampingkan kebahagiaannya demi orang lain. Sekali pun ia sedang merasa sedih, ia tak akan pernah menghilangkan senyuman dari wajahnya.

Perasaan yang kamu rasakan itu valid dan nggak perlu disangkal. Kamu nggak harus selalu menjadi orang yang kuat. Kamu nggak harus selalu menjadi orang yang periang. Kamu nggak harus selalu tertawa saat kamu sedang merasa sedih. Kamu boleh menangis dan bersedih. Kamu boleh marah. Perasaan-perasaan itu pasti dimiliki setiap manusia dan kamu berhak untuk mengekspresikannya.

Kejarlah Keinginanmu Sebelum Kamu Menyesalinya

Satu hal lain yang aku pelajari dari karakter Yuki, ketika ia menginginkan sesuatu pasti dia selalu memendamnya. Namun, setelahnya dia pasti merajuk dan menyesalinya saat ia tak mendapatkan apa yang ia inginkan. Miki Yoshikawa, kakaknya Yuki, menasihatinya dengan ucapannya: "Punya sebuah keinginan itu bukanlah hal yang memalukan. Kalau kamu menginginkan sesuatu, lebih baik ungkapkan dari awal, jangan memendamnya dan malah merajuk saat kamu nggak mendapatkannya."

Keinginan memang bukan sesuatu yang memalukan. Kalau kamu mau, ungkapkan saja dan kejarlah keinginanmu itu. Ketika kamu mendapatkan keinginanmu, itu bisa menjadi sebuah hal yang bisa kamu banggakan. Namun, seandainya kamu gagal mendapatkan keinginanmu, kamu tetap akan memperoleh pelajaran yang bisa membuat kamu berkembang. 

Baca juga: Memaknai Kegagalan

Nah, itulah poin-poin amanat yang aku dapatkan dari anime romance comedy Horimiya. Meskipun ceritanya kocak, kisahnya bucin dan bikin baper, ternyata latar belakang karakter-karakternya bisa menyampaikan amanat yang sarat makna. 

Sekian review anime Horimiya ini aku tulis. Sampai jumpa di tulisan selanjutnya. Jangan lupa untuk baca juga review lainnya di sini.

Have a nice day,


Michiko ♡

25 Desember 2020

Perayaan Natal dalam Pandangan Budaya Jepang: Iitoko Dori (いいとこ取り)

8:39 AM 0 Comments
Halo! Ini adalah tulisan edisi spesial hari Natal. Jadi, hari ini aku akan membahas tentang makna perayaan hari Natal bagi orang Jepang. Sebelumnya, aku mau memberikan disclaimer, aku membuat tulisan ini murni untuk mengedukasi tanpa mengurangi rasa hormat bagi teman-teman semua yang merayakan hari Natal. Jadi, mohon untuk ditanggapi dengan bijak ya. 

Hari Natal jatuh pada tanggal 25 Desember, hampir seluruh umat Kristen di berbagai negara bersuka cita menyambut hari ini, termasuk negara Jepang juga. Pohon Natal menjulang tinggi di setiap toko dan pusat kota. Lampu hias berkelap-kelip indah seperti bintang yang bertaburan di angkasa. Kemeriahannya bisa dilihat saat malam Natal, banyak orang berkumpul dan bersuka cita seraya berbagi kasih. Suasananya hangat sekali walaupun cuacanya dingin karena bertepatan dengan musim dingin. 

Christmas Vibes,  Merry Christmas!

Akan tetapi, kalian tahu nggak sih perayaan hari Natal di Jepang sebenarnya nggak dianggap sebagai hari keagamaan oleh orang Jepang? Kenapa begitu? Sebab, kebanyakan dari mereka nggak religius, mereka nggak terlalu peduli dengan agama yang dipeluknya. Orang-orang Jepang kebanyakan menganut ajaran Shinto, kita lebih mengenalnya sebagai kepercayaan animisme yaitu percaya terhadap kekuatan spiritual atau roh. Beberapa juga ada yang menganut ajaran Buddha dan Konfusianisme. Hmm... tetapi kenapa ya orang Jepang bahkan hampir seluruh masyarakatnya berbondong-bondong merayakan Natal juga? 

Hal ini disebabkan oleh pengaruh salah satu budaya Jepang yaitu iitoko dori (いいとこ取り)

Apa itu Iitoko Dori (いいとこ取り)?

Iitoko dori (いいとこ取り) adalah salah satu pemikiran orang Jepang untuk mengadaptasi kebudayaan dari luar negaranya untuk diterapkan di dalam negaranya tanpa mengubah identitas asli dari kebudayaan negaranya sendiri. Salah satu budaya yang mereka adaptasi adalah perayaan hari Natal, mereka merayakannya dengan meriah dan penuh suka cita. Namun, orang Jepang menganggap kegiatan keagamaan hanya sebagai nilai budaya. Mereka melaksanakan kegiatan keagamaan itu hanya sebagai sarana untuk bersenang-senang dan bersosialisasi, contohnya perayaan hari Natal dan matsuri (祭り) atau festival.

Sejarah Munculnya Konsep Pemikiran Iitoko Dori (いいとこ取り)

Awal mulanya, iitoko dori (いいとこ取り) muncul karena masuknya ajaran Buddha ke Jepang. Saat itu, orang-orang Jepang hanya menganut ajaran Shinto. Kemudian, pada abad ke-6, ajaran Buddha dibawa dari Tiongkok melalui Korea untuk diperkenalkan ke Jepang tetapi invasi ajaran Buddha nggak direstui oleh kekaisaran. Sebab, ajaran Shinto mengajarkan untuk berbakti kepada raja sehingga kekaisaran ingin menjaga ajaran tersebut. Namun, ajaran Buddha justru berkembang dengan pesat dan mempengaruhi sistem kekaisaran juga politik Jepang. Maka, Pangeran Shotoku, keponakan Kaisar Suiko, menemukan cara agar ajaran Buddha bisa hidup berdampingan dengan ajaran yang dianut kekaisaran yaitu ajaran Shinto, bersama dengan ajaran Konfusianisme dari Tiongkok. Cara untuk membuat ketiga ajaran hidup secara berdampingan adalah iitoko dori (いいとこ取り)Maka dinyatakanlah: "Shinto is the trunk, Buddhism is the branch, and Confucianism is the leaves" (Sakaiya, 1991:40 dalam Davies dan Ikeno, 2002). 

Sejak munculnya pemikiran iitoko dori (いいとこ取り), ketiga ajaran tersebut hidup berdampingan. Kuil ajaran Shinto pun banyak dipengaruhi oleh ajaran Buddha, semula nggak ada patung dewa di dalamnya, berubah jadi banyak patung dewa dan pernak-pernik kuil lainnya. Selain itu, orang Jepang seperti menganut banyak ajaran sekaligus. Pada saat hari kebahagiaan seperti kelahiran, pernikahan, upacara peresmian gedung, mereka akan berada di jinja (神社) atau kuil Shinto. Sedangkan, untuk ritual kematian biasanya mereka menggunakan ajaran Buddha. Setelah masuknya agama Kristen, ketika menikah mereka bisa memilih menggunakan ritual ajaran Shinto atau ajaran Kristen. 

Selain berpengaruh dalam budaya dan keagamaan, iitoko dori (いいとこ取り) juga berpengaruh dalam kemajuan teknologi dan modernisasi gaya hidup masyarakat Jepang. Contohnya, Jepang mengadaptasi teknologi dari negara barat yang membuat ekonomi negara Jepang berkembang pesat. Selain itu, desain rumah juga nggak tradisional saja, biasanya desainnya dari kayu dan kertas. Akan tetapi, sekarang rumahnya dicampur dengan gaya eropa atau luar negeri seperti rumahnya Nobita contohnya. Cara berpakaian dan musik juga jadi terpengaruh dengan budaya luar negeri. Kebudayaan luar negeri tersebut diadaptasi oleh orang-orang Jepang tanpa menghilangkan ciri khas kebudayaan Jepang yang asli.

Manfaat dan Konsekuensi munculnya Budaya Jepang Iitoko Dori (いいとこ取り)

Setelah memahami makna dan sejarah iitoko dori (いいとこ取り), kita jadi tahu bagaimana Jepang menyikapi budaya luar yang masuk ke negaranya karena pengaruh globalisasi. Kira-kira apa saja sih manfaat dan konsekuensi hadirnya konsep pemikiran iitoko dori (いいとこ取り) ini?

Manfaatnya, toleransi semakin besar tentunya. Selain itu, pemikiran orang Jepang pun jadi lebih fleksibel karena menerima semua budaya selama budaya itu membawa kebaikan. Namun, nggak bisa dipungkiri juga akan ada beberapa pihak yang kontra terhadap pencampuran budaya tersebut. Jelas, mungkin akan terjadi perbedaan pendapat terhadap budaya yang dicampur-campur karena konsep pemikiran iitoko dori (いいとこ取り). 

Jangan khawatir, perbedaan pendapat itu tidak akan menyebabkan perpecahan. Jepang punya budaya yang lain yang bisa menangkal perpecahan yang mungkin terjadi karena perbedaan pendapat antar individu atau kelompok. Sebab, sejatinya orang Jepang sangat menghindari konflik dan pertentangan. Mungkin, kapan-kapan aku akan membahas budaya-budaya Jepang yang lainnya di postingan selanjutnya. Buat kalian yang tertarik dengan budaya Jepang bisa ikuti terus postinganku tentang budaya Jepang di sini

Jadi, itulah salah satu budaya Jepang yang mungkin bisa kita pelajari dan ambil sisi positifnya. Apa pendapatmu tentang budaya Jepang yang satu ini? Berbagi opini yuk di kolom komentar atau lewat formulir kontak. 

Sepertinya cukup sampai di sini dulu ya pembahasannya. Ngomong-ngomong, selamat natal untuk kalian yang merayakannya dan selamat tahun baru untuk kita semua. Semoga menjadi pribadi yang lebih baik di tahun 2021. Sampai jumpa tahun depan.
Have a nice day,


Michiko ♡

Referensi:
Davies, R. dan Ikeno, O. (2002). "The Japanese Mind: Understanding Contemporary Japanese Culture". Tokyo: Tuttle Publishing.
Mulyadi, B. (2017). "Konsep Agama dalam Kehidupan Masyarakat Jepang". Jurnal Izumi, Volume 6 No. 1, 15-21.
Cobbold, G.A. (2009). "Religion in Japan: Shintoism--Buddhism--Christianity".  E-book Gutenberg: http://www.gutenberg.org. [diakses pada 24 Desember 2020]
Kavanagh, C. (2019). "Religion and (Non)Belief in Japan". https://www.researchgate.net/. [diakses pada 24 Desember 2020]
Photo by Brett Sayles from Pexels