19 November 2020

Gadis Bak Mandi

9:02 PM 0 Comments
Setelah bergulat dengan tugas dan ujian, hari libur datang menghampiri jiwa seseorang yang kelewat stres dan nyaris depresi ini. Selain bermalas-malasan, tugas setiap liburan semester adalah menjenguk Nenek di desa. Rutinitas yang tidak boleh terlupakan, sebab Mama selalu bilang, "Mumpung Nenek masih ada, kalau Nenek sudah engga ada, nanti menyesal engga pernah jenguk Nenek." Begitulah kalimat andalan Mama, senjata yang paling ampuh untuk mengusir anaknya dari rumah.

Aku, si Bujang Lapuk, begitu panggilan yang disematkan orang-orang di sekitarku, pergi mengajak salah satu sepupuku, Iwan. Sebab, status jomblo yang terus melekat dan tak pernah mau pergi ini, tidak mengizinkan aku untuk pergi mengunjungi nenek bersama seorang wanita yang menjadi kekasihku. Iya, aku memang tak laku-laku. Puas?

Seperti biasa, aku mengendarai motor untuk menempuh perjalanan dari Bogor ke Sukabumi. Terkadang, aku bergantian posisi dengan Iwan yang sejak tadi menumpang dan duduk manis di jok belakang, kala kedua tangan tak sanggup lagi memegangi setang. Perjalanan kurang lebih tiga jam, akan terasa kurang afdol jika tidak disertai badan pegal sebagai hidangan penutup saat perjalan. 

Rumah Nenek terletak di pedalaman, jalur aspal yang berlubang sudah akrab menjadi kawan perjalanan, pemandangan pohon-pohon tinggi dan sawah di kanan kiri menjadi pajangan yang indah untuk sekadar cuci mata. Tidak lupa, silau cahaya matahari yang menyilaukan dan panas terik matahari juga setia menemani kami sepanjang perjalanan. 

Rumah Nenek letaknya di tengah desa yang dikelilingi oleh hutan bambu. Sebelum sampai ke sana, kami harus melewati jalan kecil yang diapit dengan bambu-bambu tinggi yang berjajar seperti pagar yang menuntun jalan ke arah sebuah desa kecil. Terik matahari yang semula menyengat kulit dan membakar ubun-ubun, mulai diredam dedaunan pohon bambu, semilir angin sejuk membelai kulit, panas matahari tidak lagi seterik sebelumnya. Suara batu kerikil yang tergilas ban, terdengar lebih nyaring sebab keadaan jalanan yang sepi tanpa orang yang lewat. 

"Punten," ucap Iwan yang tiba-tiba bergumam sendiri.

"Ngapain lo?" Pandanganku yang semula beredar menikmati pemandangan, teralihkan pada Iwan yang masih berhati-hati mengendarai motor di atas jalanan penuh kerikil.

"Numpang lewat sama penunggu sini."

"Ya elah, Nyet! Hari gini, masih percaya begituan?" aku menyergah. Ya iya lah, penunggu apaan? Peduli setan.

"Sompral banget lo kalau ngomong," protes Iwan.

"Heh, mereka itu cuma makhluk ghaib. Engga bisa ngapa-ngapain, paling cuma bisa menakut-nakuti doang!"

Iwan terdiam, entah karena dia tidak mau merespon ucapanku untuk menghindari perdebatan, atau dia diam karena takut "si penunggu" marah. 

Perjalanan tetap berlanjut, kami berdua saling terdiam tak berucap. Suara knalpot mesin mengisi lengang hutan bambu yang lebat. Cahaya matahari kembali terasa menyilaukan pandangan mata saat kami keluar dari hutan bambu. Perjalanan yang semula sepi, kini semakin ramai dengan sapaan, setiap kali kami berpapasan dengan warga desa yang tak pernah lupa dengan wujud kami. Sapaan mereka yang ramah seolah rindu, mengalihkan perhatian kami.

Roda motor terus berputar membawa kami ke sebuah halaman rumah yang luas. Pohon-pohon cengkih yang besar menjulang tinggi bagai payung yang melindungi kepala kala terik kemarau. Tanah yang kering dan debu yang berterbangan setiap kali angin berembus adalah suasana yang sering dirindukan. Liburan semester kali ini, bertepatan dengan musim kemarau. 

Nenek yang sedang duduk sambil mengunyah sepah di atas dipan yang terletak di teras, tersenyum melihat kedatangan kedua cucunya yang sudah semakin beranjak dewasa. Sambil mencangklong tas ransel, kami bersalaman secara bergantian.

"Aduh, cucu Nenek datang. Dari Bogor jam berapa?"

"Jam 12, Nek."

"Capek, ya? Sok atuh, gih pada mandi dulu."

"Nanti aja ah, Nek. Indra mah masih capek," ucapku sambil meletakkan tas ransel dan merebahkan tubuh di atas dipan, bersantai.

Nenek tak berkomentar, melihat aku yang rebah-rebahan beralas ransel gendut di punggung. "Oh ya sudah, sok atuh, Iwan dulu aja yang mandi."

"Iya, Nek," jawab Iwan, manut. 

Tangan Nenek yang kurus menyentuh betisku, memijat kaki dari ujung sampai ke paha. "Cucu Nenek sudah gede begini. Gimana kuliahnya?"

Refleks tanganku menepis tangan Nenek yang memijat kaki, terkejut, sekaligus risih. Secara etika, rasanya seperti tidak sopan membiarkan orang tua memijati anaknya, apalagi di bagian kaki. 

"Ih, jangan dipijitin gitu ah, Nek!" aku protes. "Iya, pokoknya kuliahnya gitu-gitu aja, Nek."

Nenek berhenti memijat kakiku. "Mana pacar kamu?"

Aku mendengus, dongkol. 

"Jangan tanya pacar ah, Indra mah enggak punya pacar!" Aku bangkit dari aktivitas rebah-rebahan, lalu mencangklong tas dan beranjak dari dipan. "Indra mau tidur aja lah, Nenek mah tanyanya pucar pacar pucar pacar melulu!"

"Iya maaf atuh, Kasep." Nenek menyengir sambil melontarkan kosa kata andalannya jika cucu-cucunya kesal, geram atau badung. "Tapi mandi dulu, hei! Itu bajunya kotor, habis itu baru tidur."

Aku sudah masuk ke dalam rumah sebelum Nenek menyelesaikan kalimatnya. Dengan satu lambaian tangan, sudah cukup mengisyaratkan bahwa aku menolak, tidak mau mendengarkan, akan tetap tidur saat itu juga. 

Aku meletakkan tas ransel di atas lantai setibanya di kamar, lalu tanpa keraguan melompat ke atas ranjang. Beberapa menit kemudian, aku terlelap.

***

Risih dan gatal, aku menggaruk lengan sambil memejamkan mata. Salahku juga, tadi sebelum tidur tidak membersihkan diri terlebih dahulu. Akan tetapi, saat ini pun aku belum mau bangun dari tidur yang menenangkan otot dan pikiran. Tubuhku berbalik, terlentang, masih terlarut dalam tidur yang nyenyak.

Beberapa saat, napas terasa lebih berat. Aku tersengal, dada dan perutku nyeri seperti ada benda berat yang menindih tubuhku. Lama kelamaan, napas makin menderu. Dengan mata yang masih terpejam, aku berusaha membalikkan tubuh untuk mengganti posisi tidur, siapa tahu sirkulasi udara menuju paru-paru akan lebih baik. Akan tetapi, aku tidak bisa melakukannya. Berat, tubuhku kaku dan lumpuh seketika. 

Iwan! 

Iwan! 

Iwan!

Aku berteriak memanggil nama Iwan dalam hati. Tenggorokanku tercekat, tak bisa menyebut namanya lebih keras lagi. 
Panik. Jangan-jangan ini saat-saat terakhirku. Apakah aku sedang meregang nyawa?

Aku membuka mata, ruangan remang. Lampu kamar belum dinyalakan, sepertinya hari sudah gelap—entah baru saja menyudahi petang atau sudah memasuki tengah malam. Hanya ada pendar cahaya lampu yang menyalip dari kisi-kisi pintu, membuat ruangan kamar tidak terlalu gelap gulita. Aku masih bisa melirik ke arah badan yang kaku, walaupun tubuhku tak bisa bergerak. Aku termangu saat sudut mata menangkap bayangan hitam dalam kegelapan. Seseorang duduk persis di sebelah tubuhku, seorang perempuan berambut panjang. 

Nenek, tolong bantuin Indra, ucapku dalam hati.

Aku berusaha menggerakkan tangan untuk menepuk bahu atau lengannya, sekadar meminta bantuan untuk membangunkan aku yang tidak bisa bergerak. Jika saja tanganku bisa bergerak, mulutku bisa berucap, mungkin Nenek sudah menbantuku sedari tadi, tetapi hingga aku menyadari kehadirannya, tanganku tak kunjung bergerak juga. Sampai akhirnya, sosok perempuan di sampingku itu menoleh dengan sendirinya.

Mataku membeliak. Perutku mencelos, jantungku seolah pindah ke lambung. Seperti ada ledakan granat yang dahsyat di dalam tubuhku.

Bukan. Itu bukan Nenek. 

Mataku terpaku menatap ke arah sosok itu. Bodohnya, mengapa aku harus menatap tepat ke arah kedua matanya yang hitam cekung di dalam balutan kegelapan. Tenggorokanku tercekat, tak bisa berteriak. Tubuhku kaku, tak bisa bergerak, apalagi lari. Jantungku berdegup kencang nyaris berhenti, pertama karena terkejut, selanjutnya karena rasa takut. Rasanya, seperti simulasi sakaratul maut.

Sosok itu hanya memandangiku, tidak mendekati atau menyakiti, tapi tubuhku rasanya dingin sekujur tubuh diguyur rasa takut setengah mati. 

Iwan! Nenek! 

Aku berteriak meminta tolong tetapi suara itu cuma bisa terdengar dalam benak sendiri. Tatapan mata sosok itu tajam, seperti pisau yang mampu menikam jantung hingga bisa membuatnya berhenti mendadak. Aku memejamkan mata dengan kuat, menghindari tatapannya sambil memendam rasa takut yang makin menjalar. 

Beberapa saat memejamkan mata, aku merasakan sentuhan lembut—mirip seperti dengus napas atau belaian rambut halus yang membelai wajahku. Suaranya menderu seperti angin yang berembus. Aku makin memejamkan mata, berdoa dalam hati, berharap sosok itu segera pergi. Aku yang tak taat beragama, seketika mengingat Tuhan saat itu juga, bahkan berulang kali menyebut namaNya sambil merangkai doa.

Suara deru napas—suaranya seperti orang yang napasnya tersengal jadi kuanggap itu adalah suara embusan napas—yang terdengar di telingaku, perlahan menjauh dan menghilang. Jantungku yang seolah beku selama beberapa detik, tiba-tiba bergerak lagi setelah (kuanggap) sosok itu pergi. 

Aku membuka mata perlahan, penasaran. Mata yang terbuka, disambut langit-langit yang kosong. Kepalaku terangkat, aku melirik ke tepi kasur yang barusan diduduki oleh sesosok perempuan yang mengerikan. Aku bangkit, duduk di atas kasur sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, pandanganku beredar memeriksa situasi dalam remang. Tanganku terulur jauh mencari stop kontak untuk menyalakan lampu. Cahaya terang benderang, menyilaukan mata, pupil mataku beradaptasi dengan cepat menerima cahayanya. Pandanganku beredar, kembali memastikan tak ada siapa pun di sana. Aku termenung sejenak, lalu menghela napas lega. Ternyata, cuma mimpi. 

Aku berjalan keluar dari kamar. Sambil menoleh ke kanan dan kiri, aku mencari Iwan dan Nenek, sebab rumah terlihat sepi. Seluruh ruangan yang ada di dalam rumah, aku telusuri, tak ada tanda-tanda kehadiran manusia di sana. Aku memanggil orang-orang yang kucari sambil mengitari seisi rumah, terus memanggil berulang kali walaupun tak kunjung disahuti.

"Iwan? Nek?"

Di bawah pohon cengkih, Iwan berdiri sambil meletakkan handphone pada telinganya. Ia berdiri menghadap ke arah jalan, sehingga aku hanya bisa mengenali punggungnya dari baju yang masih ia kenakan sejak tadi siang. Dia sedang menelepon dengan seseorang di ujung telepon. Pasti sedang melepas rindu dengan kekasihnya yang manja.

Dasar bucin, batinku setengah iri sambil beranjak pergi ke kamar mandi.

Sandal lengkap berjajar di rak yang terletak dekat pintu dapur, kamar mandi rumah Nenek memang terletak agak jauh dari bangunan utama, dekat sumur yang sudah tidak terpakai lagi, jaraknya dengan bangunan utama disekat oleh kebun cabai dan tomat, alasannya agar aroma masakan tidak bercampur bau kamar mandi. Menurutku, itu alasan yang konyol. 

Aku bergegas menggantung handuk dan pakaian bersih, lalu mandi, tidak lupa sikat gigi, dan berdandan rapi. Kemudian, mengeringkan rambut yang basah kuyup karena guyuran air dengan handuk yang digantung tadi. Dingin. Aku tidak tahu, kalau mandi pada malam hari di desa akan sedingin ini. 

Pakaian satu per satu aku kenakan, lalu aku berhenti sejenak saat mengambil kaus yang tergantung di belakang pintu. Rasanya seperti ada seseorang yang menyelinap dalam kamar mandi, sebab aku merasa risih seolah ada yang memperhatikan gerak-gerik aku sedari tadi. Aku menoleh perlahan, kemudian pandanganku beredar ke setiap sudut kamar mandi yang luasnya hampir setara luas kamar. Tidak ada apa pun, aku langsung mengenakan kaus dan keluar dari kamar mandi. 

"Ya ampun, Indra!" 

Aku terperangah, terkejut karena dua hal. Satu, saat aku baru saja menyadari kehadiran Nenek yang tiba-tiba berada di belakangku saat menutup akses ke dapur. Dua, saat Nenek berseru cenderung membentak.

"Kamu mandi pas maghrib begini?" omel Nenek, belum menurunkan intonasi suaranya.

"Iya, emang kenapa? Biasanya juga, Indra mah mandi jam segini."

"Pamali, hei! Jangan mandi maghrib maghrib!" ucap Nenek sambil meletakkan sebuah keresek hitam di atas meja makan.

"Lebay ah, Nenek mah. Pamali, pamali, pamalinya teh kenapa coba? Sok jelasin, biasanya juga enggak apa-apa," jawabku santai, berjalan ke ruang tengah sambil mengeringkan rambut yang setengah kering. 

"Kamu ya, dikasih tahu teh malah gitu. Sok we, nanti kalau ada yang ganggu mah, kapok!" omel Nenek, terdengar sampai ke ruang tengah.

Aku melirik Iwan yang baru masuk ke dalam rumah dan menyambutnya, "Eh, si Bucin. Sudah kelar pacarannya?"

"Pacaran apaan?" tanya Iwan datar lalu meletakkan kunci motor di atas meja.

"Barusan, lo telponan sama pacar lo, kan?" Aku masih menggodanya.

"Apaan sih, orang gue habis antar Nenek ke rumah Uwak."

"Yang bener aja, terus tadi yang teleponan di bawah pohon itu siapa? Jurig?" Aku tak percaya dengan alibinya, menyikut pinggangnya pelan.

"Mana gue tahu," jawab Iwan datar lalu melewatiku. 

Aku menatap punggung Iwan saat ia berjalan ke dapur. Seperti ada yang aneh, aku berpikir sejenak. Beberapa saat memikirkannya, malah membuatku bingung. Aku mengangkat bahu tak peduli.

***

"Wan, lo masih bangun?" Iwan tak menjawab, dia tidur menghadap dinding. Aku tak tahu pasti dia sudah terlelap atau belum, aku kembali memanggilnya lebih tegas untuk memastikan. "Wan?"

"Hm?"

"Wan," aku masih memanggilnya tanpa menyampaikan maksudku setelah memanggil namanya. 

"Apaan sih, Ndra? Gue baru mau tidur, lo ganggu mulu," protes Iwan sambil menoleh, tubuhnya berbalik. 

Aku melihat wajahnya samar yang hanya tersorot pendar cahaya dari kisi-kisi pintu, tersirat kekesalan di wajahnya.

"Beneran, lo tadi enggak teleponan di bawah pohon?"

"Apaan dah, telepan telepon melulu pembahasan lo dari tadi," jawabnya ketus. Ia kembali menghadap dinding.

"Soalnya tadi pas maghrib gue lihat lo di bawah pohon cengkih, lagi teleponan."

Iwan mendengus. "Setan kali," celetuk Iwan sembarangan.

"Setan, setan! Setan, kepala lo pitak!" aku menyergah. 

Lagi-lagi pembahasan si Iwan tentang setan. Aku terus mengelak pembahasan itu. Padahal, aslinya, aku memang kepikiran.

"Berisik lo, gue mau tidur." 

Senyap. Sesekali aku melirik punggung Iwan, berharap ucapannya hanya main-main saja, tapi kenyataannya, Iwan benar-benar sudah terlelap. Aku memandang lurus ke atas langit-langit yang gelap.

Udara malam di desa pada musim kemarau terasa begitu dingin sampai menusuk tulang. Aku berjalan menelusuri kebun belakang, sekalian menatap cakrawala menyaksikan gemerlap konstelasi bintang. Daun-daun kering di tanah menggerisik dalam senyap setiap kali aku mengambil langkah. Sumur tua yang sudah tidak terpakai dan terbengkalai berada di ujung sana. Lubang sumur itu tidak tertutup, membuat penasaran apakah sumur itu masih berisi sumber air atau sudah benar-benar tak berguna. 

Beberapa langkah aku ambil, aku sudah berdiri di tepi sumur. Sebelum mengintip ke lubang sumur, aku menoleh ke kanan dan ke kiri, memeriksa situasi. Entah apa yang aku periksa, padahal aku tidak sedang merencanakan kejahatan. 

Aku mengintip ke dalam sumur itu, masih tergenang air di dalamnya. Timba diturunkan, aku mengulur tali timba karena terlalu penasaran, sebanyak apa air di dalam sana sehingga sumurnya tak lagi digunakan. Aku terus mengulur tali sampai timba menyentuh permukaan air. Air sudah terciduk, siap ditarik kembali. Dengan mengerahkan seluruh tenaga ke lengan, aku menarik timba yang penuh dengan air. 

Mengapa sumur ini harus ditutup kalau masih bisa digunakan? Aku membatin sambil menarik timba yang semakin lama, semakin berat—mungkin karena berlawanan dengan arah gravitasi bumi. Katrol yang berkarat pun berdecit menahan dua beban di kedua sisi, aku seolah sedang berpartisipasi lomba tarik tambang melawan gravitasi bumi. Tidak kuat menahannya lagi, aku berhenti menimba. Sambil menahan tali timba, aku mengintip ke lubang sumur. Seberapa besar beban yang aku angkat, sampai pemuda yang masih perkasa pun tak bisa menimba air dari sumur. Pantas saja Nenek menutup sumur itu. Sebab, Nenek sudah tua dan bisa saja mencederai punggungnya hanya karena menimba seember air yang begitu berat beban massanya.

Permukaan air meriak, gemercik air menggema sepanjang dalamnya sumur. Tidak terlalu jelas apa yang ada di dalam sana, tapi yang jelas ada sesuatu bergerak keluar dari dalam air. Bentuknya seperti laba-laba, ia merangkak dari dalam sana dengan cepat. Namun, ini bukan laba-laba biasa, ini beribu-ribu kali lebih besar daripada tarantula, besarnya setara manusia. 

Sosok itu merayap dengan sangat cepat, memanjat galian sumur. Kuku-kukunya tajam, mencengkeram erat dinding sumur yang berlumut. Aku berdiri kaku memperhatikan sosok itu merayap ke arahku. Tanganku melepas genggaman tali timba, membuat ember berisi penuh dengan air jatuh lagi ke permukaan. Suara gemerciknya nyaring menggema sampai ke bibir sumur. Napasku tersengal, takut dan ingin kabur. Akan tetapi, kaki terlalu kaku untuk bergerak.

Sosok itu makin mendekat, ia merayap makin cepat sampai tiba di bibir sumur. Kemudian, sosok itu tiba-tiba melompat ke arahku, dengan sigap menerkam tubuhku. Dorongannya sangat kuat, membuatku terpelanting jauh dari bibir sumur dan tersungkur di tanah. Sosok itu menindih tubuhku sehingga aku tak bisa melarikan diri. Tangannya mengayun brutal, dengan kukunya yang tajam ia berusaha mencabik wajahku yang berusaha aku lindungi dengan lengan.

"Iwan! Nenek! Tolong!" Aku berteriak sekencang yang aku bisa sampai tenggorokanku kering dan sakit dibuatnya. Kalau sampai tetangga mendengar, itu jauh lebih bagus. 

Sosok itu terus mengayunkan cakarnya seperti seekor harimau yang sedang mencabik mangsa. Aku terus berteriak, meminta tolong sekeras mungkin pada siapa pun yang mungkin mendengarnya. 

Serangan itu seketika berhenti, tapi tetap saja, sama sekali tidak menenangkanku yang sudah basah kuyup bermandikan peluh rasa takut. Sebab, tangannya yang semula berayun sembarangan arah, kini mencengkeram pergelangan tanganku.  Napasku tersengal, tenggorokanku kering, jantungku seperti berhenti sesaat. Bola mataku bergerak perlahan, melirik ke arah tangan yang melingkar dengan kuat yang mencengkeram pergelangan tanganku. Wajah sosok itu bisa aku lihat dengan jelas, begitu dekat dan amat lekat terpampang di depan mata, ia menyeringai seram. Aku teriak sekencang-kencangnya.

Aku membuka mata. Mataku melotot dan pandangan mengedar ke seluruh sudut ruangan. Dadaku naik turun dengan cepat, napasku tersengal, dan keringat mengalir dari pelipisku. Pergelangan tanganku dicengkeram oleh Iwan, ia menatapku bingung.

"Heboh banget tidur lo," komentar Iwan seraya melepaskan pergelangan tanganku. 

Aku masih mengatur napas dengan posisi duduk. Mimpi buruk lagi. Aku meremas rambutku yang basah karena peluh. Kaus yang kupakai juga basah karena mengeluarkan keringat. 

"Kenapa sih lo? Ngigau sampai segitunya."

Aku menelan ludah, rongga mulutku terasa kering. Aku memandang Iwan lamat-lamat sambil menghela napas. Aku menceritakan mimpi yang aku alami di hari sebelumnya. Mimpi yang begitu terasa nyata, bahkan membuat diriku trauma. 

"Ini pasti gara-gara lo ngomong sompral di hutan, kan?" tuduh Iwan sebelum aku menyelesaikan kalimat penutup cerita.

Aku mengernyitkan alis, lalu mengangkat bahu. "Hidup lo mistis mulu, Wan."

Aku melewati Iwan, menubruknya bahunya dengan bahuku saat keluar kamar.

Aku meraup air, membasuh wajahku. Butiran air yang tersisa mengalir di wajahku. Tetesan air terjun bebas dari daguku, menghantam genangan air yang menciptakan suara gemercik. Aku memandang pantulan bayangan wajahku pada permukaan air yang beriak. Sekelebat bayangan mimpi yang kualami kemarin, kembali menari-nari di bayanganku. 

Dua kali aku bertemu dengan sosok wanita yang sama. Siapa dia? Mengapa bentuknya begitu menyeramkan?

Aku menggoyangkan tanganku, memercik sisa air yang masih membasahi telapak tanganku. Aku menggelengkan kepalaku dan melupakan mimpi itu, lalu keluar dari kamar mandi.

***

Seharian kami menghabiskan waktu di sawah, menemani Nenek untuk memantau pekerja tani yang menggiling padi dan gabah. Pukul 05.00 sore, kami baru menginjakkan kaki di rumah. Aku merebahkan tubuhku di atas dipan, memandang langit-langit teras. 

"Indra, Iwan, langsung mandi! Bersih-bersih, badan pada kotor semua." Seperti biasanya, omelan Nenek tentang kebersihan selalu menggema di telinga, terutama setelah menerjang lumpur atau tanah di sawah.

"Wan, lo duluan!" 

Iwan, anak yang penurut, yang bahkan bisa menuruti perintah sepupunya ini karena kelewat manut, langsung bergegas mengambil handuk dan membersihkan diri. Sambil menunggu, aku mengeluarkan handphone, memainkan permainan online yang beberapa hari ini belum aku mainkan. 

Iwan kembali, lalu menyabetkan handuk ke tubuhku. "Sana lo, mandi!"

Aku yang masih asik dengan permainanku, melambaikan tanganku menyuruhnya pergi. "Bentar, bentar!"

"Diomelin Nenek lo, Ndra, mandi maghrib lagi."

Aku tak menggubris ucapannya. Mataku masih fokus pada layar handphone dan kedua tanganku sibuk mengontrol permainan pada layar. Selain penurut, Iwan orang yang tidak suka berdebat dan mudah menyerah. Jadi, ia pergi meninggalkan aku yang masih asik bermain sendirian. 

Tak terasa, aku sudah main beberapa putaran hingga semburat jingga yang semula menyala di kaki langit pada ufuk barat sudah tergantikan dengan warna biru keunguan cakrawala. 

"Ya ampun, Indra, belum mandi juga?" Omelan Nenek kembali memekak telinga. Mukena putih yang masih Nenek kenakan saat Nenek menyalakan lampu teras, membuat aku agak terkejut. Nenek menyabetku dengan sajadah di tangannya. "Mandi malam lagi kamu, hah?"

Aku sudah menyulut emosi Nenek. Daripada aku terkena omelan yang bertubi-tubi, lebih baik aku mengalah saja untuk pergi mandi saat itu juga.

Handuk aku sampirkan pada bahu. Aku terperanjat melihat seseorang berdiri di kebun belakang saat membuka pintu dapur. Ia berdiri membelakangiku sambil meletakkan handphone pada telinganya. 

Iwan, bukan? Atau sosok yang menyerupai Iwan?

Aku tidak bergerak, masih termangu memperhatikan gerak-geriknya. Ia menoleh ke arahku yang masih mematung di ambang pintu. 

"Ngapain lo di situ?" tanyanya tanpa menurunkan handphone yang ia letakkan pada telinganya. Obrolannya dengan seseorang di ujung telepon belum berakhir.

Oh, Iwan sungguhan. Aku menghela napas lega lalu berlenggang ke arah kamar mandi melintasi kebun belakang sambil bersiul. 

Aku mandi seperti biasa, membersihkan badanku dari debu-debu yang melekat di tubuh. Aku membersihkan wajah, mengusapkan busa-busa berlimpah pada seluruh bagian wajah. Mataku terpejam sebab akan perih jika sabunnya masuk ke mata. Aku menggosok wajah sambil bersiul santai menikmati usapan busa lembut di wajah. 

Sekelebat bayangan melintas pada pikiranku, seolah ada sesosok wajah yang terpampang di depan wajahku. Entah mengapa aku tiba-tiba membayangkan hal itu. Aku berhenti menggosok wajah, tanganku dengan sigap meraba-raba gayung yang berisi air, membilas wajah yang berbusa. Aku membuka satu mata, sial, perih sekali saat sisa sabun mengalir bersama air melewati mataku. Dengan cepat, aku mengusap sisa busa dan membasuhnya. Aku melirik ke kanan dan ke kiri, menyapu kamar mandi yang hanya diterangi oleh cahaya lampu bohlam kuning yang redup. 

Bayangan gila, menakut-nakuti saja, padahal tidak ada apa-apa. 

Setelah menuntaskan aktivitas, aku berbalik hendak mengambil pakaian dan handuk. Sial, aku lupa membawa pakaian ganti. Aku mengeringkan tubuhku dengan handuk dari ujung kaki ke ujung kepala.

Suara gemericik air, menghentikanku saat aku melilit handuk di pinggangku. Aku menahan napas membuat kamar mandi senyap agar tidak terganggu deru napasku sendiri, berusaha memastikan apa yang baru saja kudengar. Suara seperti air bak mandi yang beriak diaduk dengan ciduk terdengar mengisi senyap. Aku menoleh cepat, lalu mengernyitkan alis saat kudapati permukaan air yang tenang dan gayung masih dalam posisi semula. Lalu dari mana asal suara air yang aku dengar? Aku kembali berbalik, tak peduli, mengikat handuk di pinggangku agar melilit dengan kuat.

Geli, sesuatu membelai tengkuk, membuat aku bergidik. Aku mengusap tengkuk, menyambar sesuatu yang menggelitik, entah serangga atau apa pun itu. Mataku terbelalak saat melirik jariku yang menarik sesuatu dari tengkuk. Aku menelan ludah dengan gugup. Entah rambut milik siapa yang bertengger di bahuku, panjang menjuntai dari tengkuk sampai ke pinggang. Jelas, itu bukan rambutku. 

Belum tuntas rasa penasaran atas rambut misterius itu, tetesan air yang menetes dari atap mengalihkan perhatianku. Tetesannya jatuh membasahi hidungku. Aku mengusap hidungku dengan jari, jariku berwarna merah setelah mengusapnya. Aku mengangkat wajahku perlahan, takut tapi penasaran. Jantungku nyaris berhenti seketika saat mengetahui dari mana tetesan darah itu berasal. Kakiku gemetar, begitu juga tanganku yang tremor ketika berusaha membuka selot. Kali ini aku harus kabur, sebab aku yakin ini bukan lagi mimpi. 

Aku mendorong pintu tetapi pintu tak juga terbuka, seperti terkunci dari luar. Berulang kali aku mendobraknya dengan bahu, pintu tak kunjung terbuka. Aku menggebrak pintu dari dalam sambil memanggil Iwan yang beberapa saat lalu masih berada di kebun, menelepon seseorang di ujung telepon.

"Iwan! Iwan! Buka pintunya, Wan!"

Leherku tiba-tiba terlilit rambut panjang yang tersampir di bahuku hingga mencekikku. Aku gelagapan berusaha melepas lilitannya. Telapak kakiku terangkat, menyisakan tumit yang menapak pada tanah. Tubuhku miring hampir 45 derajat ke belakang, diseret rambut itu ke arah bak mandi di ujung ruangan dengan paksa. Aku hampir kehabisan napas. Punggungku membentur tepian bak mandi yang terbuat dari semen, pinggang bagian belakangku ngilu saat tergores permukaan semen pada ujung sisi bak mandi yang tajam karena tak rata. Kakiku terangkat, aku mengapung di udara karena lilitan rambut yang menarik leherku ke atas. 

"I... Wan!" Aku mengulurkan satu tangan, berusaha meraih gagang pintu dari kejauhan sambil terbata-bata menyebut nama Iwan. 

Lilitan rambut di leherku terlepas seketika, menjatuhkan tubuhku ke tanah hingga tersungkur. Aku mendarat dengan kedua lutut, terbatuk-batuk saat tenggorokanku tak lagi terlilit dengan kuat. Sadar bahwa aku harus melarikan diri, aku langsung bangkit dan mengabaikan rasa sakit yang menjalar pada seluruh tubuhku. Belum sempat meraih gagang pintu, suara gemericik air dan tawa menggema di langit-langit kamar mandi. Permukaan air pada bak mandi kini beriak hebat, membuat gayung yang bertengger di tepi bak mandi jatuh ke lantai. 

Jari-jari terbit dari permukaan air, membuat kakiku gemetar. Aku tersengal, napasku tak beraturan dilanda ketakutan. Jari-jari itu berkuku tajam, makin jelas terlihat saat mencengkeram dinding bak mandi, persis seperti ia mencengkeram dinding sumur dalam mimpiku tadi malam. Aku bangkit, berlari tunggang-langgang ke arah pintu. Aku mendorong pintu dengan satu kali dobrakan, membuatku terjerembab ke tanah dengan handuk yang masih melilit pinggangku. Dengan cepat aku bangkit dan lari terbirit-birit sambil berteriak ke dalam rumah.

***

"Ada apa, Ndra?" Iwan turut panik saat ia menyusul beberapa waktu setelah aku duduk sambil ngos-ngosan di atas kasur. 

"Kenapa lo enggak bukain pintunya?" bentakku dengan emosi yang masih tidak stabil.

"Eh?"

Aku mendorong bahu Iwan, membuat dia tersudut. "Gue teriak-teriak di dalam sana, hampir mati. Bajingan lo!"

"Maksud lo apa?" Iwan masih tak paham.

"Gue panggil-panggil lo ya, Bangsat. Masih banyak tanya!"

"Gue gak dengar apa-apa, Ndra! Gue berani sumpah!" 

Aku meliriknya, menilik wajahnya. Napasku masih tersengal seperti banteng yang mengamuk saat mengolah emosi yang membuncah.

"Gue juga bingung, kenapa lo lari sampai terbirit-birit gitu waktu keluar kamar mandi."

Aku mengusap wajahku, lalu meremas rambutku. Pasti cuma halusinasi. Aku tak ingin menceritakannya, bisa-bisa dianggap gila. "Enggak apa-apa, kayaknya gue halusinasi lagi."

Aku berusaha melupakannya. Aku merogoh tas ranselku, mengambil kaus yang terlipat di dalam sana.

"Ndra," panggil Iwan.

"Hm?" Aku menyahuti tanpa mengalihkan pandanganku saat sibuk mengeluarkan pakaian dari dalam ransel.

"Punggung lo memar," ucap Indra terdengar khawatir.

Aku menoleh ke arahnya, menatapnya bingung. Aku melirik ke arah punggungku tetapi tak terlihat begitu jelas. Aku berjalan ke depan lemari yang terdapat cermin besar pada pintunya, berdiri membelakangi cermin, dan memperhatikan pantulan bayangan pada cermin. Lebam kebiruan dan lecet berwarna kemerahan membekas pada punggungku. Aku merabanya, terasa amat perih dan ngilu. 

Sebenarnya, yang aku alami ini, hanya sekadar halusinasi atau teror gila dari gadis bak mandi?

***
Ditulis oleh:

Michiko

Baca juga kisah horor lainnya: Klik di sini

16 November 2020

Bangun dari Hibernasi

10:00 AM 0 Comments
Halo. 
Ada yang kangen aku? Hahahaha. 
Ada yang kangen lihat aku spam promosi postingan blog di media sosial? 
Ada yang heran engga sih, mengapa aku menghilang selama ini? 

Sebenarnya sama sih, aku juga heran kenapa aku bisa hibernasi lama banget.

Padahal, ketika tahun 2019, betapa produktifnya aku untuk menulis di blog ini. Bahkan, sampai nekat untuk menantang diri sendiri dengan 30 Days Productive Challenge. Eh, ternyata itu engga bisa aku pertahankan di tahun 2020. Selain produktivitas yang menurun, ada tanggung jawab yang harus aku emban selain menghidupkan blog ini.

( Baca kisahnya di sini: Failure of 30 Days Productive Challenge )

Ke mana saja aku selama ini?

Ya... aku menunaikan kewajibanku untuk memenuhi harapan kedua orang tua. Iya, tahun ini adalah tahun yang sangat penting bagiku, tapi jadi engga terlalu menyenangkan sih karena berbarengan dengan pandemi COVID-19. 

( Simak tulisan tentang pandemi: Corona Virus World Tour )

Jadi, tahun ini adalah tahun di mana aku bekerja keras untuk lulus dari perguruan tinggi. Ya ampun, terharu banget aku gaes, ternyata aku sudah lulus. Hiks srot. :")

Sebenarnya, banyak banget lika-liku yang aku jalani untuk mencapai titik itu. Aku banyak banget sambat alias mengeluh, tapi aku engga kepikiran sih buat membaginya di blog ini pada waktu itu. Padahal banyak banget yang ingin aku bagikan, supaya masalah engga aku pendam sendirian. Mungkin, karena aku terlalu stres dengan tekanan skripsi dan tuntutan ambisi kali ya, makanya energi untuk menulis pun sepertinya sudah habis terkuras duluan untuk skripsi.

Sebenarnya, aku sudah lulus dari bulan September lalu sih, tapi entah mengapa, aku engga kunjung balik untuk menulis lagi di blog. Aku merasa engga punya pengalaman yang berbeda, yang bisa aku ambil hikmahnya ataupun aku bagikan kisah inspiratifnya. Tahu sendiri lah ya, sudah hampir satu tahun penuh karantina di rumah, pasti pengalaman hidupnya setiap hari cuma makan dan tidur aja. Makanya, aku semacam mengalami writer block gitu deh, yang berujung jadi alasan untuk rebahan dan bermalas-malasan.

( Baca juga: Rebahan Adalah Passion )

Nah, setelah ini aku ingin berkomitmen lagi untuk menulis di blog. Mungkin aku akan membagi kisahku ketika menjalani kewajiban untuk menyelesaikan skripsi atau cuma sekadar cuap-cuap engga penting, yang penting blog terisi. 

Oh iya, dilatarbelakangi dengan aku yang suka berandai-andai, aku jadi ingin bikin konten baru. Khusus konten untuk halu gitu deh. Enaknya dikasih tag apa ya? Konten halu? Idealisme? Emm, belum kepikiran nama tagnya sih, tapi yang jelas nanti isinya penuh dengan khayalan random aja supaya blog engga sepi. Selain itu, supaya isi blog engga cuma realita tapi juga cita-cita—walaupun mungkin beberapa ada yang engga bisa diterima logika. Hahahaha. 

Sekian untuk hari ini, selamat beraktivitas!
Have a nice day,


Michiko ♡

Photo by Kelvin Yup on Unsplash

8 November 2020

IDN App Hadir dengan Segudang Inovasi, Informasi, dan Ramah untuk Semua Generasi

3:50 PM 0 Comments
Pernah enggak sih, seharian main sosial media tapi masih aja ketinggalan informasi terkini? 
Atau sering kebingungan saat tongkrongan membicarakan isu dunia, tapi kamu enggak paham isi pembicaraannya?

Serius, aku pernah ada di posisi itu. Itu adalah hal yang paling membuat aku merasa jadi orang yang paling ketinggalan informasi.

Photo by Paul Hanaoka on Unsplash

Suatu hari, aku berselancar di salah satu platform sosial media. Isi platformnya normal, sebagaimana kegunaan sosial media pada umumnya, untuk hiburan dan lapak diskusi. Suatu ketika ada isu yang tiba-tiba viral tapi enggak tahu asal-usulnya dari mana dan kenapa bisa jadi perbincangan dunia maya. Pokoknya, tiba-tiba saja banyak yang omongin. Rasanya kayak ketinggalan informasi jauh banget, padahal 24 jam sehari enggak pernah lepas dari smartphone. Akhirnya, aku harus cari kata kunci yang berhubungan dengan obrolan masyarakat yang lagi viral itu. Tetapi, kendalanya adalah hal-hal yang viral itu justru ketutupan dengan hal yang lain yang sama sekali enggak ada hubungannya, bahkan kadang enggak jarang juga membuang waktu untuk kepo tapi ujungnya enggak dapat informasi apa-apa. 

Lebih parahnya lagi, ketika tongkrongan juga obrolin hal yang sama kayak di sosial media. Haduh, enggak bisa gabung bahas obrolan di dunia nyata maupun di dunia maya, itu rasanya sedih banget,  kayak orang yang kudet alias kurang update

Kalian pernah merasakan hal yang sama? 
Tenang, aku punya solusinya supaya bisa tetap up to date dengan berita terkini dan enggak merasa bingung lagi kalau tongkrongan bahas isu-isu di dunia.

Caranya adalah download aplikasi berita untuk mengetahui informasi terkini. 

🔊: "Tapi aku enggak suka baca berita! Membosankan! Isinya clickbait semua!"

Eits, tunggu dulu! 
Kali ini baca berita enggak akan terasa membosankan lagi, kok! Sebab, sekarang sudah ada IDN App yang menawarkan fitur-fitur kece yang menarik banget supaya baca berita gak gitu-gitu aja. 

Yuk, simak fitur IDN App punya segudang inovasi! 

1. Tampilan aplikasi yang simple dan elegan

IDN App punya tampilan aplikasi yang simple banget. Kalian akan mudah mencari berita terbaru atau berita terpopuler karena tata letak fitur-fiturnya mudah banget untuk diakses. Fitur Home menyediakan rekomendasi berita terpopuler, berita terbaru, artikel yang cocok dengan minatmu. Kalau mencari berita pun tinggal klik kolom explore dan cari berita yang kamu mau ketahui. Gampang banget, kok. Tidak perlu pusing menggunakannya, kamu bisa dengan mudah dapat semua beritanya. Aplikasinya juga cocok digunakan oleh semua kalangan, mulai dari golongan muda sampai tua, kakek, nenek, ayah, ibu, anak, bahkan cucu. Pokoknya, mudah banget deh buat digunakan. Jelas, aplikasi ini memudahkan kalian agar bisa baca berita kapan pun dan di mana pun!

2. Rekomendasi berita terkini dan artikel terlengkap!

Mau tahu isu terkini? Mau tahu berita yang sedang populer? Mudah banget! Aplikasi baca berita ini akan merekomendasikan berita-berita viral dan up to date anti hoax. Jadi, kalian enggak akan kesulitan lagi untuk mencari isu-isu terkini dan tetap bisa bergabung dengan obrolan di tongkrongan kalian.

Enggak cuma itu, di IDN App juga terdapat artikel-artikel yang berkualitas dan tentunya bermanfaat. Kalian bisa memilih topik berita atau artikel sesuai dengan minat kalian. 

Kalian tertarik dengan isu politik? Kalian bisa dapatkan beritanya di aplikasi ini.
Kalian tertarik dengan gosip terkini? Ada juga lho di aplikasi ini.
Kalian tertarik dengan kuliner? Aplikasi ini punya rekomendasi wisata kuliner dan resep makanan lezat.
Kalian tertarik dengan travelling? Aplikasi ini bisa membantu kalian dengan tips-tips bermanfaat dan rekomendasi tempat wisata.
Kalian butuh hiburan? Enggak kalah gaul, ada artikel tentang humor juga, lho!

Pokoknya, artikel dan beritanya lengkap banget deh! Satu aplikasi bisa mencakup semua topik yang mau kamu ketahui.

3. Fitur tanya jawab untuk berdiskusi

Biasanya kalau kita berdiskusi, selain di tongkrongan, pasti selalu di sosial media. Sekarang ada inovasi terbaru, kita bisa diskusi lewat aplikasi berita! Aplikasi ini menawarkan fitur Tanya Jawab untuk berdiskusi, anti-mainstream banget, kan? 

Nah, buat kamu yang mau tanya tips atau sekadar diskusi, bisa banget pakai fitur ini. Selain itu, ada pilihan topik pertanyaan agar jawabannya enggak out of topic. Memudahkan kamu banget, kan?

4. Pssst— bisa dapat uang juga lho!

Mau dapat uang tambahan? Kamu bisa banget dapat uang dengan menggunakan aplikasi ini!

IDN Times memberikan kesempatan buat kamu, para penulis, untuk mengirimkan artikel. Fitur Tulis Artikel yang tersedia di aplikasi ini akan memudahkan kamu untuk mengajukan artikel yang ingin kamu terbitkan. Bahkan, kamu bisa menulis artikel hanya dengan modal smartphone saja. 

Baru pertama kali menulis? Belum ada pengalaman menulis artikel atau berita? Tenang aja! IDN App memberi banyak tips bermanfaat yang bisa membantu kamu untuk menerbitkan artikel ke IDN Times. Jadi, bisa sekalian belajar juga, kan? Plus, dapat cuan! 🤪

Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Keren banget, kan? Satu aplikasi bisa punya banyak fungsi. 

Download IDN App sekarang dan dapatkan banyak manfaat dari aplikasinya. Yuk, buruan, tunggu apa lagi? Download aplikasinya sekarang!


17 Maret 2020

Corona Virus World Tour

2:32 PM 0 Comments
Halo kawan. 

Pada kesempatan kali ini aku akan membahas tentang penyakit COVID-19 yang sedang merebak di seluruh dunia. Itulah alasan mengapa aku memberi judul Corona Virus World Tour karena virus ini benar-benar membuat dunia gempar akan kehadirannya. Tulisan kali ini benar-benar dibuat dadakan tanpa rencana apa pun dan ini adalah saatnya untuk serius dulu ya.


Saat ini kasus virus COVID-19 berdasarkan laporan WHO (World Health Organization) pada tanggal 16 Maret 2020 sudah terkonfirmasi sebanyak 167.511 kasus. Jumlah kasus terkonfirmasi di Indonesia pun berjumlah 117 kasus. Hal ini menyebabkan beberapa negara mengambil kebijakan tersendiri untuk mengurangi penularan virus ini, contohnya Itali yang saat ini negaranya mengambil kebijakan lock down karena kasus yang tiba-tiba melejit. Tidak hanya negara lain yang mengambil tindakan, negara Indonesia pun mengambil tindakan untuk meliburkan siswa, mahasiswa, dan karyawan karena keadaan darurat dan menggantinya dengan bekerja/belajar dari rumah guna mencegah penyebaran virus corona agar kasusnya tidak melejit. 

TAPI JANGAN SALAH PAHAM DENGAN KATA LIBUR.

Libur di sini bukan berarti kalian pergi liburan dan jalan-jalan ke tempat wisata. Justru kebijakan ini dilakukan agar MASYARAKAT MENGISOLASI DIRI DAN TIDAK PERGI KELUAR RUMAH.

Mengapa begitu? Oke, sebelum aku menjawab alasannya mari kita simak penjelasan tentang virus ini terlebih dahulu. Sumbernya dari WHO (World Health Organization) dan semuanya aku ringkas jadi satu. Untuk kalian yang mau tahu lebih detail silakan klik link sumber ya.

 

Apa itu Corona Virus? 

Coronavirus adalah sebuah keluarga virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Dari beberapa coronavirus yang telah diketahui, virus ini dapat menyebabkan infeksi pernapasan biasa seperti flu atau bahkan infeksi pernapasan akut seperti SARS dan MERS. 

Penyakit coronavirus yang sedang mewabah dan diumumkan sebagai pandemi global oleh WHO ini adalah virus baru yang sebelumnya tidak diketahui. Virus ini mirip dengan coronavirus yang menyebabkan penyakit Coronavirus Disease (COVID-19). Kasus penyakit ini pertama kali muncul di Wuhan, China pada Desember 2019.

 

Mengapa kita harus berhati-hati dengan virus ini?

Masa inkubasi virus ini sekitar 1-14 hari, biasanya sekitar 5 hari. Masa inkubasi berarti waktu yang diperlukan saat terkena virus dan mulai mengalami gejala penyakit. 

Antibiotik TIDAK DAPAT MEMBUNUH VIRUS ini karena antibiotik digunakan untuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri. 

Vaksin dan obat untuk mencegah dan mengobati penyakit ini BELUM DITEMUKAN.

Walaupun penyakit ini tidak lebih mematikan daripada SARS, tetapi virus ini MENGINFEKSI DENGAN SANGAT CEPAT.

Virus DAPAT BERTAHAN PADA PERMUKAAN BENDA sekitar beberapa jam sampai beberapa hari.

 

Gejala COVID-19

WHO (World Health Organization) menyebutkan gejala umum COVID-19 adalah demam, mudah lelah, dan batuk kering. Tetapi ada beberapa pasien yang mengalami gejala nyeri, sesak napas, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, pilek atau diare. Beberapa pasien yang memiliki risiko gejala sesak napas atau penyakit yang lebih serius karena COVID-19 ini adalah orang tua dan orang yang memiliki riwayat penyakit seperti tekanan darah tinggi, penyakit hati, penyakit paru-paru, diabetes, dan kanker. 

Bagi orang yang mengalami demam, batuk, dan sesak napas sebaiknya segera mencari bantuan tenaga medis.

 

Penularan COVID-19

Orang dapat tertular COVID-19 dari mereka yang terinfeksi virus ini. Penularan virus ini melalui droplet (cairan) dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi. Misalnya, saat mereka batuk atau bersin dan semburan droplet itu akan mengontaminasi permukaan benda, kemudian ada orang lain yang menyentuh permukaan benda yang terkontaminasi itu dan orang tersebut menyentuh wajahnya terutama pada mata, hidung, atau mulut. Selain itu, jika orang yang terinfeksi batuk atau bersin dan menyembur kepada orang lain lalu menghirup droplet tersebut, maka penularan dapat terjadi.

 

Tindakan untuk mencegah penyebaran virus COVID-19

1. CUCI TANGAN

Cuci tangan adalah salah satu tindakan efektif untuk membersihkan virus yang kemungkinan menempel pada tangan kita. Kita mungkin sudah memegang banyak benda, tetapi kita tidak tahu benda mana yang terkontaminasi oleh virus. Jadi pastikan selalu cuci tangan sebelum makan dan pada interval waktu tertentu.

Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, setidaknya selama 20 detik agar memastikan tangan bersih dari virus. Jika tidak ada sabun dan air, alternatif lain gunakan hand sanitizer berbasis alkohol.

 

 2. JANGAN MEMEGANG WAJAH

Jangan mengucek mata, mengupil, atau memegang mulut saat tanganmu belum dibersihkan. Alasannya sama dengan poin sebelumnya, kita tidak tahu apakah virus itu ada di tangan kita atau tidak setelah kita menyentuh berbagai benda dan permukaan. Jika kita memegang wajah dengan keadaan tangan yang belum dibersihkan sedangkan ada virus yang menempel di tangan, virus di tangan kita dapat ditransfer ke area wajah dan menginfeksi kita jika terhirup.

 

3. JAGA KEBERSIHAN DIRI DAN LINGKUNGAN

Jika kalian keluar rumah, setibanya di rumah jangan menyentuh benda apa pun yang ada di rumah atau kamar sebelum kalian membersihkan diri. Cuci tangan dengan sabun atau cuci kaki, kalau bisa mandi sebab kita tidak tahu adakah virus yang menempel di tubuh kita. Usahakan baju yang telah dipakai langsung dicuci atau dipisahkan.

Bersihkan barang-barang yang sering dibawa ke luar rumah dengan rutin, seperti dompet, HP, dan lainnya.

 

 4. JAGA JARAK

Jaga jarak apabila bertemu dengan orang lain setidaknya 1 meter. Jangan bersentuhan seperti bersalaman atau berciuman. Sebab penularan virus ini melalui droplet yang berasal dari batuk, bersin, atau berbicara. Jika orang yang terinfeksi virus tidak sengaja menyemburkan droplet dan terhirup oleh orang lain maka orang tersebut berisiko terinfeksi virus ini.

Jika sedang sakit seperti demam atau flu, tetap berdiam diri di dalam rumah sampai sembuh. Jangan sampai orang yang sedang sakit menularkan penyakit kepada mereka yang sehat. Keluar rumah hanya pada keadaan mendesak saja dan gunakan masker agar ketika batuk tidak menyebarkan virus kepada orang lain. Buang masker setelah digunakan dan jangan pegang bagian luar masker saat melepasnya lalu cuci tangan.

Etika batuk dan bersin juga diperhatikan, jangan menutup hidung atau mulut dengan telapak tangan saat bersin agar droplet tidak menempel pada telapak tangan, benda atau permukaan. Gunakan tisu atau lengan bagian dalam untuk menutup mulut dan hidung saat batuk atau bersin. Buang tisu yang telah digunakan.

WHO juga menganjurkan pengguna masker HANYA untuk:
  • Orang yang sakit dengan gejala penyakit pernapasan
  • Petugas medis
  • Orang yang sedang merawat orang sakit.

Orang sehat TIDAK PERLU menggunakan masker, cukup JAGA JARAK AMAN. Gunakan masker dengan bijak dengan cara tidak membuang-buang masker karena banyak yang lebih membutuhkan.

HINDARI PERKUMPULAN ORANG seperti tempat wisata, mall, restoran dan tempat yang ditetapkan sebagai area penyebaran virus COVID-19. Terutama bagi orang yang memiliki risiko penyakit yang lebih serius karena COVID-19, seperti orang tua dan orang yang memiliki riwayat penyakit seperti diabetes, hipertensi, penyakit hati, penyakit paru-paru, dan kanker.

 

5. JAGA POLA HIDUP SEHAT

WHO menganjurkan untuk melakukan pola hidup sehat untuk menjaga sistem kekebalan tubuh.
  • Makan makanan yang bergizi seimbang.
  • Jangan makan daging yang mentah atau belum matang.
  • Jangan merokok. 
  • Jaga kebersihan diri dan lingkungan.
Maka dari itu, perlu kesadaran masyarakat untuk melakukan tindakan preventif untuk mencegah COVID-19. Saat ini, Indonesia telah mengambil kebijakan pencegahan dengan cara mengurangi acara perkumpulan bahkan mengambil kebijakan bekerja/belajar dari rumah untuk menghambat penyebaran virus ini. Jadi, diharapkan sebisa mungkin untuk kita agar tetap tinggal di rumah masing-masing dan menghindari kerumunan orang. Jangan berlibur, berwisata, jalan-jalan ke mall, nongkrong di kafe, atau main di warnet karena kemungkinan untuk tertular virus menjadi lebih besar. Belajar dari negara Itali yang sekarang sedang menerapkan sistem lock down karena alasan terkait virus ini. Bagi kalian yang ingin membaca thread dari salah satu rakyat Itali silakan baca di sini:



Bagi kalian yang terpaksa harus beraktivitas di luar ruangan, tetap terapkan tindakan preventif yang telah dianjurkan oleh WHO ya. 
Amat dimohon dengan sangat kesadaran masyarakat Indonesia untuk memerangi virus ini, di luar sana tenaga medis sedang berusaha untuk menjadi garda terdepan untuk merawat orang-orang yang telah terinfeksi virus ini. Semoga kita semua selalu dalam perlindungan Tuhan.

UPDATE INFORMASI!!!
Semua masyarakat harus menggunakan masker dan menghindari kerumunan untuk meminimalisir penularan virus corona/COVID-19. 
JANGAN LUPA PAKAI MASKER KALAU KELUAR RUMAH DAN BERTEMU ORANG LAIN. 

Stay safe everyone, I love you guys. ♡
Michiko.


Sumber:

10 Januari 2020

English Diary Episode 5: Past Continuous Tense (I was doing)

5:50 PM 0 Comments
Halo kawan. Mari kita belajar bahasa Inggris bersama-sama.

Pada postingan yang lalu, kita telah belajar dari masa lalu yaitu Past Simple Tense (I did). Maka, pada postingan kali ini mari kita membahas kenangan atau hal yang penah kita lakukan di masa lalu. #bukanbahasmantan

Pembahasan yang akan dikupas pada postingan ini adalah Past Continuous Tense (I was doing). Apa sih kegunaan mempelajari Past Continuous Tense? Jelas, kita jadi bisa mengeksplanasikan lebih rinci apa saja yang kita lakukan pada waktu tertentu di masa yang lalu. Kita bisa menceritakan apa saja yang terjadi saat kita sedang melakukan sesuatu di masa lampau, misalnya seperti melihat mantan jalan dengan cewek lain saat kita sedang jalan-jalan di mal misalnya wkwkwk. 

Persiapkan niat dan tekad untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Sediakan kertas dan alat tulis untuk mencatat, jika diperlukan. Jangan lupa berdoa sebelum belajar agar ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selamat bersenang-senang!

Pola Kalimat: Past Continuous



Penjelasan 

Pola kalimat memiliki konsep yang sama dengan Present Continuous (I am doing). Namun, perbedaannya adalah Past Continuous digunakan untuk waktu lampau


Past Continuous biasanya digunakan untuk menyatakan situasi sebagai berikut:
  • Menyatakan kegiatan yang sedang dilakukan di waktu lampau secara spesifik dengan menyebut hari, waktu, atau keadaan (pagi, siang, sore). 
  • Menyatakan kegiatan yang sedang dilakukan bersamaan dengan kegiatan lain.
  • Kata seperti know, want, dan semacamnya (Lihat: Episode 3) jarang menggunakan pola kalimat Past Continuous tetapi lebih sering menggunakan kalimat Simple.

Contoh Kalimat

Contoh kalimat 1. Sedang melakukan sesuatu pada waktu (lampau) tertentu

Perhatikan situasi di bawah ini.
Yesterday I and John went to the pool. We began at 7 o'clock and finished at 10 o'clock. 
So, at 9 o'clock we were swimming.
Kemarin aku dan John pergi ke kolam renang. Kami mulai dari pukul tujuh dan selesai pada pukul 10. Jadi, pada pukul 9 (kemarin) kami sedang berenang.
 
  • Pada situasi tersebut, saat kita menyebutkan suatu waktu tertentu di masa lampau dan saat itu kita sedang melakukan sesuatu yang belum tuntas dikerjakan, maka kita menggunakan pola kalimat Past Continuous.

I was living in Salatiga at this time last year.
Aku tahun lalu (di tanggal yang sama dengan tahun ini) masih tinggal di Salatiga.

I was not going to his house yesterday morning.
Aku tidak pergi ke rumah dia kemarin pagi.

What were you doing at 10 o'clock last night?
Apa yang kamu lakukan pukul 10 tadi malam?

Contoh kalimat 2. Melakukan suatu hal bersamaan dengan kegiatan yang lain

Jennie was waiting for me when I arrived.
Saat aku tiba, Jennie sedang menungguku. (lampau)

I was walking along the road and I met my ex with his new girlfriend.
Aku bertemu mantan pacarku bersama pacar barunya saat aku sedang jalan-jalan. (lampau) 

When Dad arrived home, we were having dinner.
Ketika ayah tiba di rumah, kami sedang makan malam.

 Bonus

Perbedaan Past Continuous dan Past Simple:
  • Past Continuous
When Dad arrived home, we were having dinner. 
Ketika ayah tiba di rumah, kami sedang makan malam. (lampau)
  • Past Simple 
When Dad arrived home, we had dinner.
Ketika ayah tiba di rumah, kami sudah selesai makan malam. (lampau)


6 Januari 2020

Rebahan adalah Passion

2:30 PM 0 Comments

Rebahan, rebahan, rebahan. Siapa sih yang gak suka rebahan dan santai?

Hampir semua orang suka banget rebahan dan santai. Apalagi ditemani dengan sekaleng camilan dan akses internet unlimited untuk nonton drama korea, anime, film, dan sebagainya. Bahkan, merasa kalau manusia memang passionnya adalah rebahan. Padahal kalimat "rebahan adalah passionku" sebenarnya hanyalah sebuah alasan untuk bermalas-malasan. I'm not judging anyone of you, but  this is me, tbh

Sampai pada suatu hari, aku yang punya hobi rebahan sedang melakukan ritual scrolling Twitter dan melihat postingan viral yang lewat di timeline. PLAK! Tertamparlah aku dengan kata-kata seorang netizen.


I'm like.... WOW.
Kalau dipikir-pikir lagi, waktu luang yang kumiliki sering aku sia-siakan. Misalnya, sebelum berangkat kuliah dan ketika aku gak ada tugas sama sekali, aku pakai untuk streaming video di YouTube atau melihat konten video di Instagram atau berdalih untuk melihat berita trending masa kini di Twitter tapi ujungnya malah kebablasan sampai waktu luang sia-sia. Padahal sebenarnya dalam waktu luang itu, setidaknya aku bisa produktif seperti membuat konten blog misalnya.

Tweet salah satu netizen tersebut juga membuat aku berpikir lagi ke depannya, setelah ini aku mau melakukan apa? Prestasi gak punya, pengalaman gak punya. Mengandalkan ijazah S1 untuk melamar ke berbagai perusahaan dan yakin akan langsung diterima? Ck, naif. 

Imma talk to my self:
Di luar sana, banyak orang-orang yang punya ijazah S1 dengan jurusan yang sama dengan lo, Nad. Mereka mungkin punya pengalaman pernah ikut lomba tingkat nasional atau bahkan internasional. Mereka mungkin punya pengalaman pernah ikut pertukaran pelajar ke Amerika, Korea, Jepang, China, Afrika, Mesir atau berbagai belahan dunia lainnya. 
Mereka mungkin pernah dapat beasiswa untuk kuliah di luar negeri dan dalam negeri.
Mereka mungkin punya pengalaman bekerja untuk memenuhi syarat perusahaan yang membutuhkan orang berpengalaman. 
Mereka mungkin punya banyak skill yang memang dibutuhkan dalam dunia pekerjaan. 

Gak perlu jauh-jauh deh, lihat teman-teman lo, Nad. 
Banyak teman-teman lo yang sudah pernah menginjakkan kaki mereka dan punya pengalaman untuk bekerja di kemudian hari. 
Banyak teman-teman lo menjadi wibu berprestasi. 
Tetangga lo sendiri aja punya skill yang keren. 
Lo apa kabar? Rebahan doang di kamar?
Insecure gak lo? Lo asik rebahan sedangkan teman-teman lo semua sudah berada jauh di depan.

Sejujurnya, aku memang merasa insecure melihat teman-temanku yang sudah berjalan jauh ke depan sedangkan aku masih berada di zona nyaman. Jadi, perlahan aku ingin mulai keluar dari zona nyaman walaupun jiwa nolepku terusik.

( Merasa lelah dengan kehidupan? Baca deh: Ganbarimashou )

Kita memang tak sepatutnya membandingkan diri dengan orang lain, tetapi kalau kita tetap tidak mau bergerak menjadi orang yang lebih baik, sudah seharusnya kita mendapatkan dorongan dari dalam diri sendiri dengan melihat ke kanan dan ke kiri agar tidak tertinggal jauh dengan orang lain. 

Mungkin ada beberapa orang yang tidak setuju dengan hal ini, tetapi inilah pemikiran yang muncul pada fase Quarter Life Crisis berhubung aku juga sudah mulai menginjak usia 20-an. Banyak kekhawatiran, pertanyaan, keraguan, dan hal lainnya yang mungkin membebani pikiran. So, semangat untuk aku dan kalian yang sedang berada dalam fase Quarter Life Crisis. 

Semoga kita semua bisa melewati fase ini dengan baik. 

Have a nice day,

Michiko♡


Picture by:

unsplash-logoKate Stone Matheson

30 Desember 2019

Resolusi untuk Berevolusi

10:32 PM 0 Comments
Halo kawan.

Sudah lama ya aku gak mengajak kalian berinteraksi melalui artikel yang aku posting di blog ini. Pada postingan kali ini, aku mau mengajak kalian untuk bertukar pikiran dan ingin mengetahui lebih jauh tentang kalian.

Pada hari ini, kita sudah berada di penghujung tahun 2019. Sebentar lagi, tahun 2020 akan datang dengan ceritanya yang baru. Mari kita merefleksikan diri sendiri.


Apa yang telah kita lakukan selama tahun 2019?
Apa yang telah kita capai pada tahun 2019?
Apa yang belum kita capai pada tahun 2019?
Sudahkah kita merenungkannya?

Baiklah, setelah kita melihat ke belakang tentang diri kita sendiri, mari kita lihat ke depan.
Apa yang ingin kita capai pada tahun 2020?
Apa yang ingin kita lakukan pada tahun 2020?
Apa resolusimu untuk tahun 2020?
Apa kamu sudah membuatnya? Beri tahu aku!

Apa sih arti resolusi?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, "Resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah sidang); pernyataan tertulis; biasanya berisi tentang tuntutan tentang suatu hal."

Dikutip dari Kompasiana, menurut Edy Nugraha seorang pengajar bahasa Indonesia di salah satu sekolah di Jakarta, resolusi memiliki perluasan makna, yakni:
Dalam konteks tahun baru, resolusi mengandung makna sebagai sebuah tetapan harapan atau tuntutan hati yang ingin dicapai pada tahun baru.

Biasanya, resolusi tahun baru dapat berupa harapan, target pencapaian, ketetapan diri untuk berubah. Misalnya terkait karir, percintaan, kesehatan, dan lain-lain. Resolusi tahun baru sangat berguna untuk menjadi sebuah patokan bagi kita untuk menjalankan kehidupan yang lebih baik daripada tahun sebelumnya. Sebaiknya, resolusi tahun baru juga dibuat dengan realistis untuk mempermudah kita dalam mencapai hal tersebut. Sebab, jika harapan ke depan tidak realistis, justru hal tersebut akan memberatkan diri kita sendiri.

Baca juga: Daftar Kegagalan

Seberapa pentingkah resolusi tahun baru? Bagiku, resolusi tahun baru sangat penting. Aku ingin berbagi sedikit cerita. Resolusiku pada tahun 2019 ada tiga, yaitu:
1. Produktif.
2. Lulus N3.
3. Bekerja.
Dua dari tiga poin tersebut sudah aku capai pada tahun 2019, yaitu produktif dan lulus N3. Produktivitasku meningkat setelah menulis resolusi tersebut, bisa dilihat perbandingan jumlah postinganku pada tahun 2018 dengan 2019. Sertifikat kelulusan kemampuan bahasa Jepang setara N3 pun sudah aku dapatkan berkat belajar dengan sungguh-sungguh. Sedangkan, poin bekerja belum bisa terlaksana pada tahun 2019 sehingga bekerja akan tetap menjadi resolusiku di tahun 2020. Aku tidak menulis banyak pencapaian pada tahun 2019 karena sejujurnya butuh usaha dan niat yang sangat besar untuk mencapai ketiga poin tersebut. Hal-hal yang ingin aku capai tidak semata-mata langsung aku dapatkan hanya dengan mengedipkan kedua mata, pasti butuh perjuangan dan pengorbanan.

Sekarang, aku ingin menuliskan beberapa hal yang ingin aku lakukan dan capai pada tahun 2020. 
Bismillaahirrahmaanirrahiim. Resolusi tahun 2020:
1. Bekerja.
2. Berangkat ke Jepang.
3. Lulus N2.
4. Mencukupi kebutuhan minum air putih setiap hari.
Semoga, aku bisa memenuhi semua resolusi yang aku tulis. Aamiin. 

Bagaimana dengan resolusimu pada tahun 2020?
Aku penasaran. Kalau sudah membuatnya, beritahu aku ya.

Have a nice day,

Michiko♡


19 Desember 2019

Teror Hantu Blogger

9:59 PM 0 Comments


Gue adalah seorang admin sebuah blog misteri yang terkenal. Gue suka banget membuat kisah-kisah horor dan menantang diri sendiri untuk uji nyali di tempat yang katanya angker dan berhantu. Menurut gue, semua urban legend dan kisah misteri yang meluas di masyarakat itu hanya desas-desus warga sekitar saja, semacam isapan jempol belaka. Walaupun gue adalah seorang pemilik blog misteri yang suka dengan konten horor dan semacamnya, sebenarnya gue gak percaya kalau hantu itu benar-benar ada. Gue yakin bahwa hantu-hantu yang mereka semua sebut menyeramkan, berbahaya, dan mengerikan itu sebenarnya adalah fantasi dan ketakutan mereka yang berlebihan sehingga mereka dapat menciptakan sosok bayangan dari pikiran mereka sendiri, kemudian "sosok ciptaan" itu mereka anggap sebagai hantu. Menurut gue, percaya pada hantu adalah pemikiran yang gak banget untuk manusia yang hidup di zaman yang sudah benar-benar maju dan mengedepankan rasionalitas.

Malam ini, gue belum tidur. Jarum jam menunjukkan pukul dua dan jarum detiknya bergerak dalam kegelapan. Ruangan kamar menerima sedikit cahaya remang dari lampu di teras yang menerobos tirai jendela kamar. Hening. Suara detik jarum jam terdengar lebih nyaring dari biasanya, bahkan gue bisa mendengar napas gue sendiri. Di tengah kesunyian malam ini gue masih terjaga, kebiasaan begadang ini sudah gak ada obatnya lagi. Padahal, terkadang gue butuh waktu lebih lama untuk tidur ketika gue kelelahan tetapi ujungnya tetap sama--gue hanya bisa tidur setelah jam tiga.

Belakangan ini, gue sibuk dengan pekerjaan di kantor sampai gue gak sempat untuk memeriksa komentar dari penggemar setia blog gue. Gue juga beberapa hari belakangan gak mempublikasikan postingan yang baru karena memang belum ada waktu. Bukan masalah gue gak bisa menyempatkan diri untuk mengurus blog, tetapi tanggung jawab gue gak hanya mengurus blog saja, gue juga punya pekerjaan yang gue prioritaskan yang mana pekerjaan itu memakan waktu sangat banyak dan terkadang saat pekerjaan sudah selesai pun energi gue justru sudah habis terkuras. Malam ini, gue menyempatkan diri untuk memeriksa keadaan blog gue saat ini, lumayan kerjaan untuk mengisi waktu luang gue karena kebetulan malam ini mata gue masih kuat untuk melek beberapa jam ke depan.

Sebelumnya, gak afdol kalau gue memantau blog tanpa ditemani secangkir kopi dan sebatang rokok. Gue bangun dari tempat tidur lalu berjalan ke arah pintu. Tangan gue terulur untuk menarik gagang pintu kamar lalu menariknya sampai daun pintu terbuka perlahan. Sedikit demi sedikit daun pintu menampilkan keadaan ruang tengah yang kosong, sepi, dan hanya diterangi dengan cahaya remang-remang yang menerobos tirai jendela. Biasanya, gue mematikan seluruh lampu kalau gue akan pergi tidur dan hanya lampu kamar mandi yang gue biarkan menyala. Tetapi, malam ini keadaan ruang tengah yang cukup gelap agak membuat gue merinding. Sejujurnya, gue gak terlalu suka dengan kegelapan, apalagi kesepian tanpa sang kekasih. Halah.

Gue melangkah keluar dari kamar yang nyaman, di depan pintu gue bisa melihat bayangan diri gue sendiri pada layar televisi selebar 21 inch. Kemudian, gue berjalan melintasi ruang tengah yang sepi tanpa menyalakan lampu karena letak saklar begitu jauh dari tempat gue berdiri. Sunyi. Derap langkah kaki terdengar di telinga gue sendiri. Gue berjalan melewati sofa panjang yang membelakangi pintu kamar lalu berbelok ke arah pintu dapur yang menyekat antara dapur dan ruang tengah. Cahaya di dapur lebih terang daripada ruang tengah, walaupun masih tetap remang-remang cahayanya. Sisa cahaya dari lampu kamar mandi yang terletak di ujung ruang dapur memberikan penerangan yang cukup untuk dapur seukuran 2x2 meter ini sehingga gue gak perlu untuk menyalakan lampu dapur.

Gue membuka pintu lemari penyimpanan makanan, suaranya berderit dan mengisi kesunyian malam. Lalu tangan gue terulur untuk mengambil sebungkus kopi dari dalamnya. Kemudian, gue meraih sebuah gelas mug kesayangan gue yang merupakan hadiah dari penggemar blog gue. Gelas mug itu adalah gelas mug berwarna putih dengan gambar logo blog pada kedua sisi di sebelah gagangnya. Gue suka banget dengan mug itu, walaupun ada banyak mug berjajar di rak tetapi gue pasti akan mengambil mug putih itu. Suara keresek terdengar nyaring saat gue membuka bungkusan kopi, suaranya agak mengganggu sebab gue jadi tahu betapa sunyi keadaan malam ini dan gue benar-benar sendirian tanpa kawan. Gue berdeham untuk memecah keheningan kemudian bersenandung kecil untuk meredam kesunyian. Gua tuangkan bubuk kopi ke dalam gelas mug. Dapur tiba-tiba gelap gulita selama satu per sekian detik, bahkan gelapnya hanya mirip seperti satu kedipan mata. Gue terkejut. Dengan cepat, gue menoleh ke samping kiri tepat ke arah pintu kamar mandi yang terbuka. Lampu kamar mandi masih menyala saat gue melirik ke arah kamar mandi. Gue termenung sejenak. Beberapa pikiran datang sesaat sebelum gue menyimpulkan apa yang terjadi. Untuk memastikannya, gue melangkah ke arah kamar mandi. Gue julurkan kepala gue melewati kusen pintu dan melirik ke arah langit-langit kamar mandi, cahayanya lebih redup dari biasanya. Mungkin, ini saatnya untuk mengganti lampu kamar mandi.

Gue kembali ke pantri dan melanjutkan kegiatan gue yang baru saja diinterupsi. Kali ini, gue gak terlalu santai dan lebih terburu-buru. Gue menyambar gagang mug lalu menempatkannya di bawah keran dispenser berwarna merah. Bunyi suara gelembung air di dalam galon memecah keheningan beberapa saat. Gue bersiul sambil memperhatikan gelembung air di dalam galon bergerak ke atas. Permukaan air panas perlahan-lahan mulai naik memenuhi gelas mug.

Tiba-tiba, panci berjatuhan dari tumpukannya. Keras suara dentingannya membuat gue terperanjat. Jantung gue terasa seperti mau loncat dan keluar dari mulut gue. Gue langsung menolehkan kepala ke ke arah panci yang berserakan di atas lantai dekat pintu yang menyekat antara ruang tengah dan dapur.

"Goblok!" umpat gue entah pada siapa. "Anjir, bikin kaget aja lu."

Dengan segera, gue letakkan gelas mug di atas pantri sambil mengelus dada dan mengatur ritme napas gue yang tersengal karena kaget. Gue berjalan ke arah panci-panci yang berserakan dan memungutnya satu per satu. Saat gue mencondongkan badan gue ke depan untuk meraih panci di lantai, sekelebat bayangan muncul di sudut kanan pandangan gue. Bayangan itu muncul dengan singkat, bergerak dari arah kamar gue melintasi ruang tengah kemudian bergerak menuju ke arah televisi di seberang pintu kamar. Mata gue mengikuti pergerakan bayangan itu, kemudian bayangan itu menghilang saat menembus dinding ruang tengah. Gue mengucek kedua mata gue dengan punggung tangan untuk memastikan apa yang barusan gue lihat. Namun,  hanya ruang tengah yang gelap dan kosong tanpa ada jejak apa pun yang bisa gue lihat. Bergegas, gue pungut semua panci dan gue rapikan di tempat semula. Tanpa pikir panjang, gue langsung berdiri dan menyambar sendok kecil dan mug berisi kopi yang belum diaduk. Gue melangkahkan kaki meninggalkan dapur sambil memutar kepala sendok searah dengan arah gerakan jarum jam. Ketika gue melintasi ruang tengah, mata gue menelusuri setiap sudut ruangan untuk mencari sosok bayangan yang tadi gue lihat. Gue memandang ke arah dinding yang berada di belakang televisi sejenak.

Apa yang barusan gue lihat? Apakah itu hantu? Mana mungkin, gak ada yang namanya hantu. Pasti itu hanya imajinasi gue saja, gue hanya kelelahan karena kurang istirahat. Gue berbalik badan kembali melangkahkan kaki menuju ke kamar dan gue menutup pintu kamar dengan rapat tanpa menguncinya.

Gue meletakkan segelas kopi di atas meja. Meja itu terletak di dekat jendela nako yang tertutup tirai. Gue sengaja meletakkan meja di dekat jendela karena gue terbiasa merokok sambil bekerja atau sekadar berselancar di dunia maya. Gue geser sebagian tirai yang menutupi jendela lalu menarik tuas besi pada jendela untuk membuka jendela. Kaca dan besi yang bersinggungan terbuka dan menciptakan suara "krepyak". Udara malam yang dingin semilir menembus celah jendela mengisi sirkulasi udara di kamar gue. Gue menyalakan laptop berwarna silver lalu duduk sambil mengangkat satu kaki untuk bertumpu di atas kursi. Layar laptop menyorotkan cahaya di tengah kegelapan kamar. Silau. Gue sulut satu batang rokok yang gue jepit di antara kedua bibir sampai kepulan asap menyembur dari celah mulut dan lubang hidung. Gue hisap ujung batang rokok. Mouse kecil hilang dalam genggaman tangan besar gue saat gue mengarahkan kursor di layar. Sambil menjepit batang rokok di mulut, gue mengetik alamat domain blog gue. Beberapa detik kemudian, halaman blog pun muncul. Gue baca satu per satu komentar dari pembaca setia blog gue. Sesekali gue hisap ujung rokok setiap kali mulut gue terasa asam. 

Kak, bahas tentang hantu blogger dong:D

Kak.. katanya hantu blogger nyata?? Bahas kuy..

Min pernah denger hantu blogger kagak? Katanya dia bakal teror orang yang bahas tentang dia di blog.. Berani kagak lw? :P

Gan , elu suka uji nyali kan ? Bahas hantu blogger kek , kalo elu beneran diganggu sama hantu blogger , ceritain di mari yak ...

Gue memegang gagang gelas mug lalu menyesap kopi yang sudah gak terlalu panas. Jujur, gue terlalu lama gak berselancar di dunia maya dan gue belum pernah mendengar tentang kisah Hantu Blogger. Rasa penasaran gue mulai terpancing. Gue mencari tahu siapa itu Hantu Blogger setelah membaca segala kisah yang diceritakan oleh blogger lainnya. Menarik. Mereka bercerita tentang semua teror atau bahkan kesan saat mencoba mengorek cerita tentang Hantu Blogger. Gue bisa memanfaatkan keyword ini untuk menaikkan jumlah pengunjung blog gue dengan sedikit dramatisir. Sebelum gue mulai mengulas Hantu Blogger, gue harus mencari sumber terpercaya agar informasi yang gue sampaikan kepada pembaca bukan hoax. Walaupun nantinya gue akan sedikit memberi bumbu dramatisir, setidaknya gue harus bermain sedikit lebih rapi.

Gue langsung membuka tab baru dan mencari kisah-kisah tentang Hantu Blogger dari berbagai sumber. Beberapa situs muncul dalam mesin penelusuran, sebagian besar menceritakan tentang pengalamannya saat diganggu Hantu Blogger ketika sedang menulis kisah tentangnya. Namun, semua kisah itu gak cukup buat gue. Gue perlu banyak informasi tentang Hantu Blogger--dari mana asal mula kisah ini berawal, siapa dia, dan mengapa dia bisa disebut sebagai Hantu Blogger. Gue menghabiskan beberapa puluh menit untuk menelusuri tentang Hantu Blogger dan membaca berbagai situs yang membahas Hantu Blogger. Penelusuran gue terhenti saat gue menemukan alamat domain blog yang katanya adalah blog milik si Hantu Blogger. Awalnya, gue gak langsung percaya dengan link itu, karena gue takut kalau ternyata link itu adalah link virus atau click bait dan semacamnya. Tetapi, setelah menelusuri web itu gue semakin yakin kalau link yang tertera di sana bukanlah link hacker atau semacamnya. Jadi, gue memberanikan diri untuk membuka link yang tertera pada postingannya. Tab baru terbuka mengarah pada sebuah situs blog yang terlihat sederhana dan penuh dengan postingan cerita sehari-hari, mirip seperti sebuah buku harian yang dapat diakses oleh peselancar dunia maya.

Beberapa postingan pada blog milik "Hantu Blogger" gue baca satu per satu dari postingan yang terlama. Tulisannya mirip seperti seorang yang sudah ahli dalam permainan seni bahasa. Gue juga beberapa kali tercengang setiap membaca tulisannya. Gaya bahasanya tingkat tinggi seperti seorang sastrawan. Gue menghisap batang rokok yang semakin lama semakin pendek sambil membaca seluruh isi tulisannya di blog. Ada hal yang mengganjal dari seluruh postingan yang gue baca, isi dari seluruh postingannya kebanyakan adalah kesedihan dan keputusasaan. Gue gak tahu seberat apa beban hidup yang dia rasakan, tetapi kalau saat itu gue ada di sana bersama dia, gue ingin memeluknya. Sejauh yang gue pahami dari isi blognya, gue menyimpulkan bahwa Hantu Blogger memiliki kisah hidup yang amat menyedihkan.

Gue menyesap lagi kopi yang masih tersisa setengahnya di dalam mug. Gue membuka laman entri untuk menuliskan kisah Hantu Blogger. Mata gue  mulai terfokus pada layar laptop dan jari-jari gue mulai bergerak menari-nari di atas tombol keyboard. Beberapa saat kemudian, angin berhembus cukup kencang, angin dingin menyeruak masuk ke dalam kamar sehingga tirai jendela melambai-lambai. Gue bangkit dari tempat duduk untuk menutup jendela. Sesaat sebelum mendorong tuas besi untuk menutup jendela, gue berhenti untuk mengintip pada celah jendela. Samar-samar, terlihat seorang perempuan berdiri seorang diri di tepi jalan yang disinari cahaya temaram. Apakah itu tetangga sebelah yang baru pulang lembur? Gue pikir begitu. Gue tak acuh. Gue dorong tuas besi dan jendela pun tertutup rapat.

Gue kembali duduk tanpa menutup tirai jendela. Gue bersiap untuk melanjutkan tulisan gue. Sial. Gue menatap layar laptop dengan penuh umpatan keluar dari mulut gue. Tulisan gue tiba-tiba berantakan karena disisipi banyak huruf f. Mengapa keyboard harus eror di saat seperti ini? Merepotkan. Gue menghela napas lalu menyesap kopi hingga hanya tersisa ampasnya saja. Gue rapikan tulisan gue dengan penuh kesabaran. Setelah tulisan gue kembali rapi, gue melanjutkan tulisan gue. Jemari gue kembali menari di atas keyboard. Sampai beberapa saat kemudian, mata gue mulai terasa berat dan jari-jari gue juga mulai terasa lelah. Gue menoleh ke arah  jam dinding. Jarum jam menunjukkan pukul tiga dan menitnya menunjuk pada angka dua. Gue meregangkan sendi-sendi jari gue lalu kembali terfokus pada laptop di depan gue guna melanjutkan tulisan gue. Gue tetap memaksakan diri walaupun beberapa kali mulut gue terbuka lebar karena mulai mengantuk. Gue tambahkan kecepatan jari-jari untuk mengetik tulisan gue agar cepat selesai. 

Mata gue tiba-tiba terbelalak saat sebuah tangan terulur dari belakang melewati bahu gue. Jarinya yang panjang dan kukunya yang tajam menunjuk pada sebuah kata. Sebuah bisikan terdengar di telinga gue membuat bulu kuduk meremang, "Typo, Bang."

Napas gue tertahan. Jari-jari gue beku seketika dan perut gue terasa tegang. Mata gue tetap terpaku ke arah layar laptop, gak sedikit pun ada keinginan untuk berbalik. Gue terlalu takut untuk menoleh ke belakang karena gue yakin itu bukan manusia. Rumah ini hanya dihuni oleh gue. Sendirian. Gak ada orang lain. Gue pun menelan ludah dengan bersusah payah guna membasahi tenggorokan gue yang kering. Setelah gue bergelut dengan segala ketegangan, tangan itu bergerak mundur dan menghilang dari pandangan gue. Gue gak tahu pasti apakah dia sudah pergi atau belum, tetapi tangan itu sudah menghilang. Gue memang takut, tapi rasa penasaran gue lebih besar. Gue kembali menelan ludah dan mengumpulkan nyali gue untuk memeriksanya. Sumpah ini pertama kalinya gue percaya kalau hantu itu ada. Gue memutar kepala ke belakang perlahan-lahan. Perut gue mencelus. Bola mata gue bergerak memutar untuk memeriksa setiap sudut ruangan. Kosong, gak ada apa pun atau siapa pun. 

Gue bernapas lega. Rupanya, semua itu hanya halusinasi gue karena terbawa suasana saat sedang memanipulasi kisah Hantu Blogger. Gue pun memutar kepala gue untuk kembali menatap layar laptop. Sesaat sebelum memandang ke layar laptop, sekelebat bayangan menarik perhatian gue. Gue pun mengalihkan pandangan ke arah jendela yang gak tertutup tirai. Dua buah telapak tangan menempel di jendela dan di antara kedua telapak tangan itu terdapat wajah menyeramkan yang menyeringai. Gue terperanjat sampai kursi yang gue duduki terpental ke belakang. Gue terjengkang dari kursi. Dengan tergesa-gesa gue bangkit dan berlari tunggang langgang ke arah pintu untuk menyambar gagang pintu. Setelah gagang pintu gue pegang dengan erat, gue tarik gagang pintu berulang kali sekuat tenaga, tetapi pintu sama sekali gak terbuka seolah terkunci. Tangan gue berkeringat dingin saat memegang gagang pintu. Kaki gue gemetaran dan lemas untuk berdiri. Sosok itu masih menyeringai seram di depan jendela. Keringat dingin bercucuran membasahi pelipis gue. Jantung berdebar kencang seolah mau loncat. Kaki gue lemas dan gue gak sanggup lagi untuk berdiri. Dengan penuh ketakutan, gue hilang kesadaran di dalam kegelapan.
 ****


Kelopak mata terbuka. Gue mengedipkan kelopak mata gue untuk menstabilkan cahaya yang masuk ke mata. Kamar gak segelap tadi malam, cahaya matahari menembus tirai hijau yang menutupi jendela. Hari sudah pagi, gue bangkit dari tempat tidur gue. Gue merenung sejenak sambil duduk di tepian kasur, gue mencoba mengingat kejadian semalam. Bola mata gue bergerak memutar untuk memastikan semua posisi barang-barang di kamar gue tetap pada posisi sebelumnya. Kamar gue rapi, gak berantakan seperti tadi malam. Gue rasa kejadian itu hanya sebuah mimpi dan semua itu gak nyata. Hantu memang benar-benar gak ada. 

Gue bangkit dari tempat tidur lalu berjalan ke arah jendela untuk membuka tirai. Namun, langkah gue tiba-tiba terhenti saat melihat layar laptop menyala dan menampilkan sebuah halaman blog yang tidak asing bagi gue. Sebuah laman postingan dengan judul "Meet and Greet Present" terpampang pada layar laptop. Gue mengira mungkin itu adalah hasil penulusuran gue semalam yang belum selesai saat gue sedang mengulik kisah Hantu Blogger. Gue mengurungkan niat untuk membuka tirai jendela lalu duduk di kursi. Gue baca perlahan-lahan seluruh isi postingan dari judul sampai isinya. Gue baca dengan teliti. Paragraf demi paragraf. Kalimat demi kalimat. Kata demi kata. Rupanya, dia pernah memberi sebuah hadiah berupa mug putih kepada idolanya dan dia menyampaikan bahwa dia ingin mempunyai blog yang terkenal seperti milik idolanya. Pada postingannya, tertulis:

"Aku ingin bertemu dengan Radit Wijaya suatu saat nanti walaupun aku sudah mati."
Gue terkejut saat nama lengkap gue tertulis di sana. Berulang kali gue baca kalimat itu untuk memastikan kembali bahwa gue gak salah baca. Apakah nama idolanya sama dengan nama gue? Gue penasaran. Gue menebak kalau dia menulis postingan itu setelah berlangsungnya acara "Meet and Greet". Gue kembali menggeser laman ke bagian tanggal postingan ini dipublikasikan. God damn! Tanggal postingan itu bersamaan dengan digelarnya acara "Meet and Greet" bersama Sobat Kemenyan. Mungkinkah Hantu Blogger ini adalah penggemar gue?

 Gak mungkin. Ini gak mungkin. Pasti kebetulan.

Gue menutup laptop gue tanpa mematikan mesinnya terlebih dahulu. Kedua tangan gue berusaha memijat pelipis gue. Gue pun menggelengkan kepala gue dengan cepat untuk melupakan apa yang baru saja gue baca. Gue bangkit dari tempat duduk gue lalu tangan gue mencengkeram tirai hijau dengan kuat. Gue perlu udara segar untuk menenangkan pikiran gue sendiri. Gue tarik tirai sampai terbuka dengan cepat.

Gue terperanjat saat gue mendapati noda bekas telapak tangan tercetak pada kaca jendela kamar.

***

Ditulis oleh:


Michiko

Baca juga kisah horor lainnya di sini

16 Desember 2019

English Diary Episode 4: Past Simple (I did)

3:00 PM 2 Comments
Halo kawan. Mari kita belajar bahasa Inggris bersama-sama.

Pada postingan yang lalu, kita telah membandingkan Present Simple Tense (I do) dan Present Tense Continuous (I am doing). Maka, pada postingan kali ini mari kita membahas masa lalu. #bukanbahasmantan

Baca juga: English DIary Episode 3: I am doing vs I do

Pembahasan yang akan dikupas pada postingan ini adalah Past Simple Tense (I did). Apa sih kegunaan mempelajari Past Simple Tense? Jelas, kita jadi bisa menulis buku harian dengan bahasa Inggris lho. Kita bisa menceritakan apa saja yang telah kita lalui dan rasakan dengan menggunakan pola kalimat yang akan dibahas ini. Jangankan kegiatan sehari-hari, mengenang kenangan bersama mantan juga bisa lho menggunakan pola kalimat ini. Tapi kalau itu mendingan gak usah deh, nanti gagal move on wkwkwk.

Persiapkan niat dan tekad untuk menggali ilmu sebanyak-banyaknya. Sediakan kertas dan alat tulis untuk mencatat, jika diperlukan. Jangan lupa berdoa sebelum belajar agar ilmu yang kita dapatkan bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Selamat bersenang-senang!

Pola Kalimat Regular dan Irregular Verb




Penjelasan Regular dan Irregular Verb


Pola kalimat ini digunakan untuk:
  • Menyatakan hal yang telah terjadi di masa lampau.
  • Bisa digunakan dengan menambahkan periode lampau. (kemarin, tadi pagi, tadi malam, minggu lalu, tahun lalu, dll.)
Biasanya, Past Simple menggunakan regular verbs yang berakhiran -ed.
  • She stopped the bus.
  • I studied last night.
Tetapi, ada beberapa verb yang tidak beraturan (irregular verbs) yaitu verb yang tidak berakhiran dengan -ed.
  • I went to the library last week.
  • He saw a dog.
  • My sister did homework last night.
*Cara menghafal perubahan kata pada irregular verb adalah dihafalkan

Catatan!

Jika bentuk kalimat negatif dan kalimat interogatif, setelah disisipi kata "did" maka kata kerja kembali ke bentuk semula (Infinitive).

  • I didn't enjoy the party.
  • I didn't fall in love with him.
  • Where did you go?
  • When did Mozart die
Berikut contoh kalimat apabila do adalah kata kerja utama.
  • I didn't do anything.
  • What did you do at the weekend?

Pola Kalimat Lampau be (am/is/are)




Contoh Kalimat

Contoh Kalimat 1. Regular Verb

I invited them to the party, but they decided not to come.
Aku mengundang mereka ke pesta tetapi mereka memutuskan untuk tidak datang.

My brother passed the examination because he studied very hard.
Adikku lulus ujian karena ia belajar dengan keras.

I didn't study for exam.
Aku tidak belajar untuk ujian.

Did you invite her to your birthday party?
Apakah kamu mengundang dia ke pesta ulang tahunmu?

Contoh Kalimat 2. Irregular Verb

I spent a lot of money yesterday.
Kemarin, aku menghabiskan banyak uang.

Rome didn't see Rose in class.
Rome tidak melihat Rose di kelas.

Did you have time to hang out with me?
Apakah kamu punya waktu untuk jalan-jalan denganku?

Contoh Kalimat 3. Be (was/were)

It was so hot, so I took off the jacket.
Panas banget, jadi aku melepas jaket.

The bed was very uncomfortable, I didn't slept well.
Kasurnya tidak nyaman. Aku tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Were you too tired last night? You slept early.
Apakah kamu kelelahan tadi malam? Kamu tidur lebih awal.